Beberapa hari yang lalu, aku dan kawan-kawan mengunjungi sebuah panti yang dikelola oleh Kementerian Sosial, Panti Wyata Guna. Panti ini terletak di Jalan Pajajaran, seberang GOR Pajajaran, dekat Istana Plaza. Begitu sering aku melewati jalan ini sebelumnya, tapi baru kali itu aku mengetahui bahwa itu adalah sebuah panti, panti untuk saudara-saudara kita yang tunanetra. Terimakasih untuk kawan yang telah memberitahukan tentang panti ini kepada kami.
Kami kesana berjumlah 29 orang, dari berbagai kampus di Bandung. Sebelumnya kami dihubungi oleh seorang koordinator disana, Mbak Resty namanya. Dia kuliah di UPI sekarang, angkatan 2006 dan saat ini sedang menyusun skripsi untuk jurusan Sekolah Luar Biasa. Mbak Resty juga seorang tunanetra. Mendengar ini aku sempat sedikit malu, karena aku sendiri masih angkatan 2006 dan parahnya masih belum menyusun skripsi hingga detik itu. Tapi besok harus sudah memulailah, besok hari apa dan tanggal berapa? Ya, besok lah. Hehe, kembali ke topik.
Awalnya kami diminta untuk membacakan buku Matematika dan Bahasa Inggris untuk beberapa orang dan hanya dibutuhkan beberapa orang reader saja. Oh iya, reader itu adalah istilah di panti ini untuk orang-orang yang membacakan buku/cerita kepada mereka. Namun, karena keinginan yang sangat besar dari kawan-kawan, dimana setiap orang mengajak kawannya yang lain, maka terjadilah peristiwa ekonomi “supply lebih banyak daridemand”. Jumlah kami yang datang melebihi kebutuhan yang diminta Mbak Resty. Tapi tidak mengapa kata Mbak Resty. Di panti ini terdapat banyak asrama, dimana setiap asrama ditempati oleh beberapa belas kawan-kawan kita yang tunanetra. Kami diminta untuk mendatangi setiap asrama untuk menanyakan apakah ada yang ingin dibacakan buku/cerita, dan kami pun melakukannya.
Kami dibagi-bagi ke setiap asrama yang membutuhkan reader. Ternyata kawan-kawan yang tinggal disini bersekolah mulai dari SD sampai kuliah dan banyak yang bersekolah di sekolah umum. Di beberapa kamar yang kami masuki, mereka ada yang sedang menggunakan laptop, mengobrol tentang kuliah dengan kawan satu kamarnya, dan banyak aktivitas lain. Kebetulan kami datang di Jumat sore dan ini biasanya merupakan jadwal mereka untuk bersantai. Banyak hal baru yang kami saksikan disini, namun ada beberapa hal yang paling berkesan yang kudapat disini.
Di satu asrama, Asrama Nuri, aku berkenalan dengan Leo, seseorang yang tunanetra. Kami bercerita banyak hal. Leo menceritakan bahwa dia berasal dari Bengkulu dan sampai ke tempat ini kira-kira setahun yang lalu. Dulunya dia bisa melihat dan saat itu sudah kelas dua SMA, tapi kecelakaan menyebabkan penglihatannya menjadi terganggu dan dia hanya bisa melihat dari sisi samping matanya. Selama beberapa lama Leo merasa depresi dan frustasi atas kejadian ini sebelum akhirnya dia dibawa oleh keluarganya ke Panti Wyata Guna ini. Disini dia berkenalan dengan teman-teman yang lain dan mulai bisa menyesuaikan diri dengan kondisi baru yang dihadapinya. Sekarang dia sedang menjalani masa rehabilitasi dan sekolah di kursus pijat yang ada di panti ini.
Leo juga menceritakan, dulu masih banyak kawan-kawan mahasiswa yang sering datang kesana untuk menjadi reader, ataupun sekedar berbagi tawa dengan mereka, namun sekarang itu sudah semakin menurun. Dia merasa senang dan berterimakasih karena masih ada yang mau ingat untuk berkunjung ke panti ini. Aku yang mendengarnya sempat tertegun. Aku juga baru kali ini kesini. Ternyata mereka juga sangat merindukan kawan-kawan yang mau menyisihkan sebagian waktu untuk menjadi reader ataupun berbagi cerita dengan mereka.
Kami pun melanjutkan obrolan kami selama beberapa lama. Aku menanyakan tentang bagaimana kawan-kawan yang bersekolah di luar panti pergi ke sekolahnya. Dia mengatakan bahwa mereka pergi dan pulang sendiri. Itu sudah merupakan hal yang biasa mereka lakukan. Bahkan ada yang berkuliah di Jalan Soekarno Hatta. Hal ini juga baru bagiku dan aku semakin mengetahui bagaimana perjuangan mereka dan bagaimana seharusnya aku bersyukur atas apa yang kudapat selama ini.
Lama kami bercerita hingga kemudian datang seorang teman yang lain, Ensah namanya kalau aku tidak salah. Dia meminta tolong kami untuk mencari frekuensi radio di hapenya. Oh iya, satu hal yang juga baru kuketahui disini, mereka sangat menyenangi musik. Di dalam kamar, di teras rumah, ataupun di jalan asrama, banyak kawan-kawan yang mendengarkan mp3 ataupun radio di hape dan tape mereka. Ensah baru pulang dari BEC, berdua dengan temannya, untuk membeli lagu-lagu yang dicopy ke hapenya dan dia kebingungan folder tempat lagu ini disimpan. Aku dan seorang kawan kemudian mencoba mencarinya sambil mengobrol dengannya. Ensah sangat tertarik dengan musik. Panti Wyata Guna memiliki beberapa alat musik dan Ensah tertarik untuk membentuk kelompok band untuk bermain musik bersama. Namun mereka masih belum fasih bermain musik. “Kapan-kapan datang ya kak, ajarin teman-teman main keyboard dan lainnya”. Ensah sendiri berperan sebagai vokalis. Melihat senyumnya ketika membicarakan tentang musik kembali membuatku tertegun. Betapa dengan keterbatasan mereka, mereka bukannya terlarut dengan depresi, tapi menikmati dan mensyukuri apa yang mereka jalani. Sementara di luar sana, masih banyak orang-orang yang tidak mensyukuri apa yang sudah diterimanya, termasuk mungkin aku sendiri.
Aku kemudian masuk ke satu asrama, Asrama Aster namanya. Di asrama ini ada seorang gadis, Fani namanya, seorang anak yang ceria. Dua orang teman sedang menemaninya mengerjakan tugas Bahasa Inggrisnya sambil sesekali diiringi cerita dan tawa. Setelah selesai menjadi reader, kami berkumpul di asrama ini dan mengobrol dengan Fani. Ternyata Fani hari itu berulang tahun dan kami menggodanya untuk bernyanyi. Kami juga menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun untuknya dan bernyanyi beberapa lagu kesukaannya. Dia selalu tersenyum dan menanggapi dengan ceria. Hal yang dulu kukira tidak mungkin bisa keluar dari seseorang yang tunanetra. Ternyata pendapatku itu salah. Di depan mataku terdapat seorang gadis muda yang dengan keterbatasannya bisa menjalani ini semua dengan senyuman.
Kira-kira setengah jam kami berbagi tawa dengannya namun sayang waktu sudah semakin malam dan akhirnya kami pun kembali ke tempat kami masing-masing.
Banyak kesan, banyak makna yang kudapat dari kunjungan ini, namun ternyata hal itu masih belum berakhir.
Hari ini, hari Minggu, aku diajak oleh dua orang kawan yang kemarin ikut juga kesana untuk berkunjung ke Panti Wyata Guna. Mereka membantu Mbak Resty mengerjakan skripsinya dengan mengetik buku yang dipunyai Mbak Resty. Ada dua buku dengan tebal lebih dari 400 halaman dan semua itu harus diketik untuk Mbak Resty. Karena keterbatasan waktu di hari Jumat lalu, mereka membawanya ke kosan dan mengerjakan di kosan mereka. Seorang teman mengerjakannya sepanjang hari Sabtu dari jam 10 pagi sampai jam 10 malam dan harus menahan godaan mengobrol dengan kawan-kawan sekosan ataupun keluar bersama kawan. Aku yang mendengar ini kembali lagi tertegun melihat pengorbanan seorang kawan ini. Aku sendiri belum melakukan sebesar ini.
Kami pun kembali ke Panti Wyata Guna untuk memberikan soft copy buku yang telah diketik kedua kawan ini. Di depan Asrama Aster, kami berjumpa dengan Fani dan sempat berbincang sebentar. Fani ternyata mengingat kami dan juga mengeluarkan pernyataan yang sekali lagi membuatku tertegun. Ulang tahunnya kemarin adalah salah satu ulang tahun terindah yang pernah dialaminya, dimana ada banyak orang yang bernyanyi untuknya. Senyum terpancar dari wajahnya.
Banyak pengalaman baru yang kudapat dari kunjungan ini dan tulisan ini mungkin belum lengkap untuk menyampaikan itu semua. Pengalaman yang mengajarkan untuk bersyukur atas segala sesuatu yang sudah kuterima hingga saat ini. Dan seharusnya merupakan kewajibanku juga untuk bisa membagikan syukurku ini kepada teman-teman di sekitar. Panti ini sendiri ditinggali berpuluh teman-teman kita yang tunanetra mulai dari SD sampai kuliah dan mereka membutuhkan reader setiap harinya untuk membaca buku pelajaran, cerita, dan berbagi tawa dengan mereka. Banyak hal yang bisa didapat disini. Dimana dengan keterbatasan mereka, mereka bisa berjalan sendiri dengan santai, mengobrol, mengenali suara orang lain, belajar dan mengerjakan skripsi, dan hal-hal lainnya yang belum pernah kubayangkan sebelumnya. Aku juga menyadari bahwa mereka ternyata tidak seterbatas itu dan Tuhan juga membuat apa yang ada di mereka menjadi suatu kelebihan untuk mereka. Sementara aku sendiri, dengan kelengkapan tubuh yang diberikan kepadaku, tidak bisa memaksimalkan itu semua sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Tadi sore Mbak Resty menghubungi seorang kawan dan dia menyampaikan bahwa ada 10 orang kawan kita yang sekarang sedang kelas 3 SMA dan saat ini ingin mengikuti SPMB di pertengahan tahun. Mereka mengharapkan ada reader yang bisa membantu mereka belajar pelajaran-pelajaran yang akan diujikan pada saat SPMB nanti. Berdasarkan pengalaman Mbak Resty ketika SMA dulu, biasanya mereka mengadakan pertemuan setiap dua kali seminggu dan setiap pertemuan membahas soal dari satu mata pelajaran. Setiap pertemuan cukup membutuhkan dua reader saja yang ganti-gantian membacakan soal untuk dikerjakan, dan kemudian kunci jawaban dari persoalan itu.
Apakah teman-teman ada yang berminat untuk menyisihkan sebagian dari waktunya, berbagi dengan kawan-kawan kita dan menjadi reader bagi mereka?
Semoga teman-teman memiliki keinginan itu dan bisa merasakan apa yang telah kurasakan dari kunjungan itu.
Mari berbagi kisah dengan mereka.