Allah Swt berfirman,”Supaya kamu sempurnakan bilangan puasamu dan supaya kamu membesarkan Allah atas petunjukNya kepadamu. Mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS Al-Baqarah, 2:185).
Keberhasilan menggenapi puasa wajib adalah mustahil bila umat Islam tidak dimampukan Allah [caption id="" align="alignright" width="350" caption="Betapa kecil kita di hadapan NYA (Google pic)"][/caption] Swt untuk melakukannya. Begitu juga shalat, tadarus, zakat, dan seluruh ibadah yang ada. Jadi sudah pada tempatnya bila rasa syukur dipanjatkan secara patut ke hadirat Rabb Azza wa Jalla atas karunia yang begitu menentramkan jiwa itu. Dengan mengabaikan dingin pagi yang menggigit tulang memburu lapang tempat shalat Id akan dilaksanakan, menghampar sajadah di tanah yang lembab, dan bersama-sama menegakkan shalat Id penuh keikhlasan; mudah-mudahan kita semua dimasukkan ke dalam kelompok orang-orang yang bersyukur.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Asrarush-Shalah mengemukakan bahwa Shalat Id hukumnya sunnah muakadah (diutamakan) dan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya antara lain :
Mengumandangkan takbir 3 kali berturut-turut dimulai pada malam menjelang Idul Fitri sampai saat mengerjakan Shalat Id. Adapun bunyinya,” Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar kabira wal hamdulillahi katsiraa wa subhanallahil bukratan wa ashila, laa ilaaha ilallahu wahdah, laa syarikallah, mukhlisina lahuddiina walau karihal musyrikin.” Takbir dikumandangkan setelah shalat fardhu maupun shalat sunnah.
2.Hendaknya mandi, berdandan, dan memakai wewangian beraroma tajam bagi laki-laki serta disunnahkan memakai semacam selendang yang disampirkan di bahu dan memakai sorban. Sementara kaum wanita hendaknya mandi, berbusana rapi, dan tidak berdandan mencolok.
3.Hendaknya menempuh rute yang berbeda saat menuju lapang untuk Shalat Id dan saat pulang ke rumah sebagaimana dicontohkan oleh Rasul Saw (diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ahmad dan Tirmidzi, Abu Daud). Beliau juga memerintahkan untuk mengajak serta kaum wanita dan gadis remaja (diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim).
4.Lebih disukai (mustahab) menegakkan Shalat Id di lapang terbuka; kecuali bila hari hujan, maka boleh dilakukan di mesjid.
5.Memperhatikan waktu Shalat Id, yakni di antara terbit matahari dan waktu zawal. Imam Syafi’i merawikan bahwa Nabi Saw menulis surat kepada Amr bin Hazm di Najran agar mengundurkan waktu Shalat Idul Fitri agar tersedia cukup waktu untuk menyelesaikan pembagian zakat fitrah sebelum shalat.
6.Hendaknya rombongan-rombongan jamaah yang hendak Shalat Id, bertakbir di sepanjang perjalanan menuju tempat shalat. Imam tidak usah duduk atau melakukan shalat sunnah, sementara para makmum hendaknya segera menyelesaikan shalat sunnah yang tengah dikerjakan dan tidak memulai shalat sunnahlainnya.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar wa lillahil hamd!