Melihat konstelasi politik yang terjadi di Banten seminggu ini memang sangat menarik.
Ratu Atut Choisiyah, Gubernur Banten akhirnya ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus suap Pilkada Lebak dan Proyek Alkes Banten.
Yang membuat kasus Atut menarik--selain politik dinasti keluarganya, juga gaya hidup gubernur yang begitu "sosialita" di tengah kemiskinan rakyat yang cukup tinggi.
Atut lalu jadi 'sasaran' empuk media dan menjadikannya pesakitan pemberitaan yang sangat negatif.
Namun, kasus Atut itu tidak akan semenarik seperti sekarang apabila itu terjadi 3-4 tahun silam terutama ketika Chasan Sochib, ayah dari Atut dan Wawan, masih hidup dan sehat.
Musuh-musuh keluarga Atut akan berpikir dua kali untuk melakukan konfrontasi.
Sebab, santer terdengar adanya "mitos" bahwa siapapun yang "melawan" tiba-tiba "hilang" entah kemana.
Tentu saja mitos ini tidak berdasar. Perlu mendapatkan pembuktian baik dalam kajian akademis dan yuridis.
Yang jelas dari beberapa bacaan dan bahan diskusi yang sempat didapat--ketokohan dan pengaruh Chasan Sochib di Banten kepada tokoh-tokoh masyarakat memang sangat "luar biasa" kuat dan menakutkan.
Selain dikenal jawara Banten, Chasan Sochib juga tersohor sebagai seorang pengusaha yang loyal kepada pendukungnya.
Haji Chasan juga tokoh Banten yang disegani sekaligus ditakuti.
Jangan berpikir bahwa Chasan takut pada musuh-musuh politiknya. Chasan sangat kuat, baik di Banten dan pusat.
Konon Chasan tak segan membuat musuh-musuhnya "kapok" dengan cara "aneh" ketika keluarganya diserang.
Menurut kesaksian beberapa orang yang kenal Haji Chasan, salah seorang pendiri Banten ini adalah "agen" Orde Baru yang bertugas untuk mengamankan suara Golkar di Banten yang saat itu masih masuk menjadi bagian Jawa-Barat.
Menurut Gandung Ismanto, pengamat politik Untirta, Banten, Haji Kasan ditugaskan untuk menyaingi suara PPP ketika pemilu tahun 1997 di Banten.
Haji Khasan berhasil. Suara Golkar cukup signifikan di Banten. Jadilah Chasan sebagai "kontak" Orde baru.
Seiring berjalnnya waktu, jaringan Chasan menguat.
Dari jaringan inilah keluarga itu menonjol diantara keluarga-keluarga lainnya.
Hingga kemudian, Chasan Sochib yang berlatar belakang sebagai "bandar beras di pasar Ciomas" berhasil mendudukkan sang anak, "Ratu Atut" sebagai Wakil Gubernur berdampingan dengan Joko Munandar.
Dalam perjalanan pemerintahan Joko Munandar terlibat korupsi. DPRD melaksanakan sidang Istimewa. Atut menggantikan Joko sebagai Gubernur Banten.
Naiklah Atut ke singgasana kekuasaan. Dimasa inilah kata Gandung Ismanto, Dosen Untirta, Golkar berjaya, termasuk jejaring keluarga Atut Choisiyah, hingga kini.
Konon kekuatan Atut melemah saat ayahnya meninggal dunia. Haji Chasan-yang dituding "God Father"-nya Banten meninggal dunia tahun 2011 silam.
Bagi warga Banten-- kematian Chasan merupakan tanda jika keluarga ini akan hancur.
Berbagai dugaan itu ternyata benar adanya. Di tahun 2013, khususnya menjelang akhir tahun, KPK berhasil meruntuhkan dinasti ini.
Kekuatan Chasan-- yang ditopang oleh "Jawara-Partai Golkar dan keluarga", runtuh seketika.
Wawan, yang didapuk sebagai "pewaris" kerajaan Chasan Sochib lebih dulu ditahan KPK.
Sungguh skenario yang luar biasa "hebat", kata salah seorang aktivis Banten.
Dengan Wawan di dalam tahanan KPK, keluarga Atut dengan mudah dihancurkan.
Sebab, Wawan-lah yang mewariskan jaringan dan ilmu untuk mendamaikan berbagai kritikan yang dilakukan oleh "penentang Atut".
Bukan Hikmat Tomet (almarhum/suami Atut) maupun Andika Hazrumy (anak Atut).
Bahkan, dalam menghabisi "lawan politiknya" Wawan seperti sang Ayah dikenal "kejam".
Tidak tanggung-tanggung untuk "menghabisi" siapapun yang dinilainya tidak bisa "bekerjasama".
Apa yang terjadi pada keluarga Atut saat ini akan berbeda apabila Wawan masih bebas berkeliaran di luar.
Dapat dipastikan Wawan tidak akan tinggal diam melihat Kakak dan istrinya, Walikota Tangerang Selatan menjadi bulan-bulanan media dan masyarakat-baik melalui sosial media, termasuk Kompasiana dan televisi.
Di balik itu semua tidak pernah ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri.
Setelah 8 tahun berkuasa di Banten, roda kekuasaan mesti bergerak dan berputar.
Ada masanya ketika satu keluarga berkuasa-- digantikan oleh keluarga lainnya.
Mungkin inilah jalan cerita dinasti Chasan Sochib yang harus kandas sesuai dengan apa yang pernah mereka lakukan kepada Joko Munandar ketika itu.
Atut berhasil merebut kekuasaan karena Joko Munandar jadi tersangka korupsi-- yang konon kabarnya juga "dioperasikan" oleh jejaring keluarga Chasan.
Setelah roda kekuasaan kini berputar--bukan berarti Atut tidak punya pendukung.
Justru sebaliknya. Atut masih punya pendukung loyal yang sering di labeli "jawara Banten" sebagai penopang kekuasaanya.
Termasuk kabar burung soal informasi yang menyatakan bahwa Operasi Kejatuhan Atut merupakan "skenario politik" yang didalangi serta disponsori pihak tertentu.
Atut diduga "mengkhianati" komitmen yang pernah dibuat sebelumnya.
Ketika komimten itu ditagih baik dalam "deal" politik, bisnis dan lainnya--menurut info yang beredar Atut malah ingkar dan mangkir.
Marahlah pihak tersebut. Hingga terjadilah "operasi besar-besaran" yang kalau di militer beristilah "Opsus" alias operasi khusus.
Salah satu target utamanya adalah melumpuhkan wawan terlebih dahulu, sebagai "jenderal" sebelum akhirnya menekuk simbolnya yaitu Ratu Atut.
Lihat saja bagaimana operasi tersebut mirip dengan operasi-operasi lain yang memang kerap digunakan pihak yang dinilai tidak bekerjasama dengan "Sang God Father" republik ini.
Siapa dia?? tunggu analisa selanjutnya...
Aktivis HMI
Tinggal di Tangsel
@Rudygani