Ini akan mengakibatkan suasana oposisi yang kuat di ibukota, sebab ada banyak alasan publik untuk "skeptis" pada calon-calon lain. (Meskipun untuk skeptis pada Jokowi pun ada alasannya).
Lalu Jokowi akan "gaspol" di Solo. Bermodalkan pengalaman, dukungan publik dan kemampuan alamiahnya, Solo punya peluang semakin moncer dan di kenal dunia.
Sementara itu, di Jakarta tidak akan ada perubahan signifikan. Kita tahu persoalan di Jakarta itu ruwet sekali. Bagaimana mengatasi macet kalau ribuan kendaraan keluar dari dealer tiap bulan? Bagaimana mengatasi banjir apabila ribuan rumah minimalis maupun tidak minimalis di tepian Jakarta terus menjamur. Sementara itu skeptisisme publik sangat kuat?
Apabila dalam 2 tahun Jokowi bisa memajukan Solo semaju-majunya, maka masyarakat DKI akan menyesal seperti kata pepatah seorang teman: "Di balik kesuksesan seseorang, ada mantan yang menyesal".
Pada hari itu setiap kesuksesan dalam pelayanan publik di Solo akan menjadi berita buruk di Jakarta, dimana orang masih kesulitan mendapatkan e-ktp yang benar. Pada hari itu setiap pemberitaan tentang langkah maju mobil Esemka akan terasa getir bagi penduduk yang sedang terjebak macet di Jakarta.
Kemudian Jokowi akan semakin berkibar dan punya harapan untuk mobilitas vertikal entah di pilpres 2014 atau yang lain-lain.
Itu kalau Jokowi kalah.
Tetapi kalau Jokowi berhasil jadi DKI 1 justru pertaruhan yang sangat besar akan di mulai. Peluang Jokowi untuk gagal membenahi ibukota sesungguhnya sangat besar kecuali bila keajaiban ia tunjukkan di Solo bisa ditransformasikan di Jakarta.
Kelihatannya jalan pertama (kalah) lebih mudah bagi Jokowi. Tetapi kalau akhirnya ia terdampar di jalan kedua (menang) maka akan seru kisah anak manusia bernama Jokowi ini. Mari kita tunggu tanggal mainnya.