Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) hampir tiap tahun terjadi Indonesia, khususnya pada musim kemarau. Cuaca yang panas menyebabkan hutan dan lahan mengering sehingga memicu terjadinya kebakaran. Selain itu, praktek pembukaan lahan baru (land clearing) dengan cara membakar yang dilakukan oleh masyarakat setempat dan korporasi, diduga menjadi pemicu terjadinya kebakaran. Secara teori, peristiwa kebakaran (termasuk Karhutla) hanya akan terjadi jika terpenuhi 3 (tiga) unsur sebagai penyebabnya, yaitu: panas (heat), oksigen (Oxygen), dan bahan bakar (fuel). Ketiga unsur tersebut dikenal sebagai Segitiga Api atau Triangle of Fire (Saharjo dan Syaufina, 2015). Jika salah satu dari unsur tersebut tidak tersedia maka tidak akan terjadi proses pembakaran (combustion).
Pada kenyataannya, Karhutla di Indonesia, lebih dominan dilakukan baik secara sengaja atau tidak sengaja oleh manusia dan berhubungan dengan beberapa penyebab, diantaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup, sementara yang lainnya lebih kepada aktivitas komersial (Qadri, 2001). Pernyataan yang sama bahwa penyebab Karhutla didominasi oleh faktor manusia dikemukakan oleh Saharjo et al (1999) dan BNPB (2019).L