Menurut anggota aktif PNTL tersebut, keberadaan PNTL tidak lepas dari sejarah lepasnya Provinsi Timor-Timur tersebut dari Negara Kesatuan Republik Indonesia lewat Referendum, pada 30 Agustus 1999. “Hasil dari pada jajak pendapat menunjukan bahwa masyarakat Timor Leste mayoritas memilih merdeka dengan hasil memilih merdeka kurang lebih 81%”, tulis Gama.
Pasca jejak pendapat, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk United Nation Transitional Administration in East Timor (UNTAET) sebagai pemerintahan transisi, dan diberi kuasa penuh untuk melaksanakan semua fungsi legislatif dan eksekutif pemerintah, termasuk masalah administrasi peradilan.
Pada masa kerjanya, UNTAET, membentuk sejumlah lembaga, termasuk parlemen, struktur pemerintahan, dan institusi kepolisian. Untuk pertama kali, PNTL diberi nama East Timor Police Service (ETPS) dan dibentuk pada 27 Maret 2000. ETPS terdiri dari komponen sipil, mantan anggota Kepolisian Republik Indonesia, serta tentara Falintil. Baru pada 20 Mei 2002, nama ETPS berubah menjadi PNTL.
Gama, yang sedang menjalankan tugas studi lanjut di Magister Ilmu Hukum (MIH) Universitas Kristen Satya Wacana, menerangkan adanya perbedaan antara PNTL dengan Polri, “Jika lembaga Polisi Republik Indonesia berada di bawah struktur Presiden, PNTL sendiri berada langsung di bawah kendali Perdana Menteri Timor Leste”. Masuknya PNTL kedalam kewenangan Perdana Menetri baru terjadi mulai 2007, saat Xanana Gusmao terpilih menjadi Perdana Menteri. Sebelumnya, PNTL berada di tangan menteri dalam negeri.