Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Perbaiki Takdir Saat Laylat Al-Qadar

29 Agustus 2010   03:36 Diperbarui: 23 Juni 2016   18:03 200 1

Kata ‘qadr’ memiliki, menurut Quraish Shihab (1992), minimal tiga arti. Pertama, ‘penetapan dan pengaturan’ hingga Laylat Al-Qadar dimaknai sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan manusia. Kedua, ‘kemuliaan’, dimana malam tersebut menjadi mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Qur’an dan merupakan titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih. Lalu arti ‘qadr’ selanjutnya adalah ‘sempit’; malam itu menjadi sempit karena banyaknya malaikat, termasuk pemimpin mereka Jibril, turun ke bumi.

Berdasarkan ketiga pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Laylat Al-Qadr merupakan malam dimana Allah menugaskan malaikat-malaikatNya melakukan berbagai hal untuk mempersiapkan manusia-manusia yang terpilih agar dapat terbina dengan baik sehingga dipastikan mampu mencapai kemuliaan dunia-akhirat di masa depan sebagaimana yang telah ditetapkanNya.

Kehadiran para malaikat ini menemui manusia-manusia terpilih dalam sudut pandang Imam Al-Ghazali berdasarkan penjelasan Syaikh Muhammad Abduh adalah sebagai berikut :

“Malaikat turun pada Laylat Al-Qadr menemui orang yang telah mempersiapkan diri untuk menyambutnya dan malaikat kemudian memposisikan diri sebagai pendamping hingga jiwa orang tersebut akan selalu terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Jiwanya akan selalu merasakan salam (rasa aman dan damai) yang tidak terbatas sampai fajar Laylat Al-Qadr saja, melainkan sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian (akhirat) kelak.”

Bagaimana cara mempersiapkan diri menjadi manusia terpilih sebagaimana tersebut di atas? Siti Aisyah r.a. berkata,”Adalah Nabi Saw bersungguh-sungguh di puluhan (Ramadhan) yang akhir, apa yang tidak dikerjakan di puluhan yang lain.” (HR Muslim).

Berbagai hadis shahih meriwayatkan bahwa pada sepuluh bilangan terakhir Ramadhan; Rasul Saw senantiasa menghidupkan malam, membangunkan segenap keluarga untuk shalat malam, tidak berhubungan badan dengan istri-istri beliau, dan i’tikaf di mesjid (TM Hashbi Ash-Shiddieqy, 2000).

Menghidupkan malam dimulai dengan memelihara penegakan shalat Isya berjamaah di mesjid sebagaimana termaktub dalam hadis berikut :

Barang siapa mengrjakan shalat Isya dengan berjamaah di bulan Ramadhan, maka ia sungguh telah memperoleh lailatul qadar’ (Diriwayatkan Abu Sayikh Al-Ashahani dari Abu Hurairah r.a.).

Nah, bagi Anda yang karena terlampau luber ‘mengisi bensin’ di saat berbuka hingga hari-hari kemarin sering terlewatkan berjamaah Isya apalagi Tarawih; berjuanglah untuk menekan nafsu makan dan jangan sia-siakan sepuluh malam terakhir Ramadhan untuk memperoleh saham keberkahan Laylat Al-Qadartahun ini yang sudah di depan mata.

Kemudian masih dalam konteks perburuan Laylat Al-Qadar ini, Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a. :

Adalah Nabi Saw membangunkan keluarganya di puluhan akhir bulan Ramadhan dan Nabi Saw membangunkan pula semua anak kecil dan orang dewasa yang sanggup shalat.”

Abu Dzar menambahkan (TM Hashbi Ash-Shiddieqy, 2000) bahwa Nabi Saw mengerjakan shalat malam bersama para sahabat pada malam-malam ke-23, 25, dan 27; serta khusus membangunkan keluarganya pada malam ke-27.

Metode lain yang dicontohkan oleh Rasul Saw untuk menangkap Laylat Al-Qadr adalah I’tikaf di mesjid sebagaimana yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Abu Sa’id :

Barang siapa yang beri’tikaf bersamaku, maka hendaklah beri’tikaf lagi pada sepuluh hari yang akhir.”

Hakikat i’tikaf adalah duduk di dalam mesjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah. Jika tidak diniatkan secara khusus, maka tidak termasuk I’tikaf. Lantas kapan waktu yang tepat?

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Siti Aisyah r.a. bahwa,”Adalah Nabi Saw bila hendak melakukan i’tikaf beliau shalat fajar. Sesudah itu barulah beliau masuk ke dalam tempat (pribadi) I’tikafnya.” (Subulus Salam VI:241).

Imam Asy Syafi’i yang disepakati juga oleh ketiga imam lainnya dan sebagian besar ulama mentakwilkan hadis di atas bahwa Nabi Saw masuk ke mesjid untuk i’tikaf pada permulaan malam namun baru masuk ke tempat berkhalwat (menyendiri) setelah shalat Subuh. Jadi bagi yang berniat melakukan i’tikaf pada sepuluh akhir Ramadhan hendaknya memulai pada saat sebelum terbenamnya matahari di hari ke-19 atau 20 dan mengakhirinya sesudah terbenam matahari di malam terakhir Ramadhan atau sebelum shalat Ied.

Apabila Allah Swt mengilhamkan ke dalam hati bahwa kita telah ‘mendapatkan’ Laylat Al-Qadar, maka doa apa yang sebaiknya kita panjatkan saat itu? Saat istri beliau Siti Aisyah r.a. menanyakan hal yang sama, Rasul Saw menunjukkan doa berikut :

'Rabbana atina fil al-dunya hasanah wa fi al-akhirati khasanah wa qina adzab al-nar

(‘Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka’).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun