Faktor-faktor itu antara lain berupa kurangnya pemahaman anak secara kongkrit tentang tujuan bersekolah yang dikaitkan dengan kebaikan-kebaikan di masa depan yang sifatnya abstrak, tidak memiliki zona belajar yang nyaman baik di rumah maupun di sekolah, kelewat banyak belajar (sesudah hampir seharian berkutat dengan pelajaran masih harus disambung berbagai les sepulang sekolah), dan kurangnya kasih sayang orangtua yang menyebabkan anak harus membangun mekanisme cari perhatian melalui beberapa kebiasaan buruk (berkelahi, mengganggu teman, membuat kerusuhan, dan sejenisnya) yang menyebabkan guru harus memanggil orangtua untuk memberikan teguran/nasihat yang akhirnya didefinisikan anak sebagai bentuk ‘kasih sayang/perhatian’.
KEMBALI KE ARTIKEL