Berbeda dengan tren highly selective dalam penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Amrik, PTS di negeri ini mengalami kecenderungan sebaliknya. PTS di Indonesia berlomba-lomba untuk menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya. Kalaupun ada seleksi, itu (hanyalah) bersifat formalitas belaka.
Ada beberapa hal yang membuat PTS di negeri ini melakukan hal itu. Pertama, persaingan antar-PTS semakin tinggi. Jumlah mahasiswa yang "gemuk", jadi sebuah prestis tersendiri. Kedua, PTS menghidupi dirinya sendiri. Ketiga, Perguruan Tinggi Negeri sudah mulai "kemaruk" (rakus).
Bolehlah menerima mahasiswa dalam jumlah yang banyak (sekali), namun jika tidak diimbangi dengan perbaikan dalam diri PTS, itu sama saja "pinter mung ra pener".
Dalam kondisi seperti itu (penerima mahasiswa dengan jumlah besar dan tidak diimbangi dengan perbaikan), siapakah yang diuntungkan dan dirugikan...?