Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Aksi Magis yang Menghibur

29 Maret 2013   13:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:02 74 0
Festival Kuda Lumping Kota Palembang Lead - Mendengar kata kuda lumping,mungkin semua orang sudah tahu. Namun tidak semua orang tahu bila aksinya yang menyeramkan, justru punyai nilai seni yang menghibur. Kuda lumping merupakan gabungan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, serta juga budaya. Soalnya, dalam tariannya menggambarkan sejarah bagaimana kegagahan para tentara kerajaan. Lalu, bagaimana atraksi yang kerap membuat kuduk berdiri ini menjadi sebuah tontonan? Baru-baru ini, tepatnya Minggu (10/3) lalu, saya sangat tertarik dengan festival kuda lumping yang diadakan disalah satu daerah dikawasan KM 5 Palembang,. Ya, kesenian tradisional khas yang satu ini memang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat kota Palembang. Meski bukan berasal dari kota ini, namun antusiasme masyarakat tak pernah luntur. Terbukti, saat saya menyaksikan festifal tersebut, masyarakat tumpah ruah dilapangan, menyaksikan tarian khas yang dibawakan oleh sekitar 48 kelompok kuda lumping se-kota Palembang. Saya pun tertarik untuk mengkajinya secara detil. Sejarah Kuda Lumping Kuda lumping bisa juga disebut jaran kepang atau jathilan, yakni tarian tradisional Jawa yang menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Jaran Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Konon, tari kuda lumping adalah tari kesurupan. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda. Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan. Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Dalam setiap pagelarannya, tari kuda lumping ini menghadirkan 4 fragmen tarian yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri. Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Festival Kuda Lumping se-Kota Palembang Saya menyempatkan diri bercengkrama dengan Mujianto, tak lain adalah Ketua Persatuan Kuda Lumping Kota Palembang dibawah naungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang. Terbersit kebanggaan luar biasa dengan masyarakat Palembang yang masih melestarikan salah satu kesenian tradisional Jawa ini. Selain karena banyaknya muda-mudi dan dewasa yang tergabung dalam paguyuban kuda lumping, rasa bangga juga timbul karena festival kuda lumping juga diadakan rutin setiap tahun sejak 2009 lalu. Paguyuban yang ada antara lain Kesenian Jarangan Campursari yang berlokasi di Jl. Timor Gang Suama No.778, Paguyuban Seni Kuda Lumping Banyuamas-an krido budoyo, dan Kesenian Kuda Lumping Sekar Laras. "Ini merupakan festival yang keempat kalinya. Festival pertama, kedua, dan ketiga kami laksanakan di Benteng Kuto Besak. Nah, yang keempat ini kami ingin mengubah suasana dengan menyelenggarakannya di perkampungan padat penduduk," ujar Mujianto. Tak dipungkiri, lapangan sosial yang berlokasi di Jl Sosial Km 5 Palembang ini sangat strategis, dengan pemukiman padat penduduk, sehingga masyarakat sekitar berbondong-bondong ingin menyaksikan festival unik tersebut. Diiringi alat musik gamelan dan gendang dari paguyuban sekarjawata, ke-48 kelompok peserta kuda lumping tampil menari bersama-sama. Festival ini sendiri memilih 3 kelompok terbaik yang berhak atas thropy bergilir (juara pertama) dan dinilai oleh para juri berkompeten. Disela-sela acara, saya mewawancarai salah seorang wanita penunggang kuda lumping, Murah Hati, yang berasal dari paguyuban kuda lumping Sidomuncul. Ia mengaku, ketertarikan dengan kuda lumping memang karena keunikan dari tari tradisional tersebut. "Paguyuban ini terdiri dari 50 orang, namun yang tampil tiap kali festival hanya sekitar 15 orang. Saya sangat suka tampil dikeramaian seperti ini. Bahkan saya juga sering kesurupan," tuturnya polos. Selain kuda lumping, ternyata festival ini juga menghadirkan 2 kelompok tari reog Ponorogo di Kota Palembang sebagai tamu undangan dan turut menampilkan kesenian tradisional reog ponorogo yang cukup memukau penonton. Namun, tak perlu takut jika menonton festival ini. Takkan ada penari yang kesurupan ataupun hilang kendali. Mengapa? “Selain sajennya lengkap, antara lain ada bebek dan kembang tujuh rupa, kami dari pihak panitia juga sudah mengendalikan secara supranatural, sehingga festival bisa berjalan lancar,” papar Mujianto. Kostum Penari Kuda Lumping Para penari kuda lumping ini umumnya memakai kostum dengan variasi warna, lengkap dengan kain dan selendang. Atasan kebanyakan memakai tangan panjang, sedangkan kepala dihiasi blangkon ataupun ikat kepala. Kostum ini juga dilengkapi topeng atau cambuk. Dari segi make up, penari tergolong apik dengan dandanan yang menonjolkan rias mata. Menurut Ketua PEPADI Kota Palembang, H Suwandi WT SE, layaknya semua paguyuban kuda lumping sekota Palembang ini dibekali tataran, yakni pelatihan kesenian tradisional khusus untuk kuda lumping, mulai dari cara berbusana, cara memakai make up, serta cara menari yang baik dan benar. “Kita mengharapkan kelestarian kuda lumping dari masa ke masa melalui festival ini. Nah, ada baiknya, pemerintah juga ikut membantu dengan terus menerus mensupport kegiatan seperti ini. Di Pulau Jawa, bahkan belum pernah ada festival rutin seperti ini,” ujar nya diplomatis.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun