Hari Minggu yang lalu saya dan suami memutuskan untuk mengunjungi Mal, daripada bepergian dengan mobil di tengah cuaca yang tidak bersahabat. Jalan-jalan sudah penuh dengan salju. Mal pertama yang kita kunjungi Potsdamer Platz Arkaden. Letak Mal ini sangat strategis, karena masih berada dalam satu bangunan dengan stasiun S-Bahn. Untuk mencapainya pengunjung tidak perlu ke luar jalanan. Sama seperti kebanyakan Mal di Singapur yang berhubungan langsung dengan MRT. Pengunjung saat itu belum banyak karena jam buka baru dimulai (pkl.13°° - pkl.19°°). Hanya Cafe yang sudah penuh orang. Udara dingin paling enak minum yang hangat seperti kopi & teh. Ketika kita sedang asyik menikmati kopi & sepotong kue, tiba-tiba kita dikejutkan oleh suara drum yang ditabu berkali-kali. Ternyata kebisingan itu berasal dari atraksi penyambutan Tahun Baru China yang diadakan di lantai bawah. Mereka juga menggelar tarian naga (Liong). Dari lantai atas kita melihat pengunjung sudah memadati pagelaran tersebut. Setelah puas menyaksikannya, kita pun melanjutkan kunjungan ke Shopping Mal berikutnya, Alexa. Mal ini selalu ramai pengunjung karena barang-barang yang dijual lebih komplit & mempunyai Food Court yang cukup besar. Karena perut kita masih kenyang dari kue, kita hanya berjalan saja mengelilingi lantai-lantai Mal yang besar ini. Hitung-hitung untuk membakar kalori dari kue yang kita makan.
Toko-toko buka di hari Minggu merupakan sesutau yang "special" di sini. Hanya ada beberapa minggu dalam setahun semua toko boleh buka di hari Minggu. Misalnya kalau ada pameran besar, mendekati Natal, atau yang lainnya. Hanya toko roti, toko bunga, toko di pom bensin, restauran, pub & bar yang boleh buka semaunya.
Setiap pemilik toko harus mematuhi peraturan ini, walaupun dari segi ekonomi itu merugikan para pemiliknya karena mengurangi pendapatan yang masuk, tapi sewa tetap jalan terus. Dari beberapa lembaga ekonomi yang melakukan survei, kebanyakan orang punya waktu berbelanja di hari Minggu karena itu hari libur kerja. Tapi rupanya peran gereja di sini masih lebih kuat untuk melobi pemerintah. Mereka berpikir (harap) dengan adanya peraturan tersebut, orang akan lebih banyak lagi mendatangi gereja di hari Minggu. Walaupun kenyataannya gereja masih tetap saja sepi (kosong) dari pengunjung.
Karena hari Minggu di sini merupakan hari "spesial" maka semua pekerja yang bekerja di hari tersebut juga mendapat bayaran yang spesial pula. Mereka menerima bayaran 2 kali lebih banyak per jamnya dibandingkan hari kerja lainnya. Dan bebas pajak. Makanya tidak aneh, banyak orang yang menginginkan kerja di hari itu.
Saya selalu membayangkan seandainya semua pemilik toko bisa bebas memutuskan kapan mereka mau buka seperti di Indonesia, tentunya suasana pertokoan di sini akan lebih hidup lagi dan akan membuka lebih banyak lowongan pekerjaan. Saya sudah merasa cukup senang jika seandainya di winter semua toko boleh buka setiap Minggunya. Sehingga orang-orang masih punya pilihan lain daripada menghabiskan waktunya seharian di rumah di tengah cuaca dingin dan gelap.
Untuk taat terhadap agama orang tidak bisa dipaksakan dengan aturan seperti itu. Kata hatilah yang akan menuntun mereka memasuki rumah Tuhan/Allahnya. Beruntunglah para pebisnis di Indonesia yang tidak terjerat peraturan seperti di sini.