Berikut adalah beberapa poin utama dari teori perkembangan sosial dalam konteks kecerdasan emosional menurut Goleman:
1. Kesadaran Diri (Self-Awareness): Individu yang memiliki kesadaran diri tinggi mampu memahami emosi mereka sendiri, mengenali dampaknya pada perilaku, dan menyadari kekuatan serta kelemahan mereka. Kesadaran diri menjadi fondasi bagi hubungan sosial yang sehat karena seseorang bisa bertindak dengan integritas dan kepercayaan diri.
2. Pengelolaan Diri (Self-Management): Ini merujuk pada kemampuan untuk mengendalikan emosi dan dorongan yang kuat, menghindari reaksi berlebihan, dan bertindak dengan fleksibilitas di berbagai situasi. Pengelolaan diri yang baik memungkinkan seseorang untuk tetap tenang dan efektif saat berhadapan dengan tekanan sosial.
3. Kesadaran Sosial (Social Awareness): Ini mencakup kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan menunjukkan empati. Seseorang yang memiliki kesadaran sosial tinggi mampu menangkap isyarat emosional, memahami kebutuhan, dan menanggapi orang lain dengan cara yang tepat, yang penting dalam membangun hubungan sosial yang baik.
4. Keterampilan Sosial (Social Skills): Ini mencakup kemampuan untuk membangun hubungan yang kuat, memimpin, menginspirasi, memengaruhi, berkomunikasi dengan baik, dan bekerja sama dalam kelompok. Individu yang memiliki keterampilan sosial tinggi dapat memanfaatkan hubungan sosial mereka untuk menciptakan lingkungan yang produktif dan harmonis.
Secara keseluruhan, teori Goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah bagian penting dari keberhasilan sosial, karena ia memengaruhi cara kita berinteraksi, berkomunikasi, dan membangun hubungan dengan orang lain. Goleman menekankan bahwa kecerdasan emosional dapat dipelajari dan dikembangkan sepanjang hidup, yang sangat penting untuk perkembangan sosial seseorang.Berikut adalah contoh penerapan teori perkembangan sosial menurut Daniel Goleman tentang kecerdasan emosional di lingkungan keluarga dan lingkungan kerja:
1. Lingkungan Keluarga
Kesadaran Diri (Self-Awareness): Orang tua yang memiliki kesadaran diri tinggi mampu mengenali emosinya ketika menghadapi tantangan dalam mendidik anak. Misalnya, ketika merasa marah, orang tua bisa menyadari bahwa kemarahan itu dipicu oleh kelelahan, bukan karena kesalahan anak. Dengan kesadaran ini, mereka bisa mengelola responsnya secara lebih baik.
Pengelolaan Diri (Self-Management): Seorang ayah atau ibu yang mampu mengelola emosinya akan tetap tenang saat anaknya tidak menuruti aturan rumah. Mereka akan mengendalikan dorongan untuk marah dan memilih cara yang lebih produktif seperti memberi pengertian kepada anak.
Empati (Empathy): Orang tua yang memiliki empati dapat memahami perasaan anak ketika mereka sedih atau frustasi. Misalnya, ketika seorang anak gagal dalam ujian, orang tua dengan empati tidak hanya menegur, tetapi berusaha memahami perasaan kecewa si anak dan memberikan dukungan emosional.