** tulisan ke-3 dari 3 rangkaian tulisan ** Rumpun- rumpun kenanga dan melati di sekitar rumah kayu menyebarkan wangi ke sekitarnya. DEE dan Kuti duduk di teras rumah kayu yang berada dekat rumpun bebungaan tersebut sambil mengawasi Pradipta yang sedang menjelajahi halaman dengan sepeda kecilnya serta si kembar yang berkeliaran kesana kemari dan mengoceh dengan bahasa bayinya yang lucu. Percakapan di antara mereka belum berganti topik. Masih tentang eksperimen psikologi yang pernah dilakukan di suatu universitas tentang kepatuhan seseorang untuk memenuhi perintah dalam suatu sistem kekuasaan. " Dee, " kata Kuti membuka pembicaraan, " Tentang eksperimen yang kamu ceritakan itu... " " Ya, kenapa ? " tanya Dee " Dalam hasil analisanya, ada tidak disebutkan kenapa kebanyakan orang menuruti saja perintah yang sebetulnya berlawanan dengan kemanusiaan atau
prinsip- prinsipnya sendiri ? " " Ada, " jawab Dee. " Apa katanya ? " tanya Kuti penasaran. Dee menghela nafas. " Pada intinya, ternyata memang tidak mudah bagi seseorang untuk melawan perintah dalam suatu sistem, terutama jika perintah itu diberikan oleh orang yang lebih
berkuasa. Kebanyakan orang, pada saat berada pada suatu hirarki akan berhenti menjadi dirinya sendiri dan berubah menjadi 'agen' bagi seseorang (yang lebih berkuasa) atau agen dari sesuatu (dalam sistem tersebut)." " Apa sebabnya ? " tanya Kuti. " Banyak hal, 'yang, " jawab Dee, " Salah satunya adalah seringkali orang begitu terpengaruh oleh hal- hal teknis dan mengabaikan sisi kemanusiaan. Contohnya eksperimen itu. Para sukarelawan begitu terfokus pada tujuan agar eksperimen tersebut dapat berlangsung dan dengan begitu mengabaikan teriakan kesakitan di pihak seseorang yang menjadi murid dalam percobaan tersebut. Pada dasarnya, memberikan fokus pada sisi teknis dan membuat eksperimen tersebut dapat diselesaikan membuat orang- orang tersebut merasa kompeten dalam melakukan tugasnya. Jika mereka berhenti di tengah- tengah eksperimen 'hanya' karena melihat seseorang kesakitan, mereka merasa diri tidak kompeten. " Wow! Kuti takjub mendengar penjelasan itu. Seakan mengerti pikiran Kuti, Dee memberikan komentarnya, " Sebetulnya, di situ kuncinya 'yang. Di titik itu sebetulnya seseorang dapat membuat perbedaan dan menunjukkan bahwa dia adalah manusia dan bukan robot. Seseorang yang menggunakan hatinya akan menghentikan hukuman dengan kejutan listrik itu saat melihat orang lain kesakitan. Toh pada dasarnya itu hanya sebuah eksperimen, kan? Mengapa pula harus menyakiti orang lain? Tetapi karena orang berfokus pada tujuan untuk menyelesaikan tugas dan hanya memikirkan segi teknis serta mengabaikan hati, ya begitulah jadinya. " Hmmm, pikir Kuti, begitu rupanya. " Ada hal- hal lain yang dikemukakan sebagai alasan di balik itu selain hal tadi Dee ? " tanya Kuti, ingin tahu lebih dalam. " Ya, masih ada yang lain, " jawab Dee, " Pernah dengar kalimat ini tidak : saya hanya menjalankan perintah atasan... " Kuti mengangguk. Tentu pernah, sering. " Nah, " kata Dee, " Itu alasan kedua. Orang seringkali melepaskan tanggung jawab dan memindahkan tanggung jawab moral pada atasan atau orang yang memberikan perintah. Dia pikir, walaupun dia membuat seseorang kesakitan, karena itu diperintahkan oleh orang yang berkuasa, maka yang bertanggung jawab adalah sang pemberi perintah, dan bukan dirinya. " " Tapi Dee... " tukas Kuti Dee tersenyum getir dan berkata, " Iya 'yang... aku tahu apa yang kamu hendak katakan. Kita ini manusia, utuh. Lengkap dengan pikiran dan nurani. Saat kita melakukan sesuatu, seharusnya kita bertanggung jawab penuh atas tindakan itu. Dan jika hal itu kita rasakan tidak benar, maka seharusnya kita menolak melakukan hal tersebut. " Kuti menggeleng- gelengkan kepalanya. Dia belum sempat berkomentar ketika terdengar lagi suara Dee mengatakan sesuatu, " Ada lagi alasan lain 'yang. Orang sering merasa bahwa menyakiti seseorang atau melawan prinsip- prinsip kemanusiaan dapat dilakukan jika ada kepentingan lain yang lebih besar dari itu. Misalnya, dalam hal eksperimen ini, para sukarelawan yang bertindak sebagai guru merasa syah- syah saja menyakiti seseorang atas nama ilmu pengetahuan. " " Masih ada alasan lain " lanjut Dee lagi, " Dan ini alasan yang sangat menyedihkan. Ingat kan, dalam eksperimen tersebut, apa alasan sang murid menerima hukuman ? " Kuti mengangguk. Sukarelawan yang menjadi murid akan dihukum jika dia tidak dapat menghafalkan beberapa baris kata- kata yang telah diberikan. " Nah, " kata Dee, " Ada orang- orang yang berpendapat bahwa tidak apa- apa menyakiti seseorang, dalam hal ini sang murid, sebab murid tersebut memang pantas menerima hukuman itu, sebab mereka demikian bodoh karena tidak dapat menghafalkan kata- kata yang diberikan. Dan jika mereka demikian bodoh, kalaupun mereka cedera karena hukuman itu, tak mengapa, sebab mereka bodoh. Kalaupun mereka tiada, barangkali dunia akan menjadi lebih baik karena berkurang satu orang bodoh dari dunia... " " Dee ! " tukas Kuti terkejut. " Mengerikan ya? " kata Dee sambil menatap suaminya. " Mengerikan memang 'yang. Aku sungguh prihatin saat membaca hal ini. " " Dee, " kata Kuti, " Jadi, kesimpulannya, ada banyak orang 'biasa' yang sebenarnya tidak jahat tapi karena 'sekedar melakukan pekerjaannya' dapat menjadi agen dalam suatu proses yang sangat destruktif dan mengerikan, begitu ? " " Begitulah, " kata Dee, " Dan itu sebabnya penelitian itu dibuat. Bukan untuk mendukung orang untuk melakukan hal itu sebab kebanyakan orang bereaksi seperti itu, tapi justru untuk menyadarkan orang bahwa ada kecenderungan seperti itu, sehingga orang dapat selalu dalam keadaan sadar ketika melakukan apapun dalam pekerjaannya, dan orang yang sadar tentu dapat memilah- milah mana yang benar mana yang tidak benar, mana perintah yang perlu dituruti, mana perintah yang harus diabaikan. " " Dan faktanya, secara realistis tidak mudah Dee, untuk melawan perintah dalam suatu sistem, " komentar Kuti " Betul 'yang, " jawab Dee, " Tidak mudah. Hanya orang- orang yang
kuat, yang sangat memahami prinsip hidupnya yang akan dapat melakukan hal itu. Hanya orang- orang yang selalu menjalankan prinsip- prinsip hidupnya dengan konsisten tanpa terpengaruh oleh situasi di sekitarnya yang akan dapat melakukan hal tersebut. Kebanyakan orang akan terserap atau terpengaruh oleh situasi, sementara orang- orang yang dapat mengabaikan perintah jika itu bertentangan dengan prinsip- prinsip kemanusiaan saat bertindak tidak mengukur tindakannya berdasarkan situasi tetapi mengukur kebenaran tindakannya berdasarkan prinsip hidupnya, berdasarkan hukum- hukum kemanusiaan yang berlaku. Juga berdasarkan ... " " Hati nurani ? " kata Kuti " Ya, " angguk Dee, " Kembali ke masalah yang sama, kembali ke masalah hati, kembali ke nurani... Dan 'yang, sebetulnya, itu yang membedakan manusia dengan robot, atau makhluk hidup lain yang bukan manusia, seperti binatang atau tumbuhan kan? Hati nurani itu yang membuat manusia menjadi manusia, begitu bukan ? " Kuti tersenyum. Dipeluknya istrinya dengan sayang. Dee balas tersenyum pada Kuti dan menikmati kehangatan pelukan suaminya.
Referensi: Obedience to Authority, Stanley Migram @ 50 Psychology Classics by Tom- Butler Bowdon
KEMBALI KE ARTIKEL