Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Desa Selalu Identik dengan Kemiskinan

3 Juli 2013   22:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:02 990 0
Begitu kompleksitasnya masalah2 yang diahadapi pedesaan, padahal masyarakat kita kebanyakan tinggal didaerah pedesaan. Begitupun yang terjadi di desa saya. Desa Purwasari. Tidak jauh berbeda dengan desa-desa lainnya di Indonesia. Salah satu Problem yang dihadapi adalah bagaimana rencana aksi yang akan disusun dapat menjawab seluruh dimensi sehingga mampu menjawab akar permasalahan kemiskinan. Ya lagi lagi kata KEMISKINAN selalu menjadi ciri khas masyarakat pedesaan.Contoh hal dalam Alokasi dana APBD ketergantungan terhadapa dana dari pusat masih sangat tinggi, dimana alokasi 60% untuk belanja tidak langsung dan 40% untuk belanja langsung. Yg jadi pertanyaan, apakah 40 % belanja langsung berjalan efektip?menurut saya itu perlu dipertanyakan kembali, karena dalam anggaran belanja langsung masih terdapat belenja pegawai, belanja modal dan barang/jasa. Mestinya belanja langsung inti dirinci, berapa belanja modal yang sebenarnya.Program-program kemiskinan banyak yang makin meningkatkan angka kemiskinan.alih-alih mengurangi angka kemiskinan, faktanya dilapangan malah memperbesar angka kemiskinan. Contoh, BLT. BLT banyak merusak program pemberdayaan yang ada di daerah, contoh hal nya desa saya, hal itu malah menimbulkan berbagai macam polemic yg berpotensi untuk menimulkan perpecahan.karena skema pemberdayaan yang selama ini dibangun terganggu dengan dana yang diberikan secara langsung ke masyarakat, masyarakat desa saya yang cenderung berpola konsumtif menghabiskan bantuan BLT tidak sesuai porsinya. Dan karena alas an inilah, menyulitkan Lembaga Keuangan Mikro yang saya kelola mengalami kesulitan dalam hal simpan pinjam, tabungan, dana penyertaan dan program-program lainnya. Meminjam setengah memaksa, saat mendekati jatuh tempo cicilan mereka berkilah belum bias membayar, bagaimana masyarakat desa saya maju jika pola pikirnya masih seperti itu.Dan di tingkat SKPD belum ada keberpihakan untuk orang miskin. SPKD banyak yang menyusun perencanaan hanya karena pagu indikator bukan karena kebuutuhan. Selama ini, desa saya selalu berpatokan bahwa ukuran keberhasilan suatu desa adalah dengan berhasilnya pembangunan fisik dan biasanya malah itu yang selalu jadi bahasan RPJMDes (Rencana Pembaangunan Jangka Menengah Desa) dalam MUSRENBANG Desa. Seolah terkesan bahwa Anggota BPD membawa bendera masing-masing dusun untuk mengusahakan program yang sudah diputukan dalam forum kampung bukan berdasarkan skala prioritas pembangunan desa. Padahal sudah sangat jelas dalam arahan MUSRENBANG Desa, pembangunan harus diarahkan untuk kepentingan orang miskin, kaum perempuan dan anak-anak.kontradiktif sekali dengan yang terjadi di desa saya, bahwa pembangunan fisik harus lebih diutamakan. Oke lah jika fisik arahannya, tapi apakah system penunjangnya juga dipikirkan?menurut saya hal yang sangat konyol jika hanya fisik yang dibangun tetapi itu hanya bersifat stagnan, harus ada keberlajutan dari program fisik tersebut, bukankah kita tidak menginginkan anak cucu kita menderita hanya karena generasi kita sekarang hanya memikirkan nasib kita sendiri. Ini, ini sebuah paradigma teori kebijakan yang harus dibenahi, padahal Peraturan mendagri No 30 2007 sebenarnya memberikan keleluasaan pemda dan organisasi kebawahnya yaitu Pemdes untuk menyusun program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan. kemiskinan di desa saya mungkin bersifat multidimensi sehingga pengentasannya harus bersifat terpadu dan dalam hal ini konteks yang harus dipikirkan adalah bagaimana system tata kelola pemerintahan desa saya mampu menciptakan suatu system pemerintahan yang bisa setidaknya mengurangi angka kemiskinan.Kalau kemiskinan hanya soal makan maka saya pastikan bahwa angka kemiskinan di desa saya sangat kecil, kecil sekali, tapi!! kalau indikatornya adalah akses listrik, rumah, akses kesehatan dan sebagainya maka akan banyak orang miskin di desa saya. Yang jelas disini harus ada komitmen.Dengan APBDes akan terjadi transparansi anggaran di tingkat desa. menetapkan bahwa perencanaan dan penganggaran dimulai dari desa. Dengan ADD maka setiap penggunaan dana di desa harus dipertanggungjawabkan dan proses partisipasi dapat ditingkatkan.Untuk reorientasi paradigma. Bahwa penanggulangan kemiskinan adalah persoalan hak, bukan sekedar dianggap sebagai masalah. Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan.Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan di desa saya.Penulis adalah ketua Pelajar dan Pemuda Purwasari, Ketua BUMDes Purwasari, Penggerak Planet Indonesia Kuningan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun