Lalu niat menghina itu, secara sadar atau tidak sadar, akan diterjemahkan oleh bahasa tubuh, gerak-mimik yang merendahkan, dan lambat atau cepat, akan diartikulasikan melalui ucapan lidah atau kalimat yang dituliskan.
Karena itulah, perilaku menghina lebih merupakan bakat bawaan atau talenta yang melekat pada jiwa.
Makanya, menghina itu pada akhirnya akan "telanjang", meski dingkari atau dibungkus dengan ucapan palsu atau senyum bersahabat atau ramah-tamah yang dibuat-buat.