RUU Pilkada oleh DPRD yang diwacanakan oleh Koalisi Merah Putih melalui fraksi-fraksinya di DPR menuai pro kontra yang berbuntut kisruh berkepanjangan. Tak hanya perselisihan antar Partai Politik, pengesahan RUU Pilkada oleh DPRD di sidang Paripurna DPR (26/9) lalu menuai banyak respon dari masyarakat. Tak hanya dari protes melalui unjuk rasa di lapangan, media sosial seperti twitterpun bergejolak dengan banyaknya kritik netizen terhadap SBY yang dipandang memuluskan pengesahan RUU tersebut. Tercatat sebanyak 10 ribu kicauan yang masuk ke twitter berisi hujatan kepada SBY setiap harinya sebagai imbas keekcewaan masyarakat.
Kisruh ini belum juga selesai, kembali anggota Koalisi Merah Putih yang merupakan Politisi asal Partai Amanat Nasional (PAN) yakni, Herman Kadir mengemukakan usulan baru agar Pemilihan Presiden dikembalikan kepada MPR . Menurut Wasekjen PAN ini, usulan tersebut dapat direalisasikan dalam amandemen UUD 1945 tentang pengembalian Pilpres kepada MPR. Wacana yang menurutnya sudah sejak lama diutarakannya ini merupakan jawaban atas ketidaksiapan warga Indonesia melakukan Pemilihan Langsung. Seperti dikutip dari Tempo.co.
“Saya salah satu yang paling keras mengusulkan, Kalau pilpres langsung menimbulkan konflik, saya pikir harus dicabut. Karena Pilpres kemarin itu hampir memecah belah bangsa ini.. Ya makanya kita harus kembalikan ke MPR” kata Herman di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/9/2014).
Dalam kondisi dimana RUU Pilkada tersebut masih menimbulkan banyak protes dan kisruh di tengah masyarakat, cukup heran juga membaca pernyataan Herman Kadir ini. Ketika masyarakat merasa haknya telah diperkosa oleh Anggota DPR yang mengesahkan UU Pilkada, kini Kadir malah mengeluarkan pemikiran yang tak kalah kontroversinya. Pasca disahkannya UU Pilkada, anggota KMP memang tampaknya sangat bahagia dan percaya diri. Kadir ini menjadi satu bukti anggota yang belingsatan kegirangan dan tak perduli akan amarah rakyat dan penolakan rakyat. Miris sekali!
Perbedaan pendapat atau Pilihan saat Pilpres kemarin memang menimbulkan konflik antar kubu, ini yang dijadikan anggota Komisi Pemerintahan DPR RI ini dan menyebut Indonesia belum siap melakukan Pemilihan Pemimpinnya secara langsung. Tak sadarkah politikus ini bahwa ‘mereka’ lah yang memecah belah masyarakat dengan bertarung tidak sportif? Menyogok masyarakat yang kurang paham dengan sejumlah uang agar terpilih dan melenggang ke Senayan. Kini menyebut bangsa Indonesia belum layak melakukan Pemilihan Langsung. Sadarkah Kadir bahwa dengan pernyataannya ini, ambisinya menguasai pemerintahan semakin tampak jelas? Atau ini bentuk ketakutan di Pilpres 2019 mendatang. Jadi sebagai wanti-wanti karena rakyat tak akan memilih orang yang merampas hak demokrasinya. Tandai Herman Kadir, asal PAN!
Satu hal yang menurut saya menjadi kebiasaan Politisi negeri ini dalam menarik kesimpulan sendiri dengan mengutip peristiwa-peristiwa masa lampau menjadi acuan. Contohnya menyimak kelanjutan pernyataan Kadir yang mengutip Soekarno:
“Begini Bung Karno, dengan rumusan mengatakan sila ke 4, ideologi pabcasila mengatakan bahwa kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarayan perwakilan. Itu berarti apa, kenapa Bung Karno mengutip ini, terus pidato Bung Karno tanggal 1 Juni, demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila," ujarnya (Tribunnews)
Relevankah pernyataan Bung Karno tersebut di masa sekarang? Saat anggota DPR dan MPR sudah sarat kepentingan dan citranya buruk dengan banyaknya yang berubah status menjadi tahanan karena kriminalitas. Masih bisa dipercaya? Ketika masa Soekarno semua pejabat pemerintah masih focus untuk memperjuangkan kedaulatan negara tidak seperti sekarang yang mana pejabat berlomba memperkaya diri dan memuaskan ambisi pemimpin Parpol.
Herman kadir memang sangat ‘berani’ saat gejolak UU Pilkada tengah hangat dan secara perlahan telah membeberkan progja-progja mereka selanjutnya dalam mengacak-acak demokrasi di negeri ini. Tak puas hanya dengan Pilkada oleh DPRD, kini Pilpres oleh MPR, lalu besok mungkin Pileg oleh Presiden. Demokrasi benar-benar dibunuh oleh orang-orang seperti Kadir.
Namun yang sangat disayangkan adalah masih adanya beberapa masyarakat yang belum sadar dan matanya belum terbuka akan apa yang tengah terjadi di Indonesia. Terlalu terjebak dalam fanatisme efek memuja salah satu kubu Capres di Pilpres membuat mereka buta dan tuli akan hak suaranya yang dicabut secara bertahap. Setelah UU Pilkada, usulan amandemen UUD 1945 tentang Pilpres oleh MPR, lalu masyarakat tinggal menjadi penonton yang dibuat menjadi boneka!
Harapan saya semoga saja Kadir lebih menahan diri dalam berkomentar seperti yang sekarang, lihat dulu kondisi masyarakat. Ya, selesai dulu UU Pilkada ini baru Progja selanjutnya dibeberkan ke media-media. Dan semoga tahun 2019 nanti yang terpilih duduk di senayan benar-benar yang peka kepada rakyat dan menghargai rakyat. Tentu saja, masih terus berdoa untuk kemajuan dan kedamaian bangsa Indonesia yang tercinta.
Salam demokrasi!
Berita:
100 Ribu Tweet Hujat SBY Sehari Terkait UU Pilkada