Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Menjelang Ramadhan, Momentum Kita Untuk Evaluasi Diri

3 Juni 2015   09:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:24 66 0

 

Menjelang bulan Ramadahan, aroma dan gebyarnya sudah mulai nampak. Pengurus masjid sudah menyusun jadwal penceramah yang akan mengisi Kuliah Ramadhan, Kuliah Subuh, dan kegiatan lain di masjidnya. Selain itu, masjid pun dipercantik, dindingnya dicat, penerangannya ditingkatkan, program-programnya dibuat sedemikian rupa agar menarik dan dapat mengudang jama’ah, fasilitaspun ditambah dan ditingkatkan untuk mengantisipasi membludaknya jama’ah. Di luar sana, TPU-TPU ramai dipadati pengunjung.  Kuburan-kuburan dibersihkan, penjiarah berduyun-duyun, ada yang berdo’a untuk keluarga yang telah mendahuluinya. Dari sisi keberagamaan, di bulan Ramadhan ini umat Islam seperti terbangkit kesadarannya untuk menunjukkan eksistensinya sebagai seorang Muslim yang baik, Mu’min yang Muttaqien. Bahkan ada juga  yang “mendadak ta’at”. Bagaimana tidak, di bulan Ramadhan umat Islam berbondong-bondong mendatangi masjid dan mushalla untuk melaksanakan shalat berjamaah, dilanjutkan dengan shalat tarawih, dilengkapi dengan mendengarkan ceramah Ramadhan dan disempurnakan dengan infaq, sedekah, menyantuni anak yatim dan membantu fakir-miskin. Di hari-hari pertama Ramadhan (dan umumnya  sampai hari ke sepuluh), masjid penuh dan tidak mampu menampung jama’ah. Padahal di hari-hari biasa, gelaran 2 shaf tikar sembahyang sulit untuk penuh. Diterima atau tidak, itulah diantara daya panggil dan semaraknya pemKitangan yang selalu kita lihat setiap menjelang dan waktu Ramadhan.

Memang, semarak keagamaan di negri kita belakangan ini sangat menggembirakan. Kegiatan-kegiatan keagamaan, mulai dari majlis ta’lim, pengajian-pengajian, tadarus Al Quran, Tabligh Akbar, hingga Dzikir Akbar dan Dzikir Bersama bermunculan secara semarak, mulai dari musholla-musholla kecil, masjid Agung, hingga di hotel-hotel berbintang. Tetapi sayangnya kita sering terjebak dalam gebyar seremonial, jauh dari pemahaman akan hakekat ibadah, dangkal dari pemahaman esensial perintah agama. Nampaknya, ada yang "ganjil" dalam sikap beragama dan keberagamaan masyarakat kita. Karena itu, memasuki bulan Ramadahan tahun ini, tepat rasanya kita melakukan evaluasi. Ibadah Puasa Ramadhan pada hakekatnya tidak saja mencakup pelaksanaan Puasa dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari; Atau pelarangan makan dan minum atau hal-hal yang  membatalkan Puasa, tetapi juga mencakup seluruh pengelolaan diri terhadap sumber-sumber ni’mat yang dianugerahkan Tuhan kepada kita untuk mencapai tujuan, yaitu mampu memenej diri sendiri dalam mengelola (mensyukuri) nikmat yang diberikan oleh Tuhan. Kedua, selalu memelihara kualitas diri.

Adapun hal-hal yang membatalkan puasa bukan hanya mengurangi nilai ibadahnya akan tetapi juga akan membatalkan hakikat, tujuan dan membatalkan pahala puasa itu sendiri. Kalau puasa dimaknai hanya menahan diri dari yang membatalkan ibadahnya secara syar’i, maka hal ini tidak seberat ketika dimaknai menahan diri segala yang membatalkan hakikat, tujuan dan pahala puasa. Adalah na’if bila kegiatan besar yang menelan energi dan pengeluaran ekstra itu dilaksanakan asal-asalan, lebih mengutamakan gebyar seremonialnya dan melupakan subtansi dan esensi ibadah Puasa itu sendiri. Kita menempatkan Puasa Ramadhan itu sebatas kegiatan rutin tahunan yang diakhiri dengan Idul Fitri, dihiasi dengan halal-bil halal atau silaturrahim I’edul Fitri, dsb,. Sehingga lepaslah Puasa Ramadhan itu begitu saja, seperti lepasnya layangan dari talinya. Puasa Ramadhan yang kita lakukan tidak membawa dampak berarti terhadap diri pelakunya. Puasa Ramadhan sebagai ibadah  yang datang dan pergi tanpa ada perencanaan, pengamatan dan evaluasi sewajarnya. Tidak perlu disangsikan, bahwa metode di bulan Ramadhan adalah metode pengembangan diri yang terbaik. Bagaimana tidak, melalui ibadah Puasa Ramadhan derajat taqwa bisa dicapai. Karena itu, jika metode pengembangan diri melalui ibadah Ramadahan diadaptasi dan diterapkan dengan baik, insyaAllah akan memberikan hasil yang luar biasa. Kita sudah dilatih, dan kita bisa. Seharusnya ini menjadi modal sukses umat Islam dalam segala bidang. Ada tiga pelajaran penting dalam Ibadah Puasa Ramadhan:

1. Melatih Disiplin

Ibadah puasa, mengajarkan kita untuk hidup disiplin. Kita dilatih untuk tidak memakan atau meminum makanan mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari, padahal makanan itu halal. Bukan masalah halal haram yang bicara disini, tetapi sejauh mana kita (1) mentaati perintah;  dan (2) disiplin melakukannya. Kita harus melakukannya selama sebulan penuh, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari (waktu maghrib). Ini sebuah pelatihan dan pembiasaan disiplin yang luar biasa  jika kita melakukannya dengan penuh kesungguhan. Aplikasinya, kita bisa melatih dan membentuk sebuah kebiasaan yang positif untuk diri kita. Kita bisa memaksakan satu kebiasaan baru yang positif dengan penuh disiplin. Mungkin, tidak akan ada yang marah saat kita membatalkan kebiasaan tersebut, tetapi  kita sudah terlatih untuk tetap taat setidaknya dalam 1 bulan agar terbiasa nantinya.

2. Membangun Kejujuran

Ibadah Puasa Ramadhan melatih kejujuran. Ketika kita seorang diri, tidak ada yang mengenal kita di sebuah tempat yang jauh dari rumah kita. kita bisa saja masuk ke rumah makan atau warung kopi untuk makan atau minum dan tidak ada orang lain yang mengenal kita. Namun, bagi orang beriman, tidak akan melakukan hal ini. Karena dia sadar bahwa Allah selalu mengawasinya. Ini adalah sebuah latihan kejujuran. Banyak yang mengatakan bahwa kejujuran adalah modal untuk sukses. Sementara dusta akan merusak sukses. Aplikasinya, kita bisa berlatih jujur dalam menjalankan tugas dimana kita ada peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi tanpa diketahui orang. Kejujuran itu kita lakukan karena kita sudah terbiasa melakukannya selama satu bulan penuh.

3. Membangun Kesabaran

Puasa Ramadhan melatih kesabaran. Kita dilatih tetap puasa dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari (waktu magrib). Dari awal bulan sampai akhir bulan Ramadhan. Aplikasinya, kita bisa melatih kesabaran dengan cara mengatur rentang waktu tertentu, kemudian Kita mengerjakan sebuah program. Kita tidak berhenti sampai waktu tersebut habis atau pekerjaan selesai. Sebagai contoh misalnya, setiap hari kita sisihkan waktu satu jam untuk membaca. Lalu kita membaca dan tidak berhenti sebelum waktu satu jam itu habis. Pada tahap awal kita tentu merasa bosan, tetapi usahakan dengan sabar membaca selama 1 jam. Lakukan ini selama  1 bulan, maka Kita akan terbiasa membaca 1 jam per hari.

Rasanya, belum terlambat untuk memperbaiki semua kesalahan kita. Masih ada kesempatan bagi kita  untuk mengaji dan membenahi Puasa, yang yang akan kita laksanakan. Kalau toh tidak mampu mempersiapkan dan merencanakan secara cepat, paling tidak, kita  mulai mempersiapkan evaluasi kritis terhadap pelaksanaan Puasa Ramadhan tahun ini.  Sehingga sebagai umat beragama kita bisa lebih baik lagi dan sebagai warga masyarakat yang bermoral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun