Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Borneo Menggugat Apa Jawaban Istana?

25 Mei 2013   11:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:03 679 4
Ketika saya pulang ke kampung halaman saya bingun dan terkejut alangkah tragisnya Alam yang saya cintai di mana hutan terliat sudah menjadi lahan tambang batubara yang sisa hasil tambang menjadi danau yang tidak terurus dan msyarakat kalimantan hanya bisa meliat itu semua saja ,

ketidakadilan yang di rasa oleh masyarakat kalimantan sudah dari zaman dahulu selalu saja tidak adil. semua di pusatkan selalu pada Ibu kota yaitu Jakarta dalam hal ini saya selaku penulis bukan berarti ingin menimbulkan makar terhadap NKRI(Negara Kesatuan Republik Indonesia)

Bagi saya NKRI memang tetap harga mati .tapi tolong liat lah keadaan kami masyarakat kalimantan khususnya Kalimantan Selatan

Sampai hari ini, Kalimantan atau yang sering disebut Borneo memang tidak menikmati kandungan energi tersebut dengan layak. Di sebutkan bahwa lebih dari 73 persen produksi batu bara di Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan dipasok untuk kebutuhan luar negeri. Sisanya, yakni 27 hingga 29 persen, digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, yang sebagian besar digunakan untuk memasok konsumsi energi di Pulau Jawa, dan sisanya untuk Sumatera, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan sendiri.

itu kalo kita bercerita dengan krisis listrik belum lagi masalah lain nya seperti tidak meratanya pembangunan infrastruktur ,pendidikan ,kesehatan kita jauh tertinggal sedangkan kita adalah SDA yang bisa di katakan besar.

Terkait otonomi daerah, bahwa konsep tersebut tidak jelas. saya bisa katakan otonomi daerah sebagai otonomi setengah hati.

“Anggaran semua masih di pusat. Seharusnya semua dipegang di daerah. Ini otonomi setengah hati. Otonomi kita ini ibarat kepalanya dilepas, buntutnya dipegang. Hampir semua urusan masih dipegang pusat. Jadi otonomi macam apa yang kita inginkan?

Apakah dengan bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), kami harus diperlakukan tidak adil seperti ini?

Kalau pemerintah pusat adil tidak mungkin adanya wacana masyarakat Borneo untuk menggugat ?

kita melihat kembali UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah, karena dianggap pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) untuk Kalimantan sangat rendah.
“Untuk itulah, kami membahas apa saja yang menjadi ketimpangan di Kalimantan,”  Kalimantan saat ini  mendapat porsi yang tidak seimbang dari pemerintah pusat. Di mana tidak seimbangnya pembangunan infrastruktur antarpulau, ketidakadilan dana perimbangan, krisis energi, pengelolaan sumber daya alam, hubungan pusat – daerah dan berbagai persoalan lain.
“Rakyat Borneo dianggap hanya hanya menjadi faktor pelengkap penderita di negeri ini. Polarisasi dan segmentasi sektoral oleh pemerintah pusat hanya menguatkan ucapan bagai tidur dalam satu ranjang dengan dua mimpi berbeda,"
Saya ingin persoalan regional Borneo terhadap situasi nasional terkait bagi hasil dan royalti serta kepemimpinan daerah dan nasional. Selain itu, mempertemukan seluruh elemen pro keadilan pemerataan di Kalimantan dari semua propinsi yang ada di kalimantan atau Borneo untuk bisa membawa sebuah keadilan yang mensejahterkan atas masyarakat kalimantan.
Saya selaku penulis dalam hal ini hanya bisa saya berkata Apapun yang terjadi atas bangsa ini jangan sampai kami kehilangan rasa cinta dan sayang kami terhadap Tanah Air ini,namun rasa cinta kami pun akan bisa pudar dengan sendiri apabila suara kami anak Negeri tidak di dengar oleh Istana ....SALAM Kebangsan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun