Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Made in Germany

6 Mei 2014   01:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:50 1243 0
"Gue minta alat pancing, gue minta BH, gue minta kemeja, gue minta ...." begitulah pesanan yang selalu saya terima dari adik, sepupu, maupun anggota keluarga yang lain, jika mereka tahu kita mau liburan ke tanah air. Kadang-kadang saya mau tertawa melihat daftar permintaan mereka, karena semuanya bisa didapatkan di Indonesia. Walaupun saya sudah menjelaskan & meminta mereka membelinya di Jakarta, tetap saja mereka tidak mau. Alasannya buatan Jerman kualitatnya bagus & sudah terbukti. Sering suami ngomel-ngomel karena koper penuh sebab barang-barang pesanan yang menurutnya kurang penting. "Lebih baik beri aja mereka uang untuk beli sendiri", begitu kata suami. Mengubah 'image' yang sudah begitu melekat di kepala kita tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan.

Istilah 'Made in Germany' mulanya dipakai akhir abad ke -19 atau tepatnya thn.1887 yang tujuannya untuk melindungi konsumen Inggris terhadap barang-barang mereka dari pemalsuan barang-barang import yang datang dari Jerman. Pada waktu itu orang Inggris memang lagi bangga-bangganya dengan kualitas produksi mereka, jadi untuk barang import Jerman yang dijual lebih murah & kualitasnya masih dipandang sebelah mata, diguanakanlah istilah ini sebagai pembeda. Untuk membuktikan siapa yang lebih unggul kualitasnya, tidak perlu promosi besar-besaran, serahkan saja semuanya ke konsumen. Mereka yang akan menilai. Dan itu yang dilakukan Jerman saat itu.

Promosi negativ yang dilakukan Inggris terhadap produk Jerman akhirnya menjadi senjata makan tuan. Perlahan-perlahan konsumen mereka mulai beralih ke produk Jerman karena kualitasnya yang tidak bisa disepelekan, atau bisa dibilang lebih baik dari produk mereka. Terima kasih Inggris karena kalianlah kita jadi tahu "made in Germany" yang sebenarnya.

Dengan adanya globalisasi & sistem perdagangan bebas di mana produk-produk asing begitu gampang masuk ke suatu negara, tentulah tidak mudah bagi Jerman untuk tetap mempertahankan kualitas produknya, tapi dengan harga jual yang harus menyesuaikan pasar. Apalagi di Jerman sendiri biaya produksi operasi sudah sangat tinggi, begitu juga dengan pajak. Belum lagi harga listrik yang naik setiap tahunnya. Dengan alasan-alasan itulah banyak perusahaan Jerman yang pindah ke negara-negara yang biaya operasinya masih dibilang cukup murah, misal China, India atau ke negara saya sendiri, Indonesia. Ada perusahaan Jerman yang pindah total & ada juga yang hanya memproduksi bagian-bagian (spare part) produknya di negara lain, seperti industri mobil. Lalu bagaimana dengan kualitasnya?

Barang import yang masuk ke Jerman biasanya sudah melewati kontrol & uji coba yang cukup ketat. Itu sebabnya barang-barang yang masuk ke sini dijual lebih mahal daripada di negara lain walaupun dengan label yang sama. Contoh : mobil-mobil Jepang yang dipasarkan di Jerman dengan di Indonesia. Beda harganya jauh banget. Setiap tahun kita selalu berlibur ke Indonesia & selalu menyewa mobil Jepang. Walaupun itu mobil masih 'gres' (paling lama umur 2 thn), tapi belum pernah kita dapat mobil dgn 'air bag' & mobil masih jalan seperti perahu (kata suami), karena masih berisik & jalannya tidak mulus. Mobil seperti itu tidak akan pernah bisa dipasarkan di jerman. Kalau Jerman sudah mematok standart yang tinggi untuk produk import, tentu saja produk mereka sendiri paling tidak harus lebih dari mereka dari segi kualitasnya.

Label 'made in Germany' bisa disematkan ke suatu produk Jerman, apabila  penyelesaiannya (finishing) dilakukan di Jerman sendiri. Kalau produk tersebut, contoh Bosch, yang seluruh penyelesaiannya dilakukan di negara lain (mis.Portugal) maka ditulis made in Portugal, walaupun tercantum nama Bosch. Yang tentu saja harga jualnya akan berbeda dengan Bosch jerman. Dari segi kualitas (yang menurut banyak orang) sepertinya hampir sama. Walaupun dikerjakan di negara lain, tetap saja pengawasan keseluruhan produksi memakai standart Jerman. Tidak seperti Singapore atau Malaysia, barang 100% asli & dibikin di Indonesia, begitu masuk ke negara mereka langsung diganti 'made in Singapore/Malaysia'. Nyesaknya hati saya melihat produk-produk kita diakui negara lain.

Jika memakai produk 'made in Germany' untuk orang Indonesia itu adalah suatu prestige untuk menunjukkan produk yang mereka pakai bukanlah produk murahan, yang setiap orang mampu membelinya.  Dan masih banyak yang berpikir, kalau barang-barang yang dibawa dari Jerman atau dibeli di sana, otomatis itu buatan Jerman. Itu alasan, jika salah satu anggota keluarganya ada yang menikah dengan orang jerman, maka mulai dari keluarga, kerabat dekat sampai tetangga pun minta dibawakan oleh-oleh, walaupun permintaan mereka banyak dijual di Indonesia. Ada untungnya juga bagi saya selama keluarga saya berpikiran seperti itu, karena saya tidak harus merogoh kocek terlalu dalam untuk memenuhi permintaan mereka. Beli aja barang made in China di Berlin. Toh mereka sampai saat ini tidak pernah memperhatikan 'etiket' barang dengan teliti. Selama mereka senang & nyaman dengan pemberian saya, maka saya pun masih bisa tersenyum.

Kalau ada pembaca yang menanyakan apakah saya selalu memakai produk Jerman? Jawabannya ya & tidak. Untuk peralatan dapur, hampir 100% produk jerman (kecuali mesin kopi), karena saya suka masak & saya perlu peralatan yang bisa bertahan lama. Begitu juga sepatu atau peralatan elektronik lainnya. Sedangkan untuk yang lainnya saya masih bisa kompromi. Membeli barang berkualitas sama seperti menabung untuk masa depan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun