Kalau ditilik, para pengkicau komentar di kompasiana didominasi oleh orang-orang kolot yang hanya bisa memberikan lolongan mulut tanpa isi otak sama sekali. Inilah yang membuat saya tergelitik. Betapa tidak mereka tak lebih berbakat daripada menjadi seekor beo yang berkicau di lapak seorang kompasianer. Yang menjadi cerminannya adalah, mereka hanya memandang isi tulisan secara dogmatik, terbukti dari seuntaian komentar subyektif orthodoks mereka. Hal ini diperparah dengan gaya bahasa khas orang desa, baik secara verbal, semantis maupun grafologinya. Hal ini menjadikan mereka tak lebih dari benalu di Kompasiana atau bahkan Alam Maya.
Sebut saja, yang paling berkesan adalah di lapak yang berinisial DG. Saya tertawa melihat pola pikir anak PAUD mereka yang tertuang pada komentar-komentar mereka. Kapan mereka bangun? kapan mereka sadar bahwa mereka adalah bulan-bulanan teori Tuhan nan gaib yang hanya sebatas teori gadungan, pengutuk kaum marjinal?