Pemilihan Presiden tahun 2014 ini memang sangat meriah dan mungkin menjadi penyelenggaraan pemilihan kepala negara paling semarak sepanjang sejarah Pilpres di Indonesia. Sayangnya, kemeriahan ini bukan dikarenakan visi dan misi kedua Calon Presiden yang fantastis atau munculnya pengaruh positif yang signifikan di tengah masyarakat. Sebaliknya, Pilpres 2014 justru menjadi semarak dan meriah dikarenakan banyaknya ha-hal negative berupa fitnah, adu-domba hingga keributan yang bermuara pada kampanye negative atau sering disebut Black Campaign. Langkah Prabowo dan Jokowi menyambangi tiap-tiap daerah di Indonesia untuk berorasi politik tampaknya tidak meyakinkan pendukung kedua kubu untuk bertindak sebagai pendukung yang sportif. Wujud dari rasa ketidakpercayaan kedua kubu terhadap Capres yang didukung inilah yang menjadi cikal bakal fenomena black campaign terjadi, saling mengumbar keburukan Capres lawan dengan niat menjatuhkan pamor di mata masyarakat. Segala cara dilakukan pendukung-pendukung garis keras kedua pasangan. Maka muncullah Tabloid Obor rakyat, keberpihakan televisi nasional, hingga terror bom di rumah pemenangan kedua kandidat. Bukan  itu saja, beragam komentar pedas menghiasi perjalanan kedua capres menuju 9 Juli 2014. Tak hanya di kalangan politisi yang saling mengumbar keburukan Capres secara subyektif demi mencari muka untuk pasangan Capres-Cawapres yang didukung, gerombolan artis hingga masyarakat awam pun terlibat dalam debat saling mengunggulkan Capres yang didukung. Intinya, pendukung fanatik yang terang-terangan rela mati berdebat dalam berbagai media untuk kedua Capres ini berasal dari simpatisan dan biasanya pihak keluarga terdekat kandidat Presiden terutama anak-anaknya malah adem ayem dan pelit berkomentar di media.
Kemudian, kabar tak terduga datang dari Puteri Amien Rais salah satu Politisi pendukung Pasangan Prabowo-Hatta, Tasniem Fauzia Rais yang mencuri perhatian di tengah panasnya Pilpres di tanah air. Dari Belanda, Puteri mantan ketua MPR ini memposting sebuah artikel di akun Facebook yang disebutnya sebagai Surat Terbuka Untuk Joko Widodo pada Jumat (27/6) . Dalam surat tersebut, Tasniem muncul tak ubahnya sebagai salah satu pendukung fanatic Prabowo yang secara keras mengkritisi semua hal tentang Jokowi dan sebaliknya memuji Prabowo. Aksi ‘Mencuri Perhatian’ ini memang sukses menuai banyak respons dari kedua kubu Capres dan bahkan media Indonesia menjadikan postingan facebook tersebut menjadi berita utama. Mengaku sebagai salah satu anak bangsa Indonesia dalam awalan suratnya, Tasniem ini tampaknya melupakan posisinya sebagai salah satu anak tokoh nasional yang seharusnya menunjukkan sikap bijaksana untuk lebih objektif menanggapi sesuatu. Tetapi apa mau dikata, keputusan Amien Rais untuk turut memenangkan Prabowo-Hatta mungkin menjadi alasan Tasniem membuat surat ini. Hingga membuatnya pikun tentang apa hal baik yang dilakukan Jokowi dan apa kekurangan Prabowo.
Tindakan Tasniem yang tiba-tiba terlibat dalam gejolak politik dengan gambaran dukungan berlebihan ini menjadi satu warna baru yang ikut menyemarakkan Pilpres tahun ini. Setelah politisi, artis dan rakyat awam kini pendukung garis keras juga telah merambah kepada anak-anak politisi. Â Apakah dengan Kerasnya persaingan antar kedua Capres sampai-sampai harus mengerahkan anak-anak politisi? Bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika semua anak-anak politisi-politisi koalisi Parpol kedua kubu Capres membuat surat sejenis, maka tentu saja mereka akan semakin panjang saja perdebatan yang muncul. Tasniem secara tidak langsung telah memunculkan perdebatan baru di media sekaligus mencontohkan kampanye yang kurang baik. Karena telah memberikan penilaian sedemikian rupa tanpa pernah bertemu atau mewawancarai Jokowi yang sebenarnya tidak terlalu sulit baginya sebagai putri seorang Amin Rais.
Sikap  putri Amien Rais ini semakin memperpanjang isu-isu yang kurang baik selama masa kampanye berlangsung. Beruntung anak Jokowi atau anak Prabowo tidak ikut-ikutan membabi buta melakukan pemujaan terhadap ayahnya di media. Setelah video klip dukungan Ahmad Dhani kepada Prabowo beberapa waktu lalu yang Kontroversial sempat membuat media internasional menyoroti Pemilu dengan kabar yang tidak baik, rasanya suasana penyelenggaraan pesta demokrasi tahun ini kian menunjukkan citra yang suram. Isu SARA, Pelanggaran HAM, hingga tabloid fitnah yang beredar memojokkan salah satu Capres telah menjadi salah satu sejarah buruk bagi penyelenggaraan Pilpres tahun ini. Percaya atau tidak, semua itu dilakukan oleh Pendukung kedua kubu yang kini berperang dan saling menjatuhkan.
Agar tidak semakin terpuruk, lihatlah Jokowi dan Prabowo yang saling menyentil dengan elegan dalam berbagai Debat dan kampanye. Lihatlah senyuman keduanya saat bertemu dan berpelukan. Ketika mereka yang menjadi aktor utama dalam persaingan panasnya Pilpres nanti tetap bergandeng tangan walau bersaing, lalu mengapa kita harus saling meninju satu sama lain? Lihat Hatta Rajasa dan Jusuf Kalla yang ternyata teman sepermainan ‘kelereng’ selalu tertawa lepas saat bertemu, mengapa kita pula yang saling mengernyitkan dahi saat berargumen? Jika menang, mereka akan menjadi pemimpin negara yang akan masuk di buku sejarah, lalu dari perdebatan keras  kita membela keduanya akan dapat apa? Jatah menteri? Jatah Kepala Daerah? Tidak kan? Marilah saudara untuk berfikir lebih realistis, boleh kritis tapi harus adil. Katakana yang sebenarnya tanpa menutupi kesalahan Capres yang didukung. Buka telinga untuk mendengar kekurangan Capres kita dan jangan tutup kala mendengar kelebihan Capres lain.
Pelajaran untuk masyarakat Indonesia, jangan menjadi kuda pacu yang disetir oleh seorang koboi. Â Jangan juga menjadi Kerbau yang dicocok Hidungnya. Semuanya kita memiliki hak dan kebebasan bersuara. Biarkanlah Jokowi dan Prabowo bersaing secara sehat dan elegan. Dengan demikian akan terwujud Pemilihan yang bersih dan selanjutnya menghasilkan pemimpin terbaik untuk memimpin bangsa ini menuju kemajuan. Salam damai!