Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga Artikel Utama

Belajar Dari Manny Pacquiao

3 Mei 2015   17:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:25 209 4

Saya dan Anda boleh saja merasa tidak gembira atas kekalahan PacMan menghadapi Mayweather, dalam 12 ronde pertandingan mereka.  Begitulah pertandingan, selalu harus ada yang menang.  Walaupun dalam tinju ada juga yang berakhir seri, tapi biasanya aka diadu lagi pada kemudian waktu.

Melihat siaran langsung via televisi, saya melihat hal yang menarik dari pribadi Pacquiao, ia selalu mengumbar senyum.  Saat dia dan team PacMan berjalan di lorong Hotel menuju arena pertandingan, Pac terlihat rileks. Beda dengan Weather, yang terlihat tegang dan sulit tersenyum.

Pacquiao seperti tidak memiliki beban bahwa dia akan menghadapi pertandingan besar, yang disebut sebagai Pertarungan Abad Ini.

Sebentar-sebentar tersenyum, sambil  tangannya  diayun-ayunkan sembari  memukul angin. Dan, dari belakang seseorang tinggi besar menyodorkan sebuah gadget.  Pac menerima dan kemudian mengarahkan gadget itu untuk mengambil foto dirinya dengan sang pelatih.  Wow, dua kali pengambilan.

Sejak  awal pertandingan, Pac lebih berinisiatif menyerang daripada Mayweather.  Saya berharap dia akan konsisten dengan strateginya.  Ternyata benar, hingga bunyi lonceng di akhir detik  pada ronde 12, Pac membuktikan hal itu.

Kalah angka mutlak! Itu keputusan yang diambil oleh tiga orang juri yang berarti memenangkan sang juara bertahan Mayweather.  Tapi lihatlah wajah Pac, dia tetap tersenyum menerima berita kekalahan.  Tidak tampak  roman kesedihan yang diperlihatkan.

Walaupun sepanjang pertandingan, Weather lebih banyak mundur, menghindar dan saat terdesak kemudian merangkul.   Penonton seperti saya menilai, Paclah yang menang.  Dan komentar dia pun demikian,”Weather Cuma berlari-lari”.

Penonton dengan Juri memang berbeda sudut pandang.  Juri lebih dekat dengan ring tinju, sedangkan  menonton lewat televisi sangat tergantung sudut pengambilan gambar yang diperoleh kamera.

Namun demikian, melihat Pac bertanding adalah melihat olah raga sebagai sebuah hiburan.  Dia mempertontonkan sebuah upaya untuk meraih kemenangan dengan cara yang bisa dinikmati siapapun yang menonton.

Petarung sejati, mungkin itu pujian yang layak  untuknya.  Saya melihat nyaris tanpa tindakan yang tidak pantas, sebagaimana Mike Tyson dulu.  Perjuangannya untuk mengibarkan bendera negaranya, Filipina, pada ajang bergengsi itu, benar-benar ia buktikan.  Apalagi ia didukung oleh segenap bangsa Filipina, dan mungkin juga bangsa-bangsa Asia.  Ini memberi semangat tersendiri.

Kendatipun akhirnya Pac kalah, tapi penonton tetap merasa puas dengan cara dia bertanding.  Pada suatu wawancara di TV One, Ian Situmorang (Wartawan Olah Raga) mengatakan, jika kemenangan KO, berarti itu milik Pacuiao.  Tetapi jika menang angka, berarti milik Mayweather.  Dan, saya melihat Pac berusaha meng-KO lawan.  Mengapa? Karena jika tidak KO maka terlalu sulit untuk memenangi angka melawan juara bertahan.

Maka tidak mengherankan sepanjang 12 ronde itulah Pac selalu mencoba memojokkan Weather, memberi pukulun cepat.  Namun May bisa bertahan dan sesekali meloncat menjauh dari Pac.  Dan, KO pun urung terjadi.

Bolehlah kemudian saya menggambarkan PacMan ini laksana seniman olahraga, yang menjadikan tinju seperti pertunjukkan seni yang indah.  Di era delapan puluhan kita pernah menemukan petinju hebat yang sangat dikagumi karena permainannya di atas ring, dia Sugar Ray Leonard.  Orang sangat senang jika menonton Sugar Ray bertanding.  Indah dan menawan.

Begitulah pertandingan olah raga, sebuah wahana untuk belajar tetang sportivitas dalam meraih prestasi.  Apapun hasilnya, harus diterima.  Kalah dan menang merupakan sebuah keniscayaan yang harus  dihadapi.  Hal yang terpenting adalah upaya mereka untuk meraihnya.

Berlatih secara ilmiah dan sistematis.  Mendapatkan dukungan dari berbagai disiplin ilmu agar kemampuan bertandingannya semakin terasah.  Tentu, dalam dunia olah raga profesional, mereka tidak ingin asal tampil.  Mereka harus pula memiliki mental bertanding untuk menang.

Rheinald Kasali dalam buku Self Driving, menyebutnya sebagai Play to win.  Untuk memahami hal tersebut orang harus keluar dari prinsip Play to Not Lose, yaitu bermain agar tidak kalah.  Hanya  “sekedar menjadi” sesuatu.  Sedangkan prinsip Play to Win berpinsip menjadi sesuatu yang “luar biasa”.

Oleh karenanya, menuru Robi Johan, mantan CEO Garuda  Indonesia dan Bank Mandiri, pendidikan olah raga sangat penting.  Ini mejadi jalan dalam mendidik anak-anak untuk menanamkan mental pertanding mencari kemenangan.  Menanamkan  nilai seportivitas dalam menerima apapun hasil yang diraihnya.

Semoga kita bisa belajar dengan penuh kesungguhan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun