Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Gudeg, Nangka Muda, dan Sekelumit Sejarah

9 Februari 2011   15:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:45 289 1
Ini adalah obrolan sederhana. Ongkokham pernah bilang bahwa gudeg, makanan khas jogja dan solo, sebenarnya adalah daging kerbau. Ongkokham adalah sejarawan kritis. Ia sekaligus seorang juru masak yang handal. Ketika mendengar argumen dia bahwa gudeg adalah daging kerbau saya agak ragu. Namun, saya kembali ingat canda nenek ketika masak sayur nangka muda. Di Blitar ini sayur ini disebut 'jangan tewel'. Nenek tidak pernah menyebut masakan ini sebagai sayur nangka muda/'jangan tewel'.  Ia selalu menyebut sayur ini sebagai 'jangan iwak kebo.  Arti harfiahanya sayur daging kerbau.

Kalau dipikir-pikir kembali argumen Pak Ongkokham barangkali masuk akal. Jawa di masa silam adalah pulau dengan hutan lebat. Di hutan banyak sekali hewan. Termasuk pula banyak sekali hewan ternak. Terutama Kerbau. Nah, kerbau sering disembelih untuk pesta. Barangkali cara masak daging kerbau adalah dibikin gudeg. Dengan dibikin Gudeg, daging jadi awet. Daging bisa bertahan berhari-hari. Barangkali di zaman Sultan Agung, Gudeg masih berbahan utama daging kerbau.

Gudeg beralih menjadi kumpulan nangka muda, sejak kapan, saya sendiri tak tahu. Namun jika menengok kembali sejarah Jawa, akan nampak jelas, kalau jawa penuh peperangan. Peperangan menimbulkan kekurangan bahan pangan. Hewan piaran, di samping sebagai status sosial, juga berfungsi sebagai cadangan makanan. Pada waktu perang banyak sekali pencurian dan perampasan hewan ternak.  Pada waktu Perang Jawa yang terjadi di sekitar waktu maghrib 1825-1830, banyak sekali  hewan ternak yang hilang. Pada saat inilah masyarakat kemudian berinteraksi dengan nangka muda untuk diolah menjadi "Gudeg".

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun