Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

MUSLIHAT UNTUK MENUMPULKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

30 Januari 2015   18:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:05 67 0
Hingga saat ini,publik terus mengikuti apa yang sedang terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).Publik menilai bahwa ada gesekan,ada konflik ataupun benturan antara KPK dan Polri,sekalipun elit politik terus tampil mengklarifikasi bahwa kedua institusi penegak hukum tersebut tidak mengalami gesekan,konflik ataupun benturan.Publik justeru melihat bahwa ada sebuah persoalan serius yang sedang terjadi antara KPK dan Polri.


Kemelut antara KPK dan Polri ini bermula ketika Presiden Jokowidodo yang akrab disapa Jokowi mencalonkan Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).Namun pencalonan tersebut tidak berjalan mulus,karena pada tanggal 13 Januari,KPK menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus "rekening gendut" dan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b,Pasal 5 ayat 2,Pasal 11 atau 12 B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.Sepuluh hari kemudian pasca ditetapkannya Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK,tepatnya pada tanggal 25 Januari,Wakil Ketua KPK Bambang Widjayanto,ditangkap layaknya seorang penjahat besar oleh Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar (Bareskrim Mabes) Polri.Pihak Mabes Polri menyebut,Bambang Widjayanto ditangkap karena telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan menghadirkan saksi palsu di Makhamah Konstitusi (MK) dalam kasus Pemilihan Bupati Kota Waringin Barat,Kalimantan Tengah.


Tidak sampai seminggu pasca penangkapan Wakil Ketua KPK,Bambang Widjayanto,tiga Komisioner KPK yang lain dilaporkan pula ke Mabes Polri antara lain : Zulkarnaen dilaporkan terkait dugaan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Jawa Timur pada Tahun 2008,Adnan Pandu Praja dilaporkan terkait dugaan pengambil alihan saham PT.Desy Timber,Abraham Samad dilaporkan karena dianggap melanggar Pasal 35 dan Pasal 36 UU KPK terkait dugaan pertemuan dengan petinggi PDIP dalam upaya pencalonannya sebagai Wakil Presiden.Dengan kondisi ini,maka semua komisioner atau pimpinan KPK yang berjumlah 4 orang telah dilaporkan ke Mabes Polri dalam waktu relatif singkat yakni dua minggu pasca penetapan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK.


Menguak Politik Oligarkhi dan Balas Budi





Publik tentunya berhak untuk mengetahui siapakah sebenarnya Komjen Pol Budi Gunawan yang dicalonkan oleh Presiden Jokowi sebagai calon tunggal Kapolri.Budi gunawan memang harus diakui memiliki sederatan prestasi dalam jenjang karirnya di Polri.Sederatan prestasi tersebut menghantarkan Budi Gunawan menjadi ajudan mantan Presiden Megawati Soekarno Putri.Kedekatan Budi Gunawan dengan Megawati dan eli Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) setidaknya mulai menguat ketika posisinya sebagai ajudan.Hal inipun diakui oleh politikus senior PDIP,Pramono Anung juga Trimedia Panjaitan.


Dalam masa Pemilihan Pilpres,terkuak fakta bahwa Budi Gunawan yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian,melakukan pertemuan dengan Tim Pemenangan pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Jokowidodo-Jusuf Kalla yang berlangsung di Restoran Sate Khas Senayan,Menteng.Untuk persoalan tersebut,Irwasum Mabes Polri menyatakan bahwa telah meminta klarifikasi Budi Gunawan dan Budi Gunawan menyatakan bahwa pertemuan tersebut terjadi secara tidak sengaja atau bukan sebuah pertemuan yang direncanakan.


Dari dua fakta ini rasanya sulit diterima oleh publik bahwa Presiden Jokowi bertindak "independen" dalam pengajuan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri.Publik lantas menduga bahwa oligarkhi partailah yang memainkan kepentingannya melalui Presiden Jokowi terkait pencalonan tersebut.Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Ketua Tim 9 Syafii Maarif,sebuah Tim Independen yang dibentuk oleh Presiden untuk menangani kisruh antara KPK dan Polri.Ketua Tim 9 atau Tim Independen Syafii Maarif mengungkapkan bahwa pengajuan Komjen Pol Budi Gunawan bukan inisiatif Presiden Jokowi.Pernyataan ini disampaikan Syafii Maarif setelah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Presiden pada Rabu,28 Januari.


Bila mencermati kedekatan antara Komjen Pol Budi Gunawan dengan Megawati dan elit PDIP juga pernyataan Ketua Tim 9 atau Tim Independen Syafii Maarif maka publik akan dapat melihat bahwa terkesan pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan dipaksakan.Bila kita jeli melihat ke belakang,maka sesungguhnya PPATK dan KPK telah memberi peringatan yang jelas kepada Presiden Jokowi soal Komjen Pol Budi Gunawan.Ketika Presiden Jokowi meminta PPATK dan KPK menelusuri rekam jejak calon Menteri yang akan menduduki kabinet,sesungguhnya nama Komjen Pol Budi Gunawan diusulkan oleh Presiden Jokowi masuk bursa calon Menteri.Akan tetapi nama tersebut diberi rapor merah pada posisi nomor 1 oleh PPATK dan KPK karena kasusnya dalam penanganan.Akan tetapi realitasnya,nama tersebut kembali dicalonkan oleh Presiden Jokowi sebagai Kapolri sebagai calon tunggal menyingkirkan 8 calon lainnya.


Presiden Jokowi sebenarnya memiliki kesempatan untuk menarik kembali atau membatalkan pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan tersebut ketika ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka.Namun kesempatan itu tidak pernah dipakai oleh Presiden Jokowi.Hal ini sesungguhnya membuktikan bahwa Presiden Jokowi bukan saja berada dalam intervensi kepentingan elit politik melainkan juga ketidakmampuan Presiden Jokowi dalam menghasilkan kebijakan strategis yang secara prinsip kebijakan strategis tersebut lahir dari sebuah keptusan yang "berdikari".Sebuah kenyataan yang memperlihatkan bahwa sikap dan tindakan Jokowi bertolak belakang dengan apa yang selalu dia kumandangkan tentang ajaran Bung Karno "berdikari".Bagimana mungkin Presiden Jokowi akan menjalankan ajaran Bung Karno tentang "Berdikari" jika dia sendiri berada dalam belenggu kepentingan oligarkhi partai politik dan balas budi?


Muslihat Untuk Menumpulkan KPK?


Saya sangat tertarik dengan apa yang dikatakan oleh Butet Kertarajasa ketika memberi dukungan kepada KPK dalam kasus penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjayanto,sebagai "Muslihat"."Muslihat" memiliki padanan kata dengan "persengkongkolan jahat,persekutuan jahat atau permufakatan jahat".Butet Kertarajasa,publik termasuk saya,bisa saja mengungkapkan adanya dugaan terkait "muslihat" tersebut.Lalu darimana kita dapat menyimpulkan dugaan muslihat ataupun permufakatan jahat tersebut?

Pasca Komjen Pol Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 13 Januari,dalam kurun waktu 10 hari yaitu tepatnya pada tanggal 23 Januari,Wakil Ketua KPK Bambang Widjayanto ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap.Yang melaporkan Bambang Widjayanto adalah Sugianto Sabran salah seorang politisi PDIP yang juga dikalahkan oleh MK dalam sengketa Pemilihan Bupati Kota Waringin Barat,Kalimantan Tengah.Dalam kurun waktu dua minggu,3 komisioner KPK lainnya yakni Zulkarnaen,Adnan Pandu Praja dan Abraham Samad juga dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri.Hal ini berarti seluruh komisioner KPK yang saat ini berjumlah 4 orang (pengecualian untuk Busro Muqodas) telah dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri.

Publik tentunya akan merasakan kejanggalan ini dan menduga ada "muslihat" dibalik semua peristiwa yang menimpa komisioner atau pimpinan KPK.Persepsi publik tentunya sangat wajar dengan "membaca gejala" yang terjadi.Bila benar Bambang Widjayanto,Zulkarnaen,Adnan Pandu Praja terlibat dalam persoalan hukum maka pertanyaannya adalah bagaimana mungkin mereka bertiga lolos seleksi untuk menjadi pimpinan KPK?Mantan Penasehat KPK Abdullah Hehamahua mengungkapkan bahwa dalam melakukan seleksi terhadap calon pimpinan KPK dilakukan begitu ketat.Seleksi tidak hanya melibatkan Komisi III DPR RI,melainkan juga Polri,BIN,Mahasiswa,LSM dan Masyarakat.Jika ketiganya memiliki persoalan hukum,bagaimana mungkin tidak ada satupun laporan yang masuk dan ditindaklanjuti untuk menganulir pencalonan ketiga orang tersebut?Menurut Abdullah,jika benar ketiganya memiliki kasus dimasa lalu,apakah mungkin kasus tersebut dijadikan "bom waktu" sehingga ketika ada kepentingan yang terganggu,maka kasus tersebut dimunculkan kembali?

Kejanggalan lain yang dirasakan oleh publik adalah,bagaimana mungkin dalam kurun waktu dua minggu,pasca ditetapkan Komjen Budi Gunawan,tiba-tiba ada kesadaran hukum yang luar biasa dari para pelapor untuk melaporkan kasus Bambang Widjayanto,Zulkarnaen,Adnan Pandu Praja dan Abraham Sammad?Lebih janggalnya lagi diperoleh fakta bahwa kasus Bambang Widjayanto,Adnan Pandu Praja pernah dilaporkan ke Bareskrim Polri tetapi tidak pernah ditindaklanjuti selama ini.Justru pasca penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka,pihak Mabes Polri merespon dengan begitu cepat.


Siapakah Yang Lebih Taat Hukum?


Bambang Widjayanto ketika ditangkap oleh Bareskrim Mabes Polri,dan ditetapkan sebagai tersangka,pada akhirnya mengajukan surat pengunduran diri sebagai pimpinan KPK.Disamping langkah ini sesuai dengan UU KPK,moral dan etika diperlihatkan oleh Bambang Widjayanto.Hal ini jauh berbeda Komjen Pol Budi Gunawan yang tidak mengambil langkah untuk mundur dari pencalonannya sebagai Kapolri.Banyak pakar hukum berdebat soal ini.Ada pakar hukum yang menganggap bahwa tidak ada satu ketentuanpun dalam hukum bahwa seorang tersangka harus mundur sebelum dibuktikan bersalah di pengadilan.hal senada juga disampikan oleh hampir seluruh anggota DPR RI.Tentu saja secara hukum itu benar.Tapi rupanya sebagian para pakar dan anggota DPR RI itu hanya memandang hukum saja dan mengabaikan soal etika dan moral.Padahal dalam penegakkan hukum,moral dan etika merupakan satu kesatuan dengan hukum.Bisa dibayangkan bila Indonesia memiliki Kapolri dengan status tersangka.Jika itu terjadi maka,merupakan yang pertama dalam sejarah Indonesia bahkan dunia.


Hal menarik lain adalah pembangkangan para petinggi Polri yang dipanggil sebagai saksi dalam kasus yang diduga melibatkan Komjen Pol Budi Gunawan.Beberapa kali pemanggilan para petinggi Polri untuk diperiksa sebagai saksi oleh KPK,namun tidak pernah hadir.KPK bahkan berencana untuk melakukan pemanggilan dengan membuat surat tembusan kepada Presiden.Komjen Pol Budi Gunawan sendiri memperlihatkan sikap yang sama,dimana ia dijadwalkan untuk diperiksa pada tanggal 30 Januari.melalui pengacaranya Frederich Yunadi,memastikan Komjen Budi Gunawan tidak akan hadir dalam pemeriksaan oleh KPK dengan dua alasan yaitu tidak ada dasar hukum dan surat yang janggal.


Sikap ini memperlihatkan ketidakpatuhan terhadap hukum,sedangkan dilain sisi,para petinggi Polri meneriakan kepatuhan dan ketaatan pada hukum.Sekali lagi,kepercayaan publik akan semakin tergerus ketika Polri mempertotonkan sikap yang bertolakbelakang dengan apa yang dilakukan oleh pimpinan KPK.Publik akan menilai bahwa justru Polri inkonsistensi dengan pernyataan-pernyataannya sendiri yakni "mendukung proses hukum yang dilakukan oleh KPK terhadap Komjen Budi Gunawan".Publik pada akhirnya akan lebih lantang meneriakkan "Save KPK" dan menyatukan kekuatan untuk mendukung KPK.Sekaligus publik akan semakin teguh pada keyakinannya bahwa "memang benar ada muslihat untuk menumpulkan KPK"....Dan muslihat itu diduga terjalin antara elit partai,Polri,koruptor dan Jokowi sendiri....

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun