Jejaring sosial juga sering dimanfaatkan oleh kalangan pebisnis untuk sekedar mempromosikan atau memperkenalkan produk mereka di dunia virtual dengan menggunakan jasa buzzer sebagai brand ambassador mereka. Dimana dalam mempromosikan atau memperkenalkan suatu produk bisa secara instan dilakukan di jejaring sosial dengan biaya yang murah dan terjangkau tanpa harus repot-repot  mengiklankan produk itu di media lainnya dengan biaya yang mahal pula seperti halnya ketika ingin berpromosi di media konvensional. Cukup hanya dengan  mendaftar atau membuat akun di sebuah jejaring sosial, sudah bisa langsung memperkenalkan brand mereka. Tak hanya kalangan pebisnis saja, kalangan elit politik maupun parpol di negeri ini juga memanfaatkan jejaring sosial ini sebagai sarana ''pencitraan''.!
Inilah yang coba di bahas didalam artikel ini. Dimana fenomena kampanye suatu parpol didalam jejaring sosial dengan menggunakan buzzer sebagai ''pasukan'' mereka dalam mendongkrak citra dan elektabilitas suatu parpol tertentu. Sah-sah saja jika ada suatu parpol ingin memanfaatkan jasa ini untuk berkampanye atau hanya sekedar untuk membangun citra positif partai itu sendiri. Nah, disinilah peran para buzzer itu dibutuhkan. Pasti ada yang bertanya-tanya  apa sih buzzer itu? Bagi yang belum tahu buzzer itu apa, saya akan menjelaskan sedikit terlebih dahulu tentang buzzer itu sendiri.
Buzzer adalah pemilik akun sosial media seperti Twitter dengan follower yang banyak atau akun Facebook dengan teman atau like yang banyak. Mereka inilah penyebar informasi atau buzzer yang sangat efektif di jejaring sosial. Karena saking banyaknya follower atau teman mereka di media sosial, setiap tweet atau posting-an mereka di akun pribadinya langsung terbaca oleh ribuan bahkan jutaan masyarakat di dunia virtual. Itulah sebabnya mereka disebut sebagai penyebar  informasi yang sangat efektif. Maka fenomena inilah yang coba dimanfaatkan oleh parpol tertentu untuk memanfaatkan jejaring sosial itu sendiri untuk berkampanye atau hanya sekedar untuk pencitraan saja. Bahkan tak jarang buzzer itu bahkan ada dari kalangan selebritis atau publik figur tertentu.
Tentunya jasa buzzer ini bukan jasa cuma-cuma. Para buzzer ini dibayar bahkan tak jarang ada juga yang memasang tarif untuk setiap satu kali tweet atau posting-an mereka di akun sosial miliknya. Dan para selebtwit (akun di twitter dengan follower 2 ribu keatas) ini pun kena dampaknya dan kini sudah menjadi buzzer berbayar. Tentunya karna efek yang dihasilkan oleh para buzzer ini dalam menyampaikan suatu pesan bisa memberikan dampak yang sangat luas dan besar keuntungannya karna langsung  dibaca oleh jutaan pengikut mereka di jejaring sosial. Tarif yang dikenakan para buzzer ini sangat bervariasi nominalnya, seperti yang dilansir oleh industri.kontan.co.id, sebuah perusahaan konsultan pemasaran digital melalui Chief Executive OfficerBrightstars mereka, Pandu Wirawan mengungkapkan ada yang mulai dari Rp 3 juta sampai Rp 20 juta per tweet untuk buzzer artis. Karna menurut Pandu para buzzer artis ini berani memasang tarif sedemikian rupa ddikarenakan rata-rata pengguna internet sekarang menghabiskan 5 jam sehari dan 35 jam per minggu. Dan menurut pengamat sosial media yang cukup kondang dengan akun twitter @ndorokakung atau Wicaksono, untuk buzzer biasa atau selebtwit, bervariasi nominalnya mulai dari Rp 100.000 per tweet hingga satu sepeda motor untuk kontrak sebagai buzzer.
Kaitannya dengan pencitraan parpol, berdasarkan survei yang dirilis oleh Katapedia Social Media Research Center, yang dilansir oleh okezone.com, ada delapan partai politik yang mulai aktif di media sosial untuk meningkatkan elektabilitas partai mereka masing-masing.
Partai tersebut adalah Gerindra (19,67 persen), NasDem (13,68 persen), PKS (12,97 persen), PDI Perjuangan (12,12 persen), Golkar (11,45 persen), Hanura (10,17 persen), PPP (9,84 persen), dan Demokrat (9,65 persen). Survei dilakukan terhitung sejak 1 November-1 Desember 2013 dengan menganalisa pembicaraan terkait parpol di sosial media Twitter. Masing-masing parpol punya strateginya masing dalam bermanuver berpolitik terutama di media sosial. Mulai dari saling ejek atau menjatuhkan lawan politiknya dengan melemparkan isu-isu negatif, atau dengan melakukan perang psikologi atau psy-war secara verbal melalui buzzer bayaran mereka tentunya. Tak jarang juga para parpol ini melakukan pencitraan dengan mengkampanyekan berbagai hal positif mengenai parpol mereka di jejaring sosial untuk menarik simpati masyarakat tentunya.
Namun kembali lagi bahwa jejaring sosial itu sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia di zaman sekarang ini. Tinggal tergantung individu atau kelompok yang ingin  menggunakannya dalam bentuk apa dan seperti apa faedahnya kedepan. Dan emua kembali lagi ke pribadi masing-masing, bagaimana cara kita dalam menggunakan jejaring sosial yang baik dan benar bukan untuk membawa kita terjerumus dalam tindak-tanduk perbuatan kriminal yang merugikan kita.