Saat itu juga bulu kudukmu berdiri, kamu segera menutup pintu kamar. Kamu ingat malam itu malam Jumat Kliwon. Tiba-tiba tubuhmu seperti terkena lelehan es. Dingin menyusup. Kamu kunci pintu, lalu berbaring di kasur, tubuhmu ditelan selimut tebal.
Sesekali kamu mendengar suara wanita tua yang lamat-lamat berkata, "Kembalikan cerminku." Jantungmu berdetak kencang. Keringat dingin luruh.
Kamu baru ingat, hari Minggu ini kamu berwisata ke hutan pinus. Kamu sempat berteduh di gubuk tua bersama dengan temanmu, Yusi. Saat itu, kamu menemukan cermin bundar berukuran mungil, dilapisi kayu berserat hitam. Tangamu mengusap debu, seketika cermin memantulkan wajahmu yang kelelahan. Cermin itu, sekarang kamu simpan dalam laci kamarmu.
"Kembalikan cerminku." Samar-samar bunyi itu terdengar telingamu, meski kamu bersembunyi dalam selimut.
Sementara itu, lacimu mengeluarkan bunyi gaduh, "Dok-dok-dok." membuat jantungmu seperti copot. Nafasmu kini berat seperti ada beban.
Kamu diam sejenak, merasakan keganjilan yang menjadi-jadi. Tidak terduga kakimu seakan ditarik oleh tangan kasar dan dingin. "Tolonngggggg, tolonngggggg!" Kamu berteriak berkali-kali sekuat tenaga.
Dari luar aku mendobrak pintu kamarmu sekuat tenagaku berkali-kali. Akhirnya, kunci penghalang hancur. Kudapati dirimu terlentang kaku. Aku mendekapmu, dan memberikan air minum.
"Aku khawatir denganmu, ada tanda aneh, sehingga aku datang kemari. Ternyata benar firasatku." Aku menunggu penjelasan darimu, kejadian apa yang menimpamu ini.
"Aku sedang diteror bayangan wanita tua. Mungkin berasal dari cermin yang aku bawa kemarin itu, saat aku berwisata dengan Yusi." Jelasmu gemetar dan wajahmu pucat. Kamu menunjukkan cermin dalam laci.
Aku mencoba menghubungi dan menjelaskan kejadian ini ke Yusi pakai Handphone Androidmu. Dia bersedia datang sendiri meski malam buta. Sambil menunggu Yusi, aku dan kamu membuka laci, membungkus cermin itu. Rencana ingin kamu kembalikan ke gubuk tua, tempat menemukan benda aneh ini.
Aku pun juga merasakan keganjilan, seperti yang kamu rasakan. Di luar ada kelebat bayangan wanita tua. Seketika itu, kamu memelukku kencang. Jantungku berdetak. Aku harus kuat, tidak boleh kalah, kataku dalam hati.
Yusi yang meluncur ke sini, tidak kunjung sampai. Entah ada kejadian apa lagi. Aku mencoba menghubunginya tetapi tidak bisa.
***
Matahari mencumbu rerumputan, nafasmu kini tidak berat seperti malam yang berjalan tadi. Tekatmu bulat ingin mengembalikan cermin aneh, agar tidak ada teror yang mengusikmu.
Yusi datang dengan langkah gamang. Semenjak aku hubungi malam tadi, ternyata dia juga merasakan hal aneh, dia diganggu bayangan wanita tua, mobilnya mogok di jalan. Untungnya ada yang menolong.
Tanpa berdiskusi panjang, kami berangkat ke wisata hutan pinus. Yang ditempuh seharian.
"Kalau sampai tidak dikembalikan, mungkin kita akan diteror terus." Kamu berandai-andai buruk.
"Tenang dan tetap fokus. Pasti ada jalan ke luar." Aku meyakinkanmu serta Yusi yang menatap jalan berliku-liku.