Pada 15 Agustus 2014 lalu atau bertepatan dengan hari Jum’at, perdamaian Aceh memasuki tahun yang ke-9. Kesepakatan yang dicapai di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005 silam, yang dinamakan Nota Kesepahaman (Momerandum of Understanding / MoU) atau oleh masyarakat Aceh lebih akrab menyebutnya MoU Helsinki, merupakan upaya untuk mengakhiri pertumpahan darah yang telah dimulai sejak tahun 1976. Kedua belah pihak yang bertikai dalam konflik Aceh, baik separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) maupun Pemerintah Pusat (Jakarta), yang diidentifikasikan sebagai Republik Indonesia (RI) oleh pihak GAM untuk melegitimasi wilayah Aceh yang independen sekaligus meneguhkan posisinya dengan mengatasnamakan rakyat Aceh, berinisiatif menghentikan konflik melalui cara damai. Kesepakatan luhur ini dilakukan untuk mengurangi beban dan penderitaan rakyat Aceh akibat deraan konflik berkepanjangan, yang saat itu sedang ditimpa musibah dahsyat berupa gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004.