Ia meleleh melihat kengerian pertengkaran orang tuanya
anak manis itu menyimpan permennya sambil membangkaikan dirinya di atas sajadah kecilnya
Ia berdo'a sebelum larut malam menculiknya. Ia berzikir sampai ia tenggelam dalam mimpi di atas sejadahnya. Ia berharap agar mimpinya mempertemukan ia dengan Tuhan namun keinginannya harus raib
Malam selanjutnya, ia masih mendengar adu tembak dari mulut kedua orang tuanya
Anak manis itu kembali merebahkan dirinya di sajadah kecilnya. Seraya membiarkan malam menyuntik bius kantuk padanya ia dengan penuh kerinduan ingin bertemu tuhan dalam mimpinya. Namun malangnya, ia pikir Tuhan tak mendengarkannya
Esoknya, dengan penuh bara yang memancar lewat kedua mata indahnya, anak manis itu tak membelanjakan uang jajannya.
Ia habiskan uang itu pada tiga buah balon dan satu perangko
Ia menulis surat untuk Tuhan: "Allah, terimakasih telah membuka surat Anas. Allah, Anas minta akurkan lagi papa mama Anas ..."
Ia memasukannya ke dalam amplop. Dan ia mengikatnya ke balon.
Dengan penuh keriangan ia menerbangkan surat itu ke angkasa
satu hari ia menunggu, satu minggu ia menanti, satu bulan ia mengorban waktu. Ia menyerah untuk berdiri di ujung penantiannya, karena surat untuk Tuhan itu tak kunjung terbalas
Anak manis itu tercarut marut dalam pusaran topan, papa dan mamanya sekarang bubar ranjang. Anak manis itu menangis, ia menyesal telah mencurah duka pada Tuhan yang ternyata menunginginya. Ia menyesal telah membuang uang untuk balon dan perangko yang terbuang sia-sia di langit.
Anak manis malang itu dengan gusar menghanguskan nama Tuhan dari hatinya.