Permasalahan berikutnya yang sudah barang tentu adalah mengenai parkir. Mahasiswa seperti saya tidak akan dapat berbuat apa-apa ketika tarif parkir di mall-mall naik 2 kali lipat dari dua ribu rupiah menjadi empat ribu. Efek domino dari naiknya parkir akan sangat krusial ketika pada awalnya saya ingin memesan salmon sashimi, tetapi karena pertimbangan parkir justru saya hanya memesan california roll. Ini tidak sesuai dengan pola hidup self-indulgence saya. Tetapi saya tidak dapat berbuat apa-apa karena penghasilan saya hanya dari yayasan ayahanda.
Demi keberlanjutan dari keinginan hedonisme, untuk bisa lolos dari seleksi alam ini, saya harus memutar otak untuk bisa menekan biaya parkir, yakni mulai dari patungan hingga parkir di convenience store terdekat. Parkir di convenience store terdekat memerlukan trik-trik tertentu agar citra kita tidak buruk-buruk amat di mata tukang parkir toko tersebut. Caranya adalah mencoba untuk membeli barang yang murah namun tidak mencurigakan agar dilihat bahwa kita parkir di toko tersebut hanya untuk menumpang saja. Membeli air minum dan satu roti cukup solutif untuk menjadi distraksi agar dianggap tidak hanya menumpang parkir saja. Hanya dengan modal sepuluh ribu rupiah, anda bisa parkir dan nongkrong di mall terdekat, kuncinya adalah parkir di minimarket. Dikarenakan tarif yang tetap,sehingga parkir jalanan merupakan solusi utama atas mahalnya parkir di mall. Namun, tindakan ini juga memiliki resiko yakni tempat parkir yang kurang aman, walaupun parkir di dalam mall juga tidak 100% aman. Jadi kita harus berpikir strategis dalam menentukan tindakan kita jika ingin ke mall tetapi ingin menghindar dari mahalnya parkir di dalam mall.