Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Susahnya Berbisnis di Indonesia

22 Mei 2014   00:36 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:16 327 2
" ....ein Geschäft zu machen ist es verdammt schwierig in Indonesien. Es kostet viel Geld, viel Zeit,viel Kraft, und etc.,aber letztendlich bekommst du gar nichts, nichts. Das macht mich frustrieren (untuk bikin bisnis di indonesia benar-benar susah. Menghabiskan banyak uang, banyak waktu, banyak tenaga, dan lainnya, tapi akhirnya kamu tidak dapat apa-apa. Itu bikin saya frustasi)", itulah sebagian percakapan yang saya dengar antara suami teman saya dengan suami saya belum lama ini. Keluhan dari suami teman saya itu sudah sering saya dengar juga dari beberapa teman kita yang orang jerman. Kalau kita tidak pernah mengalaminya sendiri, tentu saja kita tidak percaya dengan ucapan mereka.

Indonesia, negara yang untuk orang jerman sudah tidak asing lagi. Indonesia yang identik dengan alamnya yang indah, orang-orangnya yang ramah, budayanya yang beraneka-ragam, mataharinya yang terus bersinar, itulah gambaran pertama orang jerman, ketika mereka tahu saya dari negara itu. Tentu saja saya bangga mendengarnya. Karena gambaran yang positif itulah banyak turis jerman yang datang ke indonesia untuk berlibur. Dari kunjungan singkat, menjadi kunjungan permanen. Dan berpikirlah mereka untuk menetap & berbisnis di indonesia. Dengan persiapan yang matang & segala rencana yang sudah ada di kepala, mulailah mereka mencoba "mengadu nasib" di indonesia. Mereka bermimpi bisa menghabiskan masa tuanya di tempat yang mereka pikir seperti 'Paradies' (surga). Tetapi bukannya paradies yang didapat, malah nerakalah jadinya. Bisnis hancur & uang hilang.

Penyebab gagalnya mereka yang mau berbisnis di Indonesia, bisa dibilang hampir semuanya sama. Faktor-faktornya adalah:

-menurut mereka, orang Indonesia selalu berpikir tentang uang lebih dulu ketika ada orang jerman atau orang asing yang mau investasi. Mereka (orang indonesia) tidak mau melihat jangka panjang yang dihasilkan dari hasil investasi itu untuk kedua pihak & orang-orang di lingkungannya. Maunya cepat dapat uang. Bisa jadi pola pikir seperti ini ditimbulkan karena kita dari kecil sudah dicekoki kata-kata "ngapain pikir jauh ke depan, kalau kita tidak tahu akan ada apa nantinya, pikir saja untuk hari ini". Dalam bisnis jelas hal ini tidak bisa dipakai. Orang yang mau berbisnis adalah orang yang harus sabar & tahan banting & bukan orang yang berpikiran pendek.

-orang Indonesia sering tidak mau keluar modal (wah...yang ini bikin malu saya) kalau diajak berbisnis. Banyak ide telah dibicarakan, tapi giliran ditanya berapa mau investasi, jawabannya hanya diam atau saya masih pikir-pikir dulu (pikir bagaimana bisa ikut bisnis dengan uang sedikit  atau kalau bisa gratis). Yang ini pernah kita alami sendiri. Kalau mau berbisnis, untung & rugi harus ditanggung bersama. Jangan hanya mau untungnya saja.

-mata uang rupiah yang tidak stabil. Sulit untuk menentukan biaya operasional yang 'pas' dengan mata uang seperti ini, kalau dalam satu hari saja naik-turunnya rupiah bisa tajam.

-hukum yang belum memihak ke orang asing. Sebagai pemegang modal terbesar, wajar-wajar saja kalau mereka minta dilibatkan sepenuhnya dalam mengelola bisnisnya. Mulai dari sulitnya mendapatkan visum untuk tinggal menetap sampai kepemilikan properti (mis. tanah & bangunan) yang masih harus menggunakan nama orang lokal. Beli dengan uang sendiri, tapi tidak boleh memilikinya. Aneh! Di jerman siapapun orang asing boleh beli tanah atau rumah, kalau mereka punya uang. Hanya untuk tinggal, mereka harus ada ijin. Untuk membuka Konto (rekening bank) juga masih jadi kendala untuk orang asing, karena pihak bank meminta selain pasport, juga harus ada KIMS/KITAS/KITAP. Di jerman kita hanya perlu paspor untuk itu.

-korupsi di mana-mana. Ngurus ini, ngurus itu harus bayar lebih, dengan alasan untuk lebih cepat selesainya. "Der Fisch stinkt vom Kopf" (ikan bau mulai dari kepala), itu gambaran korupsi yang ada di indonesia. Kalau dari atasnya sudah tidak beres, jangan harap yang bawah juga beres. Saya tidak bilang, jerman bersih dari korupsi, hanya tidak separah seperti di indonesia. Jerman terkenal dengan banyaknya birokrasi, tapi kalau kita mau  mengurus sesuatu (mis.ijin tinggal atau apalah), kita tidak mengeluarkan 'biaya siluman'(seperti di indonesia) diluar biaya yang sudah ditentukan. Dan jangan coba-coba menyuap petugasnya untuk itu, bisa-bisa urusan dengan polisi. Saya berharap suatu waktu bisa menyaksikan "indonesia yang lebih bersih".

-perbedaan harga. Saya sudah berkunjung ke beberapa negara, tapi hanya di indonesia saya menemukan harga turis & harga lokal. Kalau dilihat calon pembelinya turis, harga naik berlipat-lipat. Suami saya sering ngumpet kalau saya lagi membeli sesuatu di indonesia, katanya, takut harganya dinaikkan kalau penjual melihatnya. Modal bisnis yang tadinya hanya 1 juta rupiah (contoh), bisa membengkak jadi 3 juta rupiah.

-mentalität (mentalitas). Orang jerman terkenal serba disiplin & teratur. Menghadapi mentalitas orang indonesia yang semaunya, jelas saja sering tidak nyambung. Contoh kata 'besok' (morgen) untuk orang jerman artinya besok, ya besok (ada batas waktu), tapi untuk orang indonesia, artinya bisa tanpa batas, bisa 3 hari lagi, seminggu, sebulan, bahkan bisa setahun. Janji datang, tapi datangnya terlambat berjam-jam atau paling jelek tidak datang & tidak telpon. Lebih suka ngobrol waktu jam kerja, pekerjaan sering tidak selesai.

-infrastruktur yang belum baik. Listrik yang masih sering mati, kemacetan yang parah , jalan-jalan yang masih banyak rusak, kurangnya persediaan air bersih, dan lain-lain. Semua aspek ini ikut menyumbang  kelangsungan hidup suatu usaha.

Indonesia bisa lebih maju & makmur kalau indonesia mau membuka pintunya lebih lebar lagi dengan memberi kemudahan-mudahan orang asing berinvestasi. (Saya tidak bicara tentang perusahaan asing besar yang investasi di indonesia, karena dengan modal yang kuat, pemerintah indonesia sudah "willkommen" lebih dulu). Daripada uang mereka ditanamkan ke negara tetangga, mis.Singapore, Thailand, lebih baik kita yang menerimanya. Kalau untuk memperbaiki ekonomi negara dengan uang sendiri tidak bisa, apa salahnya menggunakan uang orang lain. Yang penting kedua-duanya sama diuntungkan. Also, einen schönen Tag !

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun