Kususur kembali wajahmu dari lapik-lapik debu terminal. Bermula dari uap asin angin payau terminal Lhokseumawe, mengendus ke Krueung Geukuh, melompat ke harum sate Matang Glumpang Dua, meruyak dalam himpitan plastik kripik pisang di Bireuen, tersaruk-saruk dalam asap RBT di Samalanga, menggelinding dalam selang pom bensin Ulee Gle, timbul tenggelam di tambak-tambak tua Trienggadeng Panteraja, hingga akhir tersuruk pilu di Sigli yang dikerubung debu siang itu.