Dalam perjalanan kehidupan, tidak selamanya apa yang terjadi sama dengan apa yang kita inginkan. Gundah gulana sering menyelimuti tatkala kesedihan datang. Tidak ada manusia yang ingin ditimpa kesedihan, namun hal itu adalah sunnatullah yang pasti akan dialami oleh setiap manusia.
Saat kesedihan meradang, manusia acapkali kehilanngan kendali dan larut dalam kesedihan. Pesimistis muncul dalam menatap masa depan, pada saat kondisi ini, pikiran manusia terfokus pada penyebab kesedihan dan melupakan nikmat-nikmat lain yang Allah anugerahkan.
Berbanding terbalik saat manusia sedang gembira. Kegembiraan erat dengan optimistis dalam menatap masa depan. Saat terjadi benturan antara idealita dengan realita, orang-orang yang mampu mempertahankan imunitas kebahagiaan adalah mereka yang istiqomah dalam kebaikan. Sedih yang dialami tidak membuatnya hanyut dalam lamunan panjang. Ia akan segera bangkit dan memberdayakan kekuatan yang masih dimiliki untuk kemaslahatan umat.
Orang yang menjatuhkan pilihan kegembiraan terpusat pada kesenangan pribadi, ia akan sulit bangkit saat kesedihan datang. Namun tidak bagi mereka yang hidup untuk umat, penderitaan pribadi tidak lebih penting dibandingkan dengan uluran tangan yang dapat ia berikan bagi orang lain.
Ustadz Anis Matta mengatakan “Jangan biarkan satu peristiwapun yang dapat mencabut rasa kegembiraan dalam hidup kita. Karena gembira memunculkan perasaan berdaya. Perasaan berdaya akan sangat menentukan seberapa jauh kaki kita melangkah. Begitu banyak hal besar yang dapat kita lakukan namun pupus di tengah jalan karena kesedihan dan keputus asaan”.
Optimistis memunculkan sikap rela berkorban dan pemberani. Orang- orang yang dapat mempertahankan imunitas gembira dalam dirinya, adalah mereka yang memiliki misi yang terukur dan dapat diimplementasaikan dalam kinerja. Sehingga langkahnya terus bergerak dan berkarya dengan produktivitas yang tinggi.
Sebagai manusia biasa, saya pernah kehilangan semangat dalam hidup. Terutama saat menginginkan sesuata dan telah merasa maksimal untuk mencapainya, namun Allah berkehendak lain. Penulis teringat dengan sepenggal kisah hidup Ustadz Anis Matta, beliau pernah menolak 2 kali tawaran bea siswa S2 ke luar negeri, padahal saat itu Ustadz Anis sangat menggebu-gebu untuk bisa ikut. Beberapa tahun kemudian, beliau baru tahu hikmah atas penolakannya untuk tidak menerima tawaran tersebut.
Artinya, tidak ada yang sia-sia dalam hidup, semuanya sudah Allah desine sedemikian rupa agar jelas bagi Allah orang-orang yang bersungguh dalam kebaikan dan mana yang mengekor. Kita dihadapkan dengan pilihan –pilihan hidup, mau jadi penyerang, penonton atau pemain dalam sebuah pertandingan.
Banyak bicara tanpa mau memahami kondisi pemain adalah ciri-ciri penonton. Tugasnya seolah hanya untuk menghakimi pemain. Kalau suka ia benarkan, kalau tidak suka ia salahkan. Yang menjadi acuan tindakannya adalah nafsu dan emosi.
Penyerang adalah mereka yang selalu mencari kesalahan pemain dan mempropokasi penonton untuk bersikap pesimistis kepada pemain. Saat pemain memenangkan pertandingan, penyerang akan disibukkan mencari celah kesalahan pemain. Kalaupun tidak ada kesalahan, ia akan mengada-adakan kesalahan itu sehingga penonton berubah arah untuk menyalahkan pemain.
Kalau pemain kalah, maka penyerang akan bersuka ria. Ia akan semakin gencar menyebarluaskan kekalahan pemain agar semangat para pemain semakin melucut. Pada kondisi inilah, Allah menguji para pemain yang mana yang bertahan dalam pertandingan dan mana yang keluar.
Saat kondisi sedih menyelimuti, maka para pemain harus segera menyingkap selimut dan menggantinya dengan pakaian optimistis. Kembali rapatkan barisan dan terus berjuang dalam pertandingan. Karena acuan kegembiraan pemain bukan terletak pada menang kalahnya, namun keberpihakan Allah atas dirinya.
Kekalahan, jika diiringi dengan keberpihakan Allah maka akan berubah menjadi peluang kemenangan. Sebaliknya, kemenangan tanpa keberpihakan Allah maka akan menjadi peluang kekalahan karena bibit –bibit kesombongan sehingga tidak berkah. Yang paling manis adalah saat kemenangan datang diiringi kengan keridhaan Allah di dalamnya, inilah waktu yang paling tepat bagi para pemain untuk semakin tunduk bersyukur terhadapah karunia Allah. Sehingga akan Allah tambah nikmat itu.
Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang pemain untuk menjaga keberpihakan Allah atas dirinya. Karena menang atau kalah, akan berbuah kebaikan pada ujungnya saat Allah ridho. Keridhoaan Allah sangat ditentukan dengan cara seseorang dalam bermain.
Perasaan gembira akan bertahan dalam diri seseorang walaupun dilanda kekalahan apabila ia yakin Allah menyertainya. Keyakinan itu muncul jika seorang pemain faham akan misi yang diembannya sebagai khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang bersandar kepada Allah dalam setiap urusan, sesungguhnya ia telah bersandar pada buhul yang kokoh.
Ketika Allah telah ridho, maka ada saja cara yang Allah ilhamkan pada seseorang agar bertindak di luar dari imajinasi kebanyakan orang. Sehingga ia akan menjadi pemain yang dapat mengukir peristiwa besar. Seperti kisah Sultan Muhammad Al-Fatih yang membebaskan konstatinopel. Dengan kondisi medan perang sangat terjal, konstatinopel berada di dua benua, Asia dan Eropa. Di tengah kota ada selat Bosporus yang membentang, ditambah benteng-benteng yang cukup merata. Tetapi Sultan Muhammad Al-Fatih tidak pernah menyerah.
Faktor utama kemenangan pasukan adalah keshalihan, Muhammad Al-Fatih disebutkan tidak pernah meninggalkan tahajud dan shalat rawatib sejak baligh hingga saat wafat. Dan kedekatannya kepada Allah swt ditularkan kepada tentaranya. Tentara Sultan Muhammad Al-Fatih tidak pernah meninggalkan shalat wajib sejak baligh. Dan separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan shalat tahajud sejak baligh.
Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan bayak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinan Sultan Al Fatih, karena taktik strategi peperangan yang dilakukan mendahului tradisi perang pada zamannya. Seluruh rangkaian perang yang dilakukan pasukan Sultan Al Fatih, selalu menjaga optimisme kemenangan yang dipeloh dari kedekatan kepada Allah swt.
Belajar dari kisah tersebut, tidak berlebihan jika seluruh kader PKS terus berupaya menjaga kedekatan dirinya kepada Allah. Agar rasa kegembiraan, optimisme dan aura kemenangan pemilu 2014 akan menggerakkan seluruh apa yang dimiliki untuk dakwah. Seiring berjalannya waktu, jika seluruh kader istiqomah dalam sujud-sujud panjang di kegelapan malam, maka mudah bagi Allah untuk mengilhamkan strategi kemenangan di luar imajinasi kebanyakan orang. Insya Allah... Allahu Akbar.
@MinieBintis