Pendidikan inklusi merupakan perkembangan dari program pendidikan terpadu yang diperkenalkan di Indonesia sekitar tahun 1980. Istilah pendidikan inklusi, yang diusung oleh UNESCO, berasal dari istilah "Education for All" yang berarti pendidikan yang dapat diakses oleh semua orang dengan pendekatan yang berusaha mencakup semua individu tanpa terkecuali (Rusmono, 2018). Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus diatur dalam Undang-Undang No. 70 Tahun 2009 pasal 1, yang menjelaskan bahwa "Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik dengan kelainan atau potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan bersama peserta didik lainnya di lingkungan pendidikan." Hal ini mencerminkan wujud keadilan terhadap hak-hak warga negara Indonesia yang memiliki kebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan (Hanifah dkk., 2021). Pendidikan inklusi untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus kini menjadi perhatian utama dalam dunia pendidikan, terutama untuk menjamin bahwa setiap individu mendapatkan kesempatan yang setara dalam mengakses pendidikan yang berkualitas (Wijaya, 2019). Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia pada Juni tahun 2022 berkisar  usia 5-19 tahun adalah 3,3% atau 2.197.833 jiwa. Menurut data pokok pendidikan (Dapodik) pada Desember 2022, terdapat 40.928 sekolah yang telah mengimplementasikan pendidikan inklusi di berbagai jenjang, yaitu Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), baik negeri maupun swasta. Dari jumlah tersebut, sebanyak 135.946 siswa berkebutuhan khusus telah mengikuti pembelajaran di sekolah-sekolah tersebut (Kemendikbud.go.id, 2023). Dalam dunia pendidikan, kehadiran ABK telah menjadi perhatian penting, terutama dengan semakin berkembangnya konsep pendidikan inklusi yang bertujuan memberikan kesempatan belajar yang setara bagi semua anak, tanpa memandang perbedaan kemampuan (Sutisna dkk., 2020). Pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan unik mereka, memberikan dukungan yang sesuai, serta memungkinkan mereka untuk mengembangkan potensi secara maksimal (Oktaviani & Harsiwi., 2024). Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah individu yang memiliki karakteristik unik, baik dari segi fisik, intelektual, emosional, maupun sosial, yang membedakan mereka dari anak-anak lainnya. Karakteristik ini membuat mereka memerlukan layanan pendidikan yang spesifik dan dukungan khusus untuk mengatasi hambatan yang mereka hadapi sekaligus mengoptimalkan potensi yang dimiliki (Hanifah dkk., 2021). Keadaan ini dapat berupa keterbatasan fisik, hambatan perkembangan, kesulitan dalam belajar, atau gangguan emosi dan perilaku (Sari & Susanti., 2024).Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sering menghadapi berbagai tantangan psikososial yang mempengaruhi perkembangan mereka, terutama dalam lingkungan sekolah, tantangan ini meliputi kesulitan dalam mengelola emosi secara efektif, keterbatasan dalam kemampuan untuk beradaptasi secara sosial (Azwar, 2022).
KEMBALI KE ARTIKEL