Tulisan ini hanya sekedar ingin bercerita bahwa seperti inilah kehidupan berlalu lintas dijalan raya. Pada hari itu, kebetulan razia pertama saya dapati masih dalam wilayah Kab. Soppeng, Alhamdulillah tidak ditahan atau disuruh berhenti, mungkin karena mobil saya tidak ada muatan dan berplat lokal setempat. Aman. :D. Dan Seperti pada umumnya pengendara mobil di daerah (kampung) sangat jarang menggunakan sabuk pengaman, saya pun meskipun merasa orang yang patuh, tetapi juga tidak mengenakan sabuk pengaman. Hehe.
Memasuki wilayah Kabupaten Tetangga menuju Kota Palopo, tepatnya Kabupaten Wajo, ada razia petugas Polisi Lalu Lintas, ini razia yang kedua. Ternyata tidak semulus yang pertama, saya disuruh berhenti kemudian diminta menunjukkan STNK. Dengan merasa bahwa saya lengkap dan tidak ada pelanggaran saya menyerahkan STNK dengan SIM. Ternyata bapak polisi tersebut mengambil dan langsung pergi, menyerahkan STNK dan SIM saya kepada rekannya yang berada di mobil. Saya dipanggil, kayaknya ada yang aneh kalau begini. Saya pun turun dari mobil dan mendengar bahwa pelanggaran saya tidak mengenakan safety belt alias sabuk pengaman. Waktu itu ada beberapa orang pengendara yang senasib dengan saya. Kami antri untuk menghadap kepada Bapak Polisi yang terhormat dan tidak basa-basi itu. Seingat saya mobil yang dipakai razia waktu itu mobil bertuliskan J*** RA***** dengan plat warna hitam (saya yakin plat tersebut plat gantung alias palsu, karna plat hitam menunjukkan identitas sesuai tulisan pada mobilnya, mungkin modus masuk SPBU). Haha.....(artinya ada pelanggaran juga sama mereka). Indonesia gitu loh.
Terdengar samar, pak polisi bertanya "pelanggaranmu safety belt, ditilang saja 250ribu" sontak pengendara tersebut kaget dan langsung minta atur damai. Kemudian dia mengeluarkan selembar uang merah "woow 100ribu" dalam hati saya berkata. :D. Tiba kemudian giliran saya sudah tidak ada lagi penjelasan pelanggaran, yang ada langsung tanpa basa-basi "Kau, berapa uangmu disitu?", yah karena uang yang ada hanya selembar 50ribuan, terpaksa saya kasihnya yang itu. Padahal yang ada dalam benak saya, cuma mau kasih 20ribu saja. Saya sempat ditahan dulu, "Kau sebentar jalan, karena sebelum kau 100ribu, biarkan dulu dia pergi, karena kau cuma 50ribu. Sebenarnya saya sangat tidak ikhlas memberikan uang tersebut, selain karena cukup banyak menurut saya karena hanya masuk kantong mereka, bukan disetor ke negara, saya juga merasa pelanggaran safety belt mungkin hanya perlu diarahkan/diberitahukan untuk memakainya. Tapi yah, dasar aturan dan juga cara mereka mencari uang di jalan. Sampai begitu tidak ikhlasnya saya orang yang jarang mengumpat dimedia sosial, menyumpahi uang saya itu kalau dimakan supaya jadi penyakit. Hahaha. Daripada tambah lama, lebih baik ikuti saja karena saya juga harus cepat tiba di rumah mertua untuk persiapan acara.
Yah, begitulah kondisi di Indonesia, kesadaran berlalu lintas yang memang masih rendah menjadi lumbung bagi mereka pengayom masyarakat di jalan raya. Hahaha. Sebelum tulisan ini saya buat, saya juga sempat mencari-cari artikel yang membahas hal seperti ini, ternyata banyak. jadi saya termotivasi juga untuk berbagi cerita. Mungkin yang perlu dilakukan dalam membenahi kondisi seperti ini, dengan terus melakukan sosialisasi taat aturan dijalan raya, Para Pengayom Masyarakat ini mungkin bisa melakukan kegiatan rutin "Memasangkan Sabuk Pengaman pada setiap pengendara yang tidak menggunakan", "Memberikan arahan tentang pentingnya hal tersebut, jangan langsung minta uang damai", karena hal tersebut menurut saya hanya akan semakin memperburuk citra mereka sendiri, meskipun pada dasarnya memang masyarakat yang tidak taat. Pada beberapa tulisan yang saya dapat bahkan ada istilah Preman Jalanan, ini kan menjadi hal yang sangat tidak bagus buat citra polisi yang katanya "Pengayom Masyarakat". Kecuali kalau memang hal tersebut sengaja dibiarkan (kurang pembinaan dan arahan untuk taat berlalu lintas) dan memang untuk lumbung pangan bagi mereka, yah maka jangan harap tercipta taat berlalu lintas. Yang ada mereka kenyang tapi juga mungkin akan semakin dibenci dan dicaci. Sekian, Wassalam.