Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Kasus Korupsi Proyek Meikarta Menurut Teori John Bologna dan Robert Klitgaard

3 Juni 2023   13:28 Diperbarui: 3 Juni 2023   13:28 333 0
Nama: Wan Riyansyah Febrito
NIM: 43122010413
Tugas Besar 2 Etika & Hukum Bisnis

PENDAHULUAN
Meikarta adalah sebuah mega proyek pengembangan kota baru yang terletak di Cikarang, Jawa Barat, Indonesia. Proyek ini diprakarsai dan dikembangkan oleh perusahaan properti asal China, Greenland Group, bekerja sama dengan perusahaan properti Indonesia, Lippo Group. Meikarta diharapkan menjadi salah satu kota terbesar dan termodern di Indonesia, dengan fokus utama pada sektor hunian, komersial, dan industri.
Secara luas, Meikarta dirancang sebagai kota mandiri yang terintegrasi, dengan tujuan memberikan lingkungan yang nyaman bagi para penduduknya. Proyek ini mencakup lahan seluas sekitar 22.000 hektar dan direncanakan untuk memiliki populasi sekitar 1,5 juta orang dalam jangka panjang.
Salah satu fitur utama dari Meikarta adalah hunian vertikal yang terdiri dari apartemen modern dengan berbagai tipe dan fasilitas. Terdapat berbagai jenis apartemen yang ditawarkan, mulai dari apartemen studio hingga unit dengan beberapa kamar tidur. Selain itu, Meikarta juga akan memiliki kawasan komersial yang meliputi pusat perbelanjaan, perkantoran, hotel, restoran, dan fasilitas hiburan.
Proyek Meikarta juga menempatkan perhatian pada infrastruktur dan fasilitas umum. Terdapat rencana pembangunan rumah sakit, sekolah, universitas, taman, taman bermain, dan tempat ibadah. Selain itu, proyek ini juga mencakup pengembangan jaringan transportasi yang terintegrasi, termasuk jalan raya, jaringan jalan dalam kota, stasiun kereta api, dan aksesibilitas yang baik ke bandara.
Pembangunan Meikarta diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitarnya. Proyek ini diharapkan menjadi magnet investasi asing dan mendorong pertumbuhan sektor properti dan industri di wilayah tersebut.
berikut adalah penjelasan tambahan mengenai proyek Meikarta:1.Masterplan Kota Mandiri: Meikarta didesain sebagai kota mandiri yang terintegrasi dengan segala fasilitas yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Masterplan proyek ini mencakup pengembangan berbagai sektor, seperti hunian, komersial, industri, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur transportasi.
2.Infrastruktur dan Transportasi: Proyek Meikarta memiliki fokus yang kuat pada pengembangan infrastruktur yang komprehensif. Ini termasuk pembangunan jalan raya, jalan dalam kota yang luas, sistem transportasi umum, termasuk kereta api, dan aksesibilitas yang baik ke bandara terdekat.
3.Fasilitas Publik: Salah satu tujuan utama Meikarta adalah menciptakan lingkungan yang nyaman dan lengkap bagi penduduknya. Oleh karena itu, proyek ini merencanakan pembangunan berbagai fasilitas publik, seperti rumah sakit, sekolah, universitas, taman, taman bermain, dan tempat ibadah untuk memenuhi kebutuhan penduduk dalam hal pendidikan, kesehatan, dan rekreasi.
4.Pusat Bisnis dan Komersial: Meikarta juga bertujuan untuk menjadi pusat bisnis dan komersial yang signifikan. Proyek ini mencakup pembangunan pusat perbelanjaan modern, kawasan perkantoran, hotel, restoran, dan fasilitas hiburan untuk memfasilitasi kegiatan komersial dan mendukung pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.
5.Pengembangan Lingkungan Hijau: Meikarta memberikan perhatian pada pelestarian lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan. Proyek ini merancang luas area hijau, taman, dan ruang terbuka untuk memberikan lingkungan yang segar dan nyaman bagi penduduknya. Selain itu, upaya juga dilakukan untuk mempertimbangkan aspek keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya dan pengurangan dampak lingkungan.
6.Potensi Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja: Meikarta diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi wilayah sekitarnya dan seluruh Indonesia. Proyek ini diharapkan dapat menarik investasi asing dan meningkatkan sektor properti, industri, dan layanan. Selain itu, proyek ini juga diharapkan menciptakan lapangan kerja dalam berbagai sektor, seperti konstruksi, perhotelan, perdagangan, dan layanan.

Mega proyek Meikarta di Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, kembali menjadi sorotan usai lama mati suri. Meikarta kembali muncul karena sejumlah pembeli apartemennya menuntut pengembalian uang karena merasa tak ada kepastian serah terima unit sejak pembayaran pertama 2017 silam hingga saat ini. Tuntutan ini dikemukakan oleh sekitar 100 orang yang tergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) saat berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR/DPD Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin pekan lalu (5/12/2022).

Untuk diketahui, Meikarta resmi diluncurkan pada 17 Agustus 2017. Proyek kota terencana tersebut berada di dekat Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Proyek tersebut rencananya menyasar kalangan menengah ke bawah. PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) adalah pengembang dari mega proyek Meikarta sekaligus anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK), dan digugat pailit oleh dua vendornya yakni PT Relys Trans Logistic dan PT Imperia Cipta Kreasi. Munculnya kota Meikarta yang diambil dari nama ibu James Riady bernama Mei, sekali lagi menunjukkan kepiawaian dan ketangguhan lobi bisnis keluarga Riady. Sebagai pebisnis maupun lobi politik, mereka punya kelas dunia. Langkah mereka seratus bahkan seribu langkah di depan. Mereka bisa mengubah lahan tempat 'jin buang anak' di ujung paling Timur kawasan Cikarang, menjadi hamparan mutiara yang tak ternilai harganya. Sementara itu, Corporate Secretary PT Lippo Cikarang Tbk Veronika Sitepu mengatakan, perseroan telah melakukan tindak lanjut kepada pihak PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) sebagai pengembang proyek Meikarta.

Veronika mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima dari PT MSU, aksi demonstrasi yang sempat terjadi tersebut untuk memenuhi permintaan pembeli yang berbeda dari kesepakatan perdamaian yang disahkan (homologasi) berdasarkan Putusan No. 328/Pdt.Sus- PKPU/2020/PN.Niaga Jakarta Pusat tertanggal 18 Desember 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) pada tanggal 26 Juli 2021 (Putusan Homologasi). "PT MSU senantiasa memenuhi komitmennya dan menghormati Putusan Homologasi yang mengikat bagi MSU dan seluruh krediturnya (termasuk pembeli)," tulis manajemen, Jumat (9/12/2022). PT MSU juga sudah menginformasikan hasil Putusan Homologasi ini kepada seluruh pembeli yang belum menerima unit, dimana pelaksanaan hasil putusan sudah dijalankan dalam bentuk serah terima unit secara bertahap sejak Maret 2021 lalu. "Beberapa pembeli telah berupaya menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan perdata namun pengadilan tetap memutuskan bahwa putusan homologasi yang harus dihormati dan dilaksanakan oleh para pihak," tuturnya. Sementara, terkait pemberitaan mengenai telah terlewatnya batas waktu selesainya pembangunan unit yang dijanjikan kepada konsumen Meikarta, dalam putusan homologasi, penyerahan unit akan dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2027. Adapun latar belakang unit apartemen belum dilakukan serah terima kepada konsumen, sebanyak 28 tower sudah pada tahap penyelesaian akhir pembangunan, sementara 8 tower lainnya sudah dilakukan topping off dan saat ini sedang dalam pengerjaan penyelesaian facade. "Serah terima secara bertahap kepada Pembeli telah dilakukan sejak bulan Maret 2021. Sampai dengan saat ini sudah diserahterimakan kurang lebih 1.800 unit kepada Pembeli," sebutnya. Estimasi waktu dilakukannya serah terima unit apartemen Meikarta District 1, District 2 dan District 3 kepada konsumen, dalam putusan homologasi, penyerahan unit akan dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2027. Perseroan juga memberikan klarifikasi dan penjelasan lebih lanjut terkait pemberitaan mengenai ditawarkannya relokasi berbayar kepada konsumen Meikarta. Berdasarkan informasi yang diterima, relokasi berbayar merupakan opsi (pilihan) yang ditawarkan kepada pembeli yang bersedia dan ingin mendapatkan unit yang sudah tersedia atau bisa tersedia lebih awal "PT MSU kepada Perseroan, PT MSU tetap berkomitmen untuk memenuhi hak-hak konsumen dan menghormati putusan homologasi," pungkasnya.
Namun, baru beberapa hari kembali ke permukaan, saham emiten properti Lippo Cikarang (LPCK) sebagai pengembang kawasan ini memerah. Jumat (9/12/2022) saham Lippo Cikarang ditutup pada angka Rp 1.020 namun rentang harga hari ini, Senin (12/12/2022) hanya pada kisaran Rp 975 hingga Rp 1020.

Proyek yang dijalankan ini juga belum mendapatkan surat izin resmi dan rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, baru mendapatkan izin lokasi untuk mendirikan suatu bangunan yang besar tetapi pembangunan tetap dilakukan. Masyarakat juga geram karena kebisingan yang ditimbulkan membuat kehidupan masyarakat menjadi tidak nyaman, dan membuat polusi udara bertambah, tidak hanya permasalahan dalam masyarakat, lingkungan dan surat izin, tetapi proyek pembangunan Meikarta ini dapat menjadi ajang politik bagi pemilihan gubernur Jawa Barat 2018. Kota baru Meikarta ini akan mempunyai implikasi dan permasalahan kota lama di sekitarnya yang tidak kunjung tertangani, sebab, perkembangan industralisasi poros Jakarta-Bekasi-Karawang bahkan hingga Purwakarta yang tidak tertata dengan baik (Edward, 2017:1).
Munculnya kasus suap izin pembangunan Meikarta yang cukup menyita perhatian publik tak ayal menyedot berbagai media massa cetak,elektronik hingga online pun tidak mau kalah dalam memberitakan kasus tersebut. Suatu pemberitaan oleh media massa sudah barang tentu dibingkai sedemikian rupa. Pada praktiknya media sebagai pilar ke empat dari demokrasi memiliki peran sebagai controling terutama berbagai kasus korupsi seperti kasus suap izin pembangunan Meikarta.


WHAT
Korupsi adalah Korupsi atau rasuah adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Kata korupsi berasal dari bahasa latin "corruptio" atau corruptus yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut para ahli bahasa, corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, suatu kata dari Bahasa Latin yang lebih tua. Kata tersebut kemudian menurunkan istilah corruption, corrups (Inggris), corruption (Perancis), corruptie/korruptie (Belanda) dan korupsi (Indonesia).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan di seluruh dunia ini rentan korupsi dalam praktiknya. Beratnya korupsi tentu berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Pengertian korupsi menurut UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengartikan bahwa Korupsi adalah Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.

GONE Theory
Keserakahan (Greed)
Keserakahan merupakan berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada dalam diri setiap orang (Bologna, 1993). Keserakahan (greeds) akan menuntut seseorang untuk memenuhi kebutuhan dengan berlebihan. Menurut Sarna, keserakahan adalah keinginan yang berlebihan untuk memperoleh atau memiliki lebih dari apa yang dibutuhkan atau diinginkan, terutama berkenaan dengan kekayaan material. Menurut Simanjuntak (2008) keserakahan berhubungan dengan moral seseorang. Menurutnya semua orang berpotensi untuk berperilaku serakah karena pada umumnya manusia itu mempunyai sifat yang tidak pernah puas. Jadi kecurangan muncul karena keserakahan dalam diri seseorang.
Kesempatan (Opportunity)Kesempatan merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban
pembuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum). Menurut Albrecht dkk. (2012:34) kesempatan adalah sebuah situasi yang memungkinkan seseorang untuk dapat melakukan kecurangan dan menghindari risiko tertangkapnya seseorang tersebut akibat melakukan kecurangan. Seseorang akan melakukan tindakan fraud ketika mereka memiliki kesempatan. Kesempatan ini bisa berupa sistem pengendalian yang lemah. Ketika suatu organisasi memiliki pengendalian yang lemah, pelaku fraud akan memiliki kesempatan untuk melakukan tindakan kecurangan.
Kebutuhan (Need)
Kebutuhan merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan. Bologna (1993) menyatakan bahwa kebutuhan merupakan faktor yang berhubungan dengan perilaku yang ada pada diri seseorang. Kebutuhan biasanya terjadi apabila adanya suatu desakan yang mengharuskan seorang mahasiswa mendapatkan nilai sempurna. Desakan ini dapat berasal dari lingkungan keluarga ataupun dari lingkungan kampus. Menurut Maslow
(1943), menyatakan bahwa "manusia di motivasi untuk memenuhi sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan".

Pengungkapan (Exposure)
Pengungkapan merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban
pembuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum). Pengungkapan adalah berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan. Menurut Bologna (1993) menyatakan bahwa pengungkapan adalah faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban tindakan kecurangan. Pengungkapan ini tidak dapat menjamin tidak terulangnya kecurangan oleh pelaku kecurangan yang sama atau pelaku lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.

GONE Theory merupakan teori yang dikemukakan oleh Jack Bologna yang terdiri dari keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (need), dan pengungkapan (exposure). Pertama, Keserakahan. Menurut Bologna (1993) keserakahan merupakan perilaku individu yang tidak pernah puas secara potensial melekat di dalam diri setiap orang. Berdasarkan hasil pengujian Ismatullah dan Eriswanto (2006), disimpulkan bahwa keserakahan berpengaruh positif signifikan terhadap kecurangan akademik. Keserekahaan terjadi karena ketidakpuasan mahasiswa akan sesutau yang telah diperolehnya sehingga faktor greed ini dijadikan kebiasaan yang dilakukan untuk mendapat nilai yang sempurna. Selanjutnya, hasil penelitian Indrawati dkk (2017) juga menunjukkan bahwa keserakahan berpengaruh positif terhadap perilaku kecurangan akademik. Hal ini disebabkan adanya tuntunan dari orang tua yang menginginkan anaknya mendapatkan nilai baik, mahasiswa memiliki keinginan untuk lulus dengan cepat, dan adanya tekanan dari lingkungan/teman untuk bersaing mendapatkan nilai yang tinggi.

Faktor faktor greeds dan needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor faktor opportunities dan exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan. Teori lain misalnya Teori Triangle Fraud (Donald R. Cressey) Ada tiga penyebab mengapa orang korupsi yaitu adanya tekanan (pressure), kesempatan (opportunity) dan rasionalisasi (rationalization).

WHY
John Peter Bologna mengemukakan sejumlah poin yang menjelaskan mengapa kejadian ini memiliki sebab dan akibat. Pasalnya, persoalan dalam kasus Meikarta adalah persoalan serupa yang menyangkut poin satu sampai tiga. Menurut John Peter, dalam kasus Proyek Meikarta PT. Mahkota Sentosa Utama (MSU), keserakahan memainkan peran penting dalam memaksimalkan pendapatan. Itu salah mengoptimalkan keuntungan dan berulang kali mencemooh hukum. Keserakahan (Greed) ditampilkan dalam memaksimalkan pendapatan melalui izin yang ditipu hingga melebihi kapasitas yang diizinkan. Ini akan memupuk rasa menang terus-menerus sehingga pejabat-pejabat penting bisa disuap untuk memalsukan dokumen perizinan. Jelas bahwa Indonesia dengan tegas melarang perilaku ini. Karena dapat mengakibatkan kerugian bagi pemerintah, korupsi merugikan masyarakat karena mendorong seseorang untuk bertindak dengan keserakahan yang berlebihan dalam upaya menguasai perekonomian. Kemudian, ada peluang dengan prosedur perizinan. Pencerahan Untuk melunasi izin, Proyek Meikarta juga bekerja sama dengan pejabat kota Bekasi, namun mereka memalsukan berbagai dokumen, termasuk izin. Mereka percaya bahwa mereka dapat mengubah izin tanah yang belum disetujui oleh pemerintah daerah jika mereka memiliki kesempatan untuk menjalin hubungan dengan pejabat pemerintah daerah.

WHAT
Robert Klitgaard adalah Profesor Universitas di Claremont Graduate University, di mana dia menjabat sebagai Presiden dari tahun 2005 hingga 2009. Dia sebelumnya menjabat sebagai Dekan Sekolah Pascasarjana Pardee RAND, di mana dia juga Profesor Ford Distinguished Pembangunan Internasional dan Keamanan. Dia telah dua kali menjadi Profesor Tamu Tamu Kehormatan Li Ka-shing di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew, Universitas Nasional Singapura. Dia adalah Profesor Ekonomi di Universitas KwaZulu-Natal, Durban; Profesor Ekonomi Lester Crown di Yale's School of Management; dan Associate Professor Kebijakan Publik di Harvard Kennedy School, di mana dia juga menjabat paruh waktu sebagai Asisten Khusus untuk Presiden Harvard Derek Bok. Klitgaard memberi nasihat kepada pemerintah tentang strategi ekonomi dan reformasi kelembagaan, dan pekerjaan konsultasi serta penelitiannya telah membawanya ke lebih dari 30 negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Dia disebut sebagai "pakar korupsi terkemuka di dunia" (The Christian Science Monitor). Dia telah bertugas di fakultas Forum Ekonomi Dunia, dewan redaksi Theoria dan Jurnal Sastra Ekonomi, dan Dewan Asosiasi Evaluasi Pembangunan Internasional. Selain banyak artikel, ia telah menulis sejumlah buku: Berani dan Rendah Hati: Cara Memimpin Kolaborasi Publik-Swasta-Warga (under review). Empat studi kasus kemitraan lokal dalam pelestarian budaya, keindahan kota, sekolah menengah teknologi tinggi, dan pengembangan ekonomi lokal memberikan inspirasi dan panduan praktis bagi para pemimpin di Bhutan dan di seluruh dunia.

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Kata corruptio masuk dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption atau dalam bahasa Belanda menjadi corruptie. Kata corruptie dalam bahasa Belanda masuk ke dalam perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Definisi lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu "korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi World Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi.

Pengertian korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB), yaitu kegiatan yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Orang-orang ini, lanjut pengertian ADB, juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut dengan menyalahgunakan jabatan.
Lembaga Transparency International yang setiap tahunnya merilis Indeks Persepsi Korupsi (IPK) mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan tidak pantas dan melanggar hukum oleh pejabat publik, baik politisi atau pegawai negeri, demi memperkaya diri sendiri atau orang-orang terdekat dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan oleh publik.

Sementara Hong Kong Independent Commission Against Corruption (ICAC) menyebutkan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang oleh pejabat publik dengan melakukan pelanggaran hukum terkait tugas mereka, demi mencari keuntungan untuk diri dan pihak ketiga.

Dalam Pasal 8 UN Convention Against Transnational Organized Crime and The Protocol Thereto yang digagas Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime-UNODC), korupsi memiliki dua definisi.

Pertama, korupsi adalah menjanjikan, menawarkan, atau memberikan kepada pejabat publik, baik secara langsung maupun tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak semestinya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang atau badan lain, agar pejabat tersebut bertindak atau tidak bertindak dalam menjalankan tugas resminya

Kedua, korupsi adalah permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik, secara langsung atau tidak langsung, untuk keuntungan yang tidak semestinya, baik untuk pejabat itu sendiri maupun orang atau badan lain, agar pejabat tersebut bertindak atau tidak bertindak dalam atau tidak bertindak dalam pelaksanaan tugas resminya.

UNODC dalam situsnya menyebut korupsi adalah fenomena sosial, politik, dan ekonomi yang kompleks. Korupsi, ujar UNODC, telah merendahkan institusi demokrasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan.

Sementara Kofi Annan Sekjen PBB periode 1997-2006 dalam sambutannya pada United Nations Convention against Corruption (UNCAC) mengatakan adalah wabah mengerikan yang memiliki dampak merusak bagi masyarakat. Korupsi, kata Annan, menyebabkan pelanggaran HAM, merusak pasar, mengikis kualitas hidup, dan memunculkan kejahatan terorganisir, terorisme, serta ancaman lainnya bagi kehidupan manusia.

Indonesia sendiri melalui UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengelompokkan korupsi ke dalam 7 jenis utama. Ketujuh jenis tersebut adalah kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Robert Klitgaard mengatakan korupsi bisa didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan untuk keuntungan pribadi. Jabatan tersebut bisa merupakan jabatan publik, atau posisi apapun di kekuasaan, termasuk di sektor swasta, organisasi nirlaba, bahkan dosen di kampus. Korupsi menurut Klitgaard berbentuk penyuapan, pemerasan, dan semua jenis peniuan.
Dari berbagai pengertian di atas, korupsi pada dasarnya memiliki lima komponen, yaitu:
1. Korupsi adalah suatu perilaku.
2. Ada penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
3. Dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.
4. Melanggar hukum atau menyimpang dari norma dan moral.
5. Terjadi atau dilakukan di lembaga pemerintah atau swasta.

Dari penjelasan tersebut di atas, maka antikorupsi menjadi sebuah antitesis. Pengertian antikorupsi adalah semua tindakan, perkataan, atau perbuatan yang menentang korupsi dan segala macam bentuknya. Seseorang yang memahami pengertian antikorupsi ini akan berlaku sesuai dengan nilai-nilai integritas. Adapun sembilan nilai integritas tersebut adalah jujur, mandiri, bertanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil dan kerja keras, atau yang disingkat "Jumat Bersepeda KK". Dengan memegang teguh prinsip antikorupsi, seseorang memiliki benteng moral untuk tidak melakukan korupsi dan juga mencegah tindakan korupsi.

WHY
Teori CDMA (Robert Klitgaard) Korupsi (corruption) terjadi karena faktor kekuasaan (directionary) dan monopoli (monopoly) yang tidak dibarengi dengan akuntabilitas (accountability). Kekuasaan dan monopoli yang tidak diimbangi dengan akuntabilitas akan memunculkan sikap serakah. Dengan kekuasaan dia bisa memonopoli apapun dan tidak mempedulikan perihal kualitas kerja. Baginya apa saja yang dilakukannya didasarkan kekuasaan. Anak buah yang membantunya biasanya menjuluki dengan pemimpin tangan besi yang rakus. Namun bagi anak buah yang dekat justru membuat meraka bisa menekan kesegala sector untuk memuaskan nafsu pemimpinannya sekaligus memuaskan nafsunya dan memanfaatkan "aji mumpung. Teori ini mendalami pemimpin atau penguasa yang memiliki karakter dictator dan haus akan harta dan kekuasaan.
Masalah utama yang sangat berbahaya dan berdampak signifikan terhadap pembangunan ekonomi dan stabilitas politik adalah korupsi, yang mempengaruhi hampir semua negara, termasuk negara maju dan terbelakang. Karena mempengaruhi kepemimpinan, proses, dan budaya organisasi sebagai dinamika dan insentif untuk melakukan aktivitas korup, korupsi adalah bisnis yang menantang dan rumit.
Teori Klitgaard, juga dikenal sebagai "Teori Korupsi Klitgaard," adalah kerangka konseptual yang digunakan untuk menganalisis dan memahami korupsi dalam konteks pemerintahan dan sektor publik. Teori ini diperkenalkan oleh Robert Klitgaard dalam bukunya yang berjudul "Controlling Corruption" pada tahun 1988.
Teori Klitgaard mengidentifikasi tiga faktor utama yang berkontribusi terhadap tingkat korupsi dalam suatu sistem:
1.Monopoli Discretionary Power (Kekuasaan Diskresioner Monopoli): Korupsi cenderung terjadi ketika individu atau institusi memiliki kekuasaan yang tidak terbatas atau kebebasan tindakan yang besar tanpa adanya pengawasan yang memadai. Semakin besar kekuasaan diskresioner yang dimiliki seseorang, semakin besar pula potensi untuk penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.
2.Low Accountability (Akuntabilitas Rendah): Korupsi cenderung berkembang di lingkungan di mana akuntabilitas lemah atau tidak ada. Ketika tidak ada sistem pengawasan atau sanksi yang efektif, individu atau institusi yang berkuasa dapat terlibat dalam tindakan korupsi tanpa takut akan konsekuensi hukum atau etika.
3.High Temptation (Godaan Tinggi): Faktor ketiga dalam teori ini adalah adanya godaan atau insentif yang tinggi untuk terlibat dalam korupsi. Ini bisa berupa kesempatan untuk memperoleh keuntungan pribadi, seperti uang, jabatan, atau kekuasaan, dengan cara yang tidak jujur atau melanggar hukum.

Teori Klitgaard menekankan pentingnya memperbaiki ketiga faktor ini dalam rangka mengendalikan korupsi. Salah satu pendekatan yang dianjurkan adalah dengan memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan dalam sistem pemerintahan serta mengurangi kekuasaan diskresioner yang terlalu besar.

Di samping faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, berikut adalah beberapa tambahan faktor yang terkait dengan Teori Klitgaard atau Teori Korupsi Klitgaard:
1.Ketidakseimbangan kekuasaan: Faktor ini menyoroti situasi di mana terdapat ketidakseimbangan kekuasaan antara pihak yang memberikan dan menerima suap atau gratifikasi. Ketidakseimbangan ini dapat mempermudah terjadinya praktik korupsi karena pihak yang memberikan suap memiliki kelebihan kekuasaan dalam transaksi tersebut.
2.Norma sosial: Norma sosial dan budaya juga dapat mempengaruhi tingkat korupsi dalam suatu masyarakat. Jika korupsi dianggap sebagai norma yang diterima atau bahkan dihargai dalam masyarakat, maka praktik korupsi cenderung lebih meluas. Sebaliknya, jika masyarakat memiliki norma yang kuat dalam menolak dan menghukum korupsi, maka tingkat korupsi dapat ditekan.
3.Ketidaktransparan dan kompleksnya proses: Ketidaktransparanan dan kompleksitas proses administrasi atau kebijakan publik dapat memudahkan terjadinya korupsi. Ketika proses tidak dapat dimengerti dengan mudah oleh masyarakat atau ada celah yang sulit untuk dipantau, hal ini dapat menciptakan ruang bagi praktik korupsi.
4.Ketidakadilan sosial dan ekonomi: Ketidakadilan dalam distribusi kekayaan dan sumber daya dapat menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat korupsi. Ketika kesenjangan sosial dan ekonomi yang besar terjadi, individu atau kelompok tertentu mungkin merasa terpinggirkan dan menggunakan praktik korupsi sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan pribadi atau memperbaiki situasi mereka.

Penerapan Teori Klitgaard atau Teori Korupsi Klitgaard dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1.Identifikasi dan analisis faktor-faktor korupsi: Pertama-tama, lakukan identifikasi dan analisis terhadap faktor-faktor korupsi yang relevan dalam konteks yang ingin diteliti atau diperbaiki. Faktor-faktor ini dapat mencakup kekuasaan diskresioner monopoli, rendahnya akuntabilitas, godaan yang tinggi, ketidakseimbangan kekuasaan, norma sosial, ketidaktransparanan, kompleksitas proses, dan ketidakadilan sosial dan ekonomi.
2.Evaluasi kebijakan dan praktik yang ada: Selanjutnya, lakukan evaluasi terhadap kebijakan dan praktik yang ada dalam institusi atau pemerintahan yang relevan. Tinjau sejauh mana faktor-faktor korupsi tersebut hadir dan berperan dalam konteks tersebut. Identifikasi kelemahan atau celah yang mungkin memfasilitasi korupsi.
3.Pengembangan kebijakan dan mekanisme pengendalian: Berdasarkan hasil analisis, pengembangkan kebijakan dan mekanisme pengendalian yang bertujuan untuk mengatasi faktor-faktor korupsi yang diidentifikasi. Misalnya, dapat dilakukan dengan memperkuat pengawasan dan transparansi, meningkatkan akuntabilitas, mengurangi kekuasaan diskresioner yang tidak terkendali, dan meningkatkan integritas institusi.
4.Implementasi kebijakan dan mekanisme pengendalian: Setelah kebijakan dan mekanisme pengendalian dikembangkan, langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya dengan baik. Pastikan ada dukungan yang kuat dari manajemen, pemangku kepentingan, dan sumber daya yang memadai untuk menerapkan kebijakan dan mekanisme tersebut.
5.Evaluasi dan pemantauan: Lakukan evaluasi dan pemantauan secara berkala terhadap implementasi kebijakan dan mekanisme pengendalian. Tinjau apakah langkah-langkah yang diambil efektif dalam mengatasi korupsi dan mengurangi faktor-faktor penyebabnya. Lakukan perbaikan dan penyesuaian jika diperlukan.
6.Mendorong partisipasi dan kesadaran publik: Libatkan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam upaya pengendalian korupsi. Tingkatkan kesadaran tentang pentingnya melawan korupsi dan ajak masyarakat untuk berperan aktif dalam mengawasi dan melaporkan praktik korupsi.
7.Kolaborasi antar sektor: Korupsi melibatkan berbagai sektor dan pemangku kepentingan. Mendorong kolaborasi dan kerja sama antara sektor pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil dapat memperkuat upaya pengendalian korupsi secara holistik.

Penerapan Teori Klitgaard ini harus disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan setiap negara, organisasi, atau institusi. Setiap langkah harus didukung oleh komitmen, integritas, dan upaya yang berkelanjutan untuk menciptakan tata kelola yang transparan.

konsep-konsep kunci dan aspek penting yang terkait dengan teori Klitgaard
1.Formula Korupsi: Teori Klitgaard menyajikan formula dasar Korupsi = Diskresi + Godaan - Pemantauan. Diskresi mengacu pada tingkat keleluasaan atau kebebasan yang dimiliki oleh individu atau pejabat dalam membuat keputusan atau bertindak. Godaan mencerminkan insentif atau keuntungan pribadi yang dapat diperoleh dari perilaku korup. Pemantauan berkaitan dengan adanya kontrol dan pengawasan yang efektif untuk mencegah dan mendeteksi tindakan korupsi.
2.Fokus pada Sistem: Teori Klitgaard menekankan pentingnya memahami korupsi sebagai masalah sistemik, bukan hanya sebagai perilaku individu. Korupsi tidak hanya berkaitan dengan individu yang terlibat, tetapi juga dengan faktor-faktor struktural, budaya, dan institusional yang mempengaruhi tingkat korupsi dalam suatu sistem.
3.Peran Transparansi: Salah satu elemen kunci dalam penerapan Teori Klitgaard adalah meningkatkan transparansi. Dengan membuat proses keputusan dan tindakan lebih terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan, kesempatan untuk melakukan korupsi dapat dikurangi. Transparansi dapat mencakup aspek-aspek seperti publikasi anggaran, pengadaan barang dan jasa, kebijakan publik, dan keuangan publik.
4.Pengawasan dan Akuntabilitas: Teori Klitgaard menekankan pentingnya memperkuat mekanisme pengawasan dan akuntabilitas untuk mencegah dan mendeteksi tindakan korupsi. Ini termasuk pengawasan internal dan eksternal yang efektif, audit yang independen, pengaduan dan whistleblower protection, serta proses penegakan hukum yang tegas.
5.Peran Insentif dan Deterrence: Teori Klitgaard mengakui pentingnya menerapkan insentif yang tepat dan memperkuat efek deterrence untuk mengurangi motivasi melakukan korupsi. Insentif yang tepat dapat mencakup penghargaan untuk perilaku integritas dan kepatuhan, sementara hukuman yang tegas dan adil dapat mempengaruhi persepsi risiko dan mencegah tindakan korupsi.
6.Pendekatan Multisektoral: Teori Klitgaard dapat diterapkan di berbagai sektor, termasuk sektor publik, swasta, dan masyarakat sipil. Dalam penerapannya, kerjasama antara berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah, bisnis, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat sipil sangat penting untuk mencapai hasil yang efektif dalam mengendalikan korupsi.
7.Adaptasi Kontekstual: Penerapan Teori Klitgaard harus disesuaikan dengan konteks dan karakteristik unik dari setiap negara, sektor, atau lingkungan. Tidak ada pendekatan tunggal yang cocok untuk semua situasi. Oleh karena itu, adaptasi dan penyesuaian harus dilakukan dengan mempertimbangkan tantangan dan kebutuhan spesifik setiap entitas.

Kesimpulan mengenai penerapan Teori Klitgaard dalam kasus korupsi Meikarta adalah sebagai berikut:
1.Diskresi yang tinggi: Kasus korupsi Meikarta menunjukkan adanya tingkat diskresi yang tinggi di kalangan pejabat terkait. Diskresi yang besar memberikan peluang bagi pejabat untuk menyalahgunakan kekuasaan mereka dalam proses perizinan dan pengawasan proyek Meikarta.
2.Godaan yang besar: Faktor godaan juga memainkan peran penting dalam kasus korupsi Meikarta. Godaan dalam bentuk suap, gratifikasi, atau keuntungan pribadi lainnya telah mempengaruhi beberapa pejabat terkait untuk melanggar prosedur dan melibatkan diri dalam praktik korupsi.
3.Pemantauan yang lemah: Salah satu faktor yang memfasilitasi kasus korupsi Meikarta adalah kurangnya pemantauan dan pengawasan yang efektif. Kurangnya kontrol internal dan eksternal, serta kerentanan sistem pengawasan, memungkinkan praktik korupsi terjadi tanpa terdeteksi.
4.Kurangnya transparansi: Kasus Meikarta juga mengungkapkan kurangnya transparansi dalam proses pengambilan keputusan dan perizinan. Kurangnya akses terhadap informasi yang akurat dan jelas memungkinkan praktik korupsi dan manipulasi dalam proses perizinan proyek.
5.Perlunya penegakan hukum yang tegas: Dalam menangani kasus korupsi Meikarta, penegakan hukum yang tegas dan adil sangat penting. Pentingnya independensi lembaga penegak hukum, penyelidikan yang mendalam, dan penuntutan terhadap para pelaku korupsi dalam kasus ini untuk memberikan efek jera dan memastikan keadilan.
6.Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas: Penerapan Teori Klitgaard dalam kasus Meikarta membutuhkan peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam proses perizinan dan pengawasan proyek. Hal ini meliputi peningkatan publikasi informasi terkait perizinan, pelibatan masyarakat dalam pengawasan, dan peningkatan mekanisme pengaduan dan whistleblower protection.
7.Pemberantasan korupsi secara sistemik: Kasus Meikarta menggarisbawahi perlunya pendekatan yang menyeluruh dalam pemberantasan korupsi. Selain mengusut tuntas kasus individual, langkah-langkah perbaikan sistemik harus diambil untuk menghindari terjadinya praktik korupsi serupa di masa depan.

Dalam kasus korupsi Meikarta, penerapan Teori Klitgaard dapat memberikan panduan dan kerangka kerja untuk menganalisis faktor-faktor korupsi yang terlibat serta merumuskan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian yang lebih efektif dalam mengatasi korupsi dalam konteks proyek pembangunan.

HOW
Penerapan teori Klitgaard dalam kasus korupsi Meikarta terhadap konsumen dapat melibatkan beberapa langkah dan strategi. Berikut adalah beberapa contoh penerapan teori Klitgaard yang dapat membantu melindungi kepentingan konsumen dalam kasus ini:
1.Meningkatkan transparansi: Salah satu faktor penting dalam teori Klitgaard adalah akuntabilitas. Untuk melindungi kepentingan konsumen, penting untuk mendorong transparansi dalam proses pengembangan proyek dan tata kelola perusahaan. Informasi mengenai perencanaan, biaya, jadwal, dan regulasi harus secara terbuka tersedia untuk konsumen agar mereka dapat membuat keputusan yang tepat.
2.Membentuk mekanisme pengawasan yang efektif: Dalam teori Klitgaard, akuntabilitas adalah kunci dalam memerangi korupsi. Dalam kasus Meikarta, pemerintah dan lembaga terkait perlu memastikan adanya mekanisme pengawasan yang efektif untuk memantau aktivitas perusahaan dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi. Hal ini termasuk audit independen, inspeksi rutin, dan pelaporan yang transparan.
3.Melibatkan konsumen dalam pengambilan keputusan: Klitgaard menekankan pentingnya partisipasi warga dalam melawan korupsi. Dalam kasus Meikarta, konsumen harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait proyek, misalnya melalui konsultasi publik, forum diskusi, atau mekanisme partisipasi lainnya. Ini akan memberikan konsumen kekuatan dan suara dalam proses pengembangan proyek serta mengurangi risiko korupsi.
4.Mendorong perlindungan hukum dan pengadilan yang adil: Salah satu aspek penting dalam teori Klitgaard adalah menegakkan akuntabilitas dan konsekuensi atas tindakan korupsi. Dalam kasus Meikarta, perlu ditegakkan perlindungan hukum yang kuat bagi konsumen yang merasa dirugikan oleh praktik korupsi. Proses pengadilan yang adil dan tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi akan memberikan sinyal bahwa korupsi tidak akan ditoleransi.
5.Mendorong budaya integritas: Klitgaard menekankan pentingnya integritas dalam mencegah korupsi. Dalam konteks Meikarta, perlu membangun budaya integritas di antara semua pihak terkait, termasuk pengembang, pemerintah, dan konsumen. Promosi nilai-nilai etika, kesadaran akan risiko korupsi, dan penerapan kebijakan anti-korupsi dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih bermoral dan integritas.

Penerapan teori Klitgaard dalam kasus korupsi Meikarta terhadap konsumen akan melibatkan kombinasi strategi ini untuk melindungi kepentingan konsumen, meningkatkan akuntabilitas, dan mencegah korupsi. Penting untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk konsumen itu sendiri, dalam upaya ini guna mencapai hasil yang efektif dan berkelanjutan.

Dalam kasus korupsi Meikarta, penerapan teori Klitgaard dapat memberikan beberapa kesimpulan dan pesan yang dapat diambil. Berikut adalah beberapa kesimpulan dan pesan yang mungkin relevan:
1.Monopoli dan diskresi yang tidak terkendali dapat menjadi pemicu korupsi: Dalam kasus Meikarta, dominasi pihak tertentu dalam industri properti dan pemberian kebebasan diskresi kepada individu dalam pengambilan keputusan memungkinkan terjadinya praktik korupsi. Oleh karena itu, penting untuk menghindari monopoli yang merugikan persaingan dan mengatur diskresi agar tidak disalahgunakan.
2.Akuntabilitas dan transparansi yang buruk memperburuk risiko korupsi: Kurangnya akuntabilitas dan transparansi dalam proses pengembangan proyek Meikarta menciptakan celah bagi praktik korupsi. Penting untuk memperkuat sistem akuntabilitas dan memastikan transparansi dalam semua tahap proyek untuk mengurangi risiko korupsi.
3.Partisipasi publik dan perlindungan konsumen yang lebih kuat penting: Melibatkan konsumen dan melindungi kepentingan mereka adalah langkah penting dalam pencegahan korupsi. Dalam kasus Meikarta, konsumen harus memiliki peran yang lebih kuat dalam pengambilan keputusan terkait proyek dan dilindungi secara hukum jika merasa dirugikan oleh praktik korupsi.
4.Perlunya sistem hukum yang kuat dan tegas: Penerapan hukuman yang adil dan tegas terhadap pelaku korupsi adalah elemen penting dalam pencegahan korupsi. Dalam kasus Meikarta, perlu memastikan adanya penegakan hukum yang kuat, proses pengadilan yang adil, dan tindakan hukuman yang tegas bagi mereka yang terlibat dalam praktik korupsi.
5.Budaya integritas dan etika perlu ditekankan: Penting untuk membangun budaya integritas di antara semua pihak yang terlibat dalam proyek seperti Meikarta. Menekankan nilai-nilai etika dan integritas serta menerapkan kebijakan anti-korupsi yang ketat akan membantu mencegah dan mengurangi praktik korupsi.

Pesan-pesan yang dapat diambil dari kasus korupsi Meikarta menurut teori Klitgaard antara lain:
-Pentingnya meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengembangan proyek untuk mencegah korupsi.
-Partisipasi publik dan perlindungan konsumen harus diperkuat dalam proses pengambilan keputusan.
-Penegakan hukum yang kuat dan tegas terhadap pelaku korupsi adalah kunci dalam mencegah korupsi.
-Pentingnya membangun budaya integritas dan etika di semua tingkatan terkait proyek.
-Keterlibatan semua pemangku kepentingan, termasuk konsumen, pemerintah, dan pengembang, dalam pencegahan dan penanganan korupsi sangat penting.

Dengan memperhatikan pesan-pesan ini, langkah-langkah dapat diambil untuk mencegah dan mengatasi korupsi dalam proyek-proyek seperti Meikarta.

Daftar Pustaka
https://aclc.kpk.go.id/action-information/exploration/20220411-null#
Siti Nursa'adah, Efendri (2022). Academic Fraud Dalam Perkuliahan Daring ditinjau dari Teori Fraud Gone.EDUKASIA: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol 3.
Klitgaard, R. (1988). Controlling Corruption. University of California Press.
Klitgaard, R. (1991). The Klitgaard Misery Index: A Proposal. The Public Interest, 104, 3-22.
Tunley, Martin. 2010. Need, Greed or Opportunity? An Examination of Who Commits Benefit Fraud and Why They Do It. Security Journal (2011) 24, 302-319. UK.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun