Pemikiran etika membutuhkan tahapan sistematiasi dan sophistic intelektual yang maju. Sebelum munculnya teologi dan filsafat pada abad ke-8 dan ke-9 aktivitas semacam itu benar-benar terputus. Pada komentator al-qur’an, ahli hadits dan ahli hokum telah berusaha dalam analisis dan interpretasinya melibatkan aktivitas intelektual yang sungguh-sungguh dalam arti luas. Akan tetapi aktivitas tersebut berhubungan erat dengan sumber-sumber aslikebenaran al-qur’an dan sunnah dan kurang menggunakan akal sebagai karakter aktivitas dialektika dan rasional murni, dengan kesan koherensi dan kompherensifnya. Yang muncul dalam proses ini adalah serangkaian pandangan dan refleksi moral dan bukan teori etika dalam bentuk baku.