Bagi pegiat dunia sosial media. Nama Anas Urbaningrum dan akun anonim Jilbabhitam sungguh tak lagi asing.
Pasalnya, kedua nama tersebut memang sedang ramai diributkan, khususnya isi surat untuk Anas dan soal Akun anonim Jilbabhitam yang menulis di Kompasiana sejak senin (11/11), kemarin.
Isupun beredar luas dijagad maya ini. Dikabarkan, karena tulisan si Jilbabhitam yang banyak menyentil beberapa media yang "mapan", admin Kompasiana lalu menarik tulisan Jilbabhitam karena dinilai menganggu dan berbau fitnah. Benarkah??
Dalam konteks ini, penulis ingin membandingkan kasus Jilbabhitam dengan apa yang terjadi pada diri Anas Urbaningrum, mantan Ketua Partai penguasa, Partai Demokrat.
Anas, sejak setahun lalu sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus Proyek Hambalang. Kasus ini juga sudah menetapkan (mantan) Menteri Pemuda dan olahraga, Andi Mallarangeng sebagai tersangka.
Selasa kemarin (12/11), rumah Anas di Duren Sawit digerebek KPK. Alasannya, KPK ingin melakukan pengembangan penyelidikan terkait pengembangan kasus Hambalang dengan tersangka baru, Mahfud Suroso.
Kata KPK, melalui Johan Budi, Jubirnya, istri Anas Urbaningrum, Athiyah Laila, diduga terlibat Hambalang berdasarkan BAP Mahfud.
Lantas, KPK pun menyambangi kediaman mantan anggota KPU tersebut.
Sontak, perstiwa yang terjadi sehari setelah si Jilbabhitam menuliskan prilaku 'pemerasan' beberapa media mainstream di Indonesia, penggeledahan rumah Anas menjadi hot issue di koran dan dunia maya.
Lalu apa kaitan kedua subjek yang berbeda ini dalam konteks korupsi Hambalang atau isu kenegaraan?
Tepat. Dua-duanya saling berkaitan.
Bagi TEMPO, apa yang ditulis akun bernama Jilbabhitam, sebagaimana diungkap oleh Goenawan Mohamad, salah seorang God Fathers TEMPO melalui akun Twitter-nya tidak benar sama sekali.
Bahkan, Goenawan berani menegaskan jika tulisan itu merupakan fitnah kepada TEMPO.
Sebab, akun anonim tidak jelas sumber informasinya, begitu kira-kita kata Goneawan.
Padahal, TEMPO sendiri suka sekali menggunakan "Narasumber ANONIM", menurut SUMBER TEMPO, dan bla...bla...
Artinya, ketika akun Anonim itu menulis, pihak TEMPO buru-buru membantah jika sumber kebenarannya diragukan.
Lalu bagaimana dengan para pembaca Koran atau majalah TEMPO yang sering menemukan kata-kata, "MENURUT SUMBER TEMPO DI LEMBAGA atau ORANG DEKAT...bla..blaa... pada berita yang dimuat TEMPO???
Inikan sesuatu yang janggal!!!
Bagaimana dengan Anas. Sekilas, bantahan ini mirip dengan perlakuan Istana dan Partai Demokrat kepada Anas urbaningrum.
Menurut Julian Adrian Pasha, Jubir Istana, Presiden menegaskan jika Anas diminta untuk tidak membangun opini yang menyesatkan ke publik.
Kepada media, Julian meminta agar Anas semestinya tidak menggunakan data palsu yang tidak bisa dibuktikan validitasnya.
Singkatnya, Anas jangan FITNAH SBY. Begitu kira-kira.
Komentar Jubir istana ini datang setelah sepucuk surat dibacakan PPI. Saat Ormas PPI mengadakan konferensi pers di kediaman Anas, Semalam (12/11).
Ormas itu membacakan sebuah surat yang 'diklaim' dari seorang pegawai KPK.
Di surat itu dituliskan jika Anas merupakan korban "politik" oleh elit KPK.
"Ada pemaksaan tersangka yang dilakukan oknum KPK kepada Pak Anas," tulisnya.
Itu belum seberapa. Yang lebih dahsyat lagi dalam surat yang ditulis itu "sebenarnya" ada nama SBY dalam BAP Nazaruddin soal aliran dana kampanye di tahun 2009.
Surat itu berkisah jika KPK justru tidak menindaklanjuti BAP Nazaruddin.
Bahkan, tulisnya, KPK tak menggubris fakta penyidikan pada Nazaruddin itu.
Entah karena alasan apa, tulis surat yang dibacakan oleh jubir PPI itu.
Berapapun mahalnya sebuah kebenaran, setiap manusia Indonesia yang masih waras perlu mengawal berbagai informasi dari dua subjek yang sedang hot ini.
Sebab, bisa jadi apa yang dianggap "salah" merupakan sebuah "kebenaran" yang sesungguhnya.
Karenan ini bukan soal persepsi atau pembenaran apalagi membela koruptor yang dituduhkan pada Anas atau membela "akun sensasi" seperti yang dituliskan "Neng Jilbabhitam". Bukan.
Peristiwa ini lebih mulia ketimbang apapun. Karena kebenaran dan nasib bangsa dipertaruhkan melalui kasus ini.
Jika memang benar ada dugaan pemerasan oleh TEMPO sebagaimana yang dituliskan Jilbabhitam, maka rakyat tak tahu lagi harus percaya kepada siapa dalam mencari sebuah kebenaran. Karena biar bagaimanapun Pers/media merupakan salah satu pilar demokrasi dan pengawas pemerintah.
Begitupun dengan surat yang dibacakan PPI dari pegawai KPK untuk Anas.
Jika benar ada dugaan aliran dana untuk kampanye SBY oleh Nazaruddin, maka secara hukum SBY mesti diperiksa dan dijatuhkan hukum berat. Impeachment lah tempatnya.
Mari kita kawal kebenaran tanpa sedikitpun gentar apalagi mundur dari permainan ini.
Sebab, momen perjuangan itu kini telah dimulai setidaknya melalui rakyat KOMPASIANA...
La Historia me Absolvera
(Sejarahlah yang membebaskan Aku)
Rudy Gani
Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam
Ketua Umum BADKO HMI JABOTABEKA-BANTEN 2010-2012