Menghadapi situasi pelik ini, Menteri BUMN Dahlan Iskan yang notabenenya menjadi pemegang saham PT Pertamina akhirnya bersuara. Dia mengaku bersalah atas keputusan menaikan harga elpiji 12 kg tersebut. Dia juga mengaku salah, karena telah meminta Pertamina untuk menaikkan harga elpiji. Alasan Dahlan di balik persetujuan kenaikan harga epiji mengacu kepada desakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut Dahlan, BPK menemukan adnaya kerugian mencapai Rp 22 triliun rupiah dari tahun 2009 sampai 2012. Kerugian itu diperoleh, karena sejak 2009, elpiji belum pernah dinaikkan. Karena alasan itulah dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), Dahlan memberikan ‘restunya’ kepada Pertamina untuk menaikkan elpiji 12 kg.
Lepas dari alasan Dahlan tersebut, kisruh kenaikan elpiji menjadi satu noda dalam tugasnya sebagai Menteri BUMN. Kenaikan harga elpiji di tengah perekonomian Indonesia yang sedang mengalami tekanan menunjukkan bahwa Dahlan teledor dalam mengelola LPG. Meskipun dalam praktiknya elpiji 12 kg banyak dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas, namun tetap saja kenaikan harga tersebut akan berdampak luas, khususnya dalam meningkatkan inflasi.
Kenaikan tersebut membuat kalangan rumah tangga yang selama ini menggunakan elpiji 12 kg beralih ke tabung ‘melon ijo’ atau elpiji 3 kg yang harganya murah, karena mendapatkan subsidi dari pemerintah. Dampak yang kemudian sangat dirasakan masyarakat adalah terjadinya kelangkaan elpiji 3 kg. Kalau pun ada, terjadi kenaikan di tingkat pedagang terhada harga elpiji 3 kg. Kondisi ini tentu saja menimbulkan keresahan dan gejolak di masyarakat.
Dalam kasus elpiji 12 kg ini, Dahlan sepertinya tidak berhitung secara cermat. Sangat ironis, karena dia adalah seorang bisnis man, bos koran yang terbiasa dengan pemikiran panjang. Dahlan sepertinya tidak berpikir jauh bahwa kenaikan elpiji di tengah kelesuan ekonomi saat ini bisa menimbulkan dampak yang cukup luas.
Untuk saat ini, Dahlan memang sudah meminta maaf dan mengaku bersalah. Namun permintaan maaf tersebut tidak serta-merta menghilangkan masalah yang sudah terlanjur muncul sejak pengumuman kenaikan harga elpiji 12 kg. Artinya, permintaan maaf saja tidak cukup. Dahlan harus berpikir, bagaimana menetralisir dampak yang sudah muncul akibat kenaikan tersebut.
Kalau pun kemudian pemerintah melakukan evaluasi terhadap kenaikan elpiji, Dahlan dan Pertamina, serta jajaran terkait juga harus cepat menemukan ‘obat’ yang manjur untuk mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga pada elpiji 3 kg.
Kini, menjadi tugas Dahlan Cs, termasuk di dalamnya Pertamina untuk kembali menstabilkan keadaan, tidak hanya sekadar minta maaf. Kalau Dahlan tidak bisa menyelesaikan masalah ini, niscaya masalah elpiji 12 kg ini akan menjadi salah satu lubang yang akan menjatuhkan ‘ambisinya’ untuk ‘bermain’ dalam Pilpres 2014 mendatang. Apalagi, saat ini Dahlan adalah salah satu tokoh yang digadang-gadang memenangkan konvensi capres Demokrat.(***)