Saat Badan Keamanan Rakyat (BKR) bertiwikrama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945 pada masa dimana kekuatan kolonial Belanda yang sempat terusir dari Tanah Air selama periode pendudukan Jepang (1942-1945) berupaya untuk menancapkan kembali kuku-kuku penjajahan mereka. Perubahan nama itu, disadari atau tidak, sesungguhnya merefleksikan harapan mayoritas bangsa ini akan keberadaan sosok ‘tentara’ (figur yang mumpuni dalam olah kemiliteran/keprajuritan ) yang diharapkan dapat memberikan ‘keamanan’ (kondisi psikologis bebas dari rasa takut akan tekanan/intimidasi) pada ‘rakyat’ (warga yang mendiami kawasan) Indonesia.