Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Relawan Cilik

30 Juni 2024   07:09 Diperbarui: 30 Juni 2024   07:13 25 0
Relawan Cilik
Karya; Salwa Amalia Kaysan

Di sebuah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Tampak seorang bocah kecil berlarian dengan riang.

Panggil saja namanya Moh! Bocah berusia enam tahun itu tampak asyik dengan dunianya sendiri. Berlarian mengelilingi aula RPTRA itu. Sesekali mulutnya berceloteh sebuah lagu.

"Read aloud, read aloud...!"

"Moh, sini ajarin Kak Ai joget jingle lagu itu!" panggil seseorang sambil menyalakan speaker bluetooth.

"Ayuk!" sahut Moh antusias.

Dia langsung menghampiri Kak Ai, dan mulai bergerak mengikuti alunan lagu jingle Read Aloud, sambil bersenandung kecil.

"Waah, keren!" pekik Kak Key saat melihat latihan Kak Ai, yang dipandu Moh.

"Terima kasih, Moh!" ujar Kak Ai sambil mencium gemas pipi Moh.

"Sama-sama...," sahut Moh sambil cekikikan dan mulai berlarian lagi.

Acara literasi yang digawangi sebuah komunitas kecil itupun dimulai. Moh tampak sesekali bergabung untuk ikut memandu acara, bersama ibu dan kakaknya. Setelah selesai, dia kembali asyik berlarian lagi.

"Kamu tidak cape?" tegur Kak Andri salah satu pengelola RPTRA.

"Tidak, Kak!" sahut Moh singkat, sambil kembali berlarian dan bergaya bak pesawat terbang, dengan merentangkan kedua tangan nya.

"Ngeeeeng...., ngeeeeng....," pekiknya keras.

"Moh, sini!" panggil seseorang sambil melambaikan tangan di depan perpustakaan RPTRA.

"Eh, Om Juliii!" pekiknya kegirangan.

Dia segera berlarian menghampiri salah seorang pegiat literasi, yang dipanggil nya Om Juli itu.

"Lihat, Om Juli bawa apa?" tanyanya sambil menggoyangkan paper bag berwarna biru.

Moh menggelengkan kepala dengan senyum lebar, matanya menatap kantong berwarna biru itu dengan mata berbinar.

"Ayo tebak!" kata Om Juli menggoda.

"Mobilan, kah?" tebak Moh keras.

Dia sempat melihat mainan itu tersembul, saat kantong digoyangkan.

"Kok tauuu?" tanya Om Juli sambil memberikan kantong itu kepada Moh, yang langsung melompat kegirangan.

"Hehe..., betul kan?" ujarnya sambil melihat ke dalam kantong, "Ade lihat ini tadiii...!" ujarnya sambil menunjuk bagian belakang mainan yang tersembul keluar.

"Cerdas!" seru Om Juli sambil menggandeng masuk ke dalam perpustakaan, "mainkan di sini aja!" katanya sambil duduk.

Moh dan Om Juli asyik bermain di dalam perpustakaan itu, sementara acara terus berlanjut.

"Terima kasih, Om! Beberapa hari lagi, aku kan ulang tahun... Ini hadiah termahal yang aku dapatkan!" ujar Moh sambil memainkan mobilannya.

"Benarkah? Happy birthday, Moh!" seru Om Juli sambil mencium pipi Moh gemas.

Moh cekikikan kegirangan. Dia melihat Kak Key yang tersenyum, menatapnya di balik kaca perpustakaan.

"Kak Key seperti sedih ya, Moh?" tanya Om Juli.

"Iya, Om!" sahut Moh sambil terus bermain.

"Kenapa?"

"Kak Key bilang, dia sedih saat ada orang yang ikut membantu kegiatan komunitas, tapi cuma modus!" sahut Moh santai.

"Maksudnya?" tanya Om Juli bingung.

"Event komunitas sebelumnya ada donatur yang kelihatannya baik, eh ... cuma modus, Om!" sahut Moh menjelaskan.

Moh memang masih berusia enam tahun, tapi dia sering menyimak percakapan antara ibu dan kakaknya. Mereka tinggal hanya bertiga saja di sebuah mess perusahaan.

Ayah Moh, sudah meninggal lima tahun lalu. Itu sebabnya Moh menjadi dewasa dalam berpikir.

"Kak Key ditawari panggung untuk tampil oleh ibu itu, tapi dia mengajak kerja sama komunitas di event sebelumnya. Eeh, ibu itu menjual nama komunitas untuk mencari keuntungan. Kak Key tidak mau, dan memutuskan tidak melanjutkan kerja sama. Ibu itu marah dan menghasut beberapa sponsor untuk tidak membantu komunitas lagi, atau mereka tidak boleh ikut di eventnya ibu itu, hehehe..." ujar Moh menerangkan dengan pasih, "tadi pagi ibu itu telpon, "kamu tidak usah datang tampil di Taman Mini aja, saya sudah ganti dengan pendongeng yang lebih terkenal!" lanjut Moh lagi.

"Jahat sekali, ya?" tanya Om Juli pelan.

"Hehe..., kata Kak Key, itu wajar!" kekeh Moh sumbang, "orang kaya itu bebas!" ujar Moh dengan senyum miring, "Anak miskin dan yatim seperti kami ini, harus sadar, dunia ini tak selalu tulus seperti kelihatannya!" kata Moh sambil memasukkan mobilannya ke kantong, "tapiiii, kami takkan menyerah pada keadaan...!" katanya dengan semangat.

"Iya, betul! Kalian sejak dini sudah menjadi relawan, bergerak sosial walau dalam keterbatasan, itu luar biasa!" kata Om Juli menyemangati, "semangat terus, relawan cilik!".

"Semangat!" pekik Moh sambil berlari menyambut ibu dan kakaknya yang sudah selesai menutup acara.

"Maa, aku dapat hadiah cakep dari Om Juli!" ujarnya keras pada sang ibu, sambil memperlihatkan kantong biru berisi mobilannya itu.

"Alhamdulilah...!" sahut sang ibu dan kakaknya berbarengan.

"Halo Key, Kak Ersa!" sapa Om Juli.

"Halo, Om!" sahut Key dan ibunya berbarengan.

"Tetap semangat ya, Key! Walau panggung yang ditawarkan dicancel oleh orang itu, kamu bisa buat panggung mu sendiri, kok!" kata Om Juli menyemangati.

"Siap, Om! Aku tahu kok, anak tanpa dukungan privilege memang harus berjuang membangun privilegenya sendiri!" sahut Key sambil mengusap rambut Moh gemas.

"Itu malah lebih keren, daripada anak-anak yang bergantung pada kekayaan dan kekuasaan orang tuanya. Tetap semangat pokoknya!" ujar Om Juli terus menyemangati.

"Semangat!" seru mereka yang mendengar.

Jakarta, 30 Juni 2024




KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun