Khawatir pemerintah mengeluarkan kebijakan  'lockdown' seperti di negara lain.
Namun kenyataan tidak. Pemerintah bergerak cepat. Berbagai langkah dilakukan, seperti penanganan kesehatan dan lainnya.
Terutama adalah pemerintah menyediakan bantuan sosial (bansos) bagi orang orang yang terkena dampak Covid-19.
Sebab, pemerintah tidak mau masyarakat sengsara atas dampak Covid-19. Paling tidak mengurangi beban bagi orang-orang yang benar benar terdampak Covid-19.
Kenapa? karena masih ada gerakan dari masyarakat mampu memberikan bantuan kepada orang kurang mampu. Jadi selama pandemi Corona.
Masyarakat Indonesia bersatu dan bergotong royong. Jadi, kepedulian masyarakat tidak diragukan. Kalau ada yang ngoceh, itu tidak paham dan tidak peduli.
Atas dasar itu, Pemerintah Indonesia tidak main- main menyalurkan bansos untuk masyarakat yang pekerjaannya seperti pekerja informal, buruh upah harian, sopir angkot, pedagang keliling, kaki lima, dan lainya.
Tahu gak ?. Pemerintah mengeluarkan dana anggaran berapa untuk bansos saja?. Dananya fantastik.
Berdasarkan keterangan dari berbagai situs resmi pemerintah dan media, jumlah anggarannya sebesar Rp 110 triliun. Dana itu untuk pengaman sosial.
Uang sebesar itu sudah dipastikan untuk orang orang yang terdampak pandemi corona.
Nah. Tak main main nih pemerintah menyalurkan dana itu ke masyarakat. Soalnya, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan bansos harus tepat sasaran. Lalu Menko PMK pastikan data penerima bansos COVID-19 transparan.
Perintah presiden itu tidak main main. Jadi kalau ada yang menyelewengkan dana bansos. Bakalan 'disentil'.
Berbagai langkah dan teknis dalam penyaluran bansos sudah dirancang matang
untuk menghindari penyelewengan dan tidak tepat sasaran.
Bansos disalurkan mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan mendata warga baru rawan terdampak yang tidak masuk DTKS atau didata dengan wajib NIK.
Dalam pelaksanaan penyaluran bansos. Pemerintah pusat dan daerah bekerja sama dalam distribusi Bansos
Untuk memastikan proses penghimpunan data masyarakat rentan di luar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos dan Menko PMK menginstruksikan agar dilakukan koordinasi dengan melibatkan pengawalan dan pengawasan oleh Babinkamtibmas dibantu Babinsa.
Jadi penyaluran bansos ke orang yang benar benar terdampak corona TNI dan Polri turun tangan.
Bahkan keseriusan pemerintah dalam penyaluran bansos. Kemenko PMK -- Kemensos -- Kemendes PDTT menggandeng KPK untuk mengawal transparansi penyaluran bansos. Jadi jangan sampai ada penyelewengan. Kalau gak bisa disentil KPK.
Selain itu juga. Pemerintah melalui Kemensos telah menerbitkan layanan pengaduan mengenai bantuan sosial melalui email dan nomor telepon khusus kirim pesan.
Di mana masyarakat bisa mengadu ke pemerintah, jika ada bansos diselewengkan dan tidak tepat sasaran.
Tujuan apa, tujuan untuk bansos ini benar benar tepat sasaran sesuai arahan perintah Presiden Joko Widodo.
Tidak hanya unsur pemerintah saja yang bergerak dalam penyaluran bansos ke warga terdampak corona. Komisi VIII DPR pun bergerak dengan membentuk Panitia Kerja Validasi dan Verifikasi Data Kemiskinan untuk bersama Kemensos.
Tentunya, semua bergerak dan turun tangan menyelesaikan masalah penanganan penyaluran dana bansos.
Sisi lain tentu ada persoalan di lapangan dalam penyaluran bansos. Lagi lagi masalah
data penerima bansos tidak tepat sasaran.
Penyaluran bantuan yang dilakukan sendiri-sendiri oleh setiap instansi. Tidak ada lembaga yang menjadi acuan utama soal data untuk penyaluran bantuan sosial.
Sehingga data di setiap kementerian atau lembaga, kerap berbeda-beda dan datanya tidak mutakhir.
Lima persoalan yang menyebabkan penyaluran bansos belum tepat sasaran. 1. Perkara data yang validasinya harus terus dilakukan.
 2. Kejelasan informasi kepada masyarakat yang masih kurang.
3. Pengawasan yang perlu diperketat hingga ke tataran RT, RW, atau Desa.
4. Penyimpangan di aparat, termasuk intimidasi bila ada warga yang melaporkan keluhan.
5.Pengurus RT dan RW yang mengutip dana bansos tersebut.
Para pengurus ini berdalih tidak adanya dana operasional saat menyalurkan bantuan. (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Selama ini penyaluran bantuan sosial bersumber dari data terpadu kesejahteraan sosial. Namun data tersebut disuplai oleh dinas sosial pemda.
Permasalahannya tak semua dinas rajin memperbarui data tersebut.
Sampai saat ini, ada 20 juta nama penerima bantuan sosial (bansos) yang belum sinkron dengan nomor induk kependudukan (NIK). (Menko PMK).
Contoh kasus lain, di Cianjur ada 2.000 nama penerima bantuan yang tidak bisa dikonfirmasi.
Jadi, masa pandemi Covid-19 ini diharapkan menjadi momen bagi perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).