Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

HMI Independen, Tapi....

21 April 2012   10:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:19 583 0


Oleh: Rudy Gani

Mendekati Pilkada DKI Jakarta yang rencananya akan digelar beberapa bulan lagi, berbagai pertanyaan muncul kehadapan para aktivis mahasiswa, tak terkecuali aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang kebetulan berdomisili Di Jakarta. Bagi HMI dan juga beberapa kalangan aktivis lainnya, momentum Pilkada umumnya dipandang sebagai sebuah kesempatan unjuk gigi dari masing-masing organisasi yang dinaunginya guna memberi kontribusi baik dalam bentuk pemikiran, kritikan dan tebaran gagasan. Dilihat dari konteks ini beberapa pertanyaan itu coba dikerucutkan menjadi sebuah pertanyaan 'nakal' terhadap kalangan aktivis, khususnya HMI dalam menyikapi Pilkada DKI ini-akan mendukung siapakah HMI dalam Pilkada DKI Jakarta nanti??

Tentu saja tulisan ini tidak coba mengklaim HMI secara keseluruhan, namun jika ditilik lebih mendalam pada konteks yang lebih substansial dan praktikal posisi HMI dan para pegiat yang hari ini menjadi pengurus secara struktural tentulah mempunyai sikap dan pandangan sendiri menyikapi Pilkada DKI yang diramaikan oleh enam pasang kandidat tersebut. Merunut pada konstitusi HMI dengan jelas dan tegas bagaimana organisasi terbesar dan tertua ini menjadi organisasi mahasiswa yang bersifat Independen (tidak mengekor). HMI yang lahir pada tahun 1947 terbukti hingga kini menjadi satu-satunya organisasi Mahasiswa Islam yang menjadikan independensi sebagai sebuah sikap dan prinsip yang tidak dapat diganggu gugat oleh pihak manapun. Independensi HMI dalam konteks ini lebih dititik beratkan pada bagaimana HMI 'merdeka' secara organisasi atau yang umum dikenal sebagai "independensi organisatoris".

Dari sini HMI berperan secara independen dalam setiap momentum kebangsaan yang terjadi. HMI tidak 'membebek' dan 'mengekor' pada kandidat atau bahkan parpol tertentu sebagaimana berkali-kali ditegaskan Ketua Umum PB HMI periode 2010-2012, Noer Fajriansyah dalam berbagai kesempatan.

Tentu saja ada konsekwensi terkait posisi HMI dalam setiap momentum pilkada dan apapun konteks sosial yang terjadi di masyarakat. Perlu digaris bawahi jika HMI selamanya tak akan pernah menjadi underbow kandidat maupun parpol yang sedang berhajat dalam pemilu. Disitulah terletak keunggulan yang kemudian jadi pengerat HMI sebagai anak kandung umat dan bangsa. Sisi obyektivitas dan cinta pada kebenaranlah yang membuat HMI terus bergerak bertahan dari serbuan beragam ide pragmatis yang kini makin lazim dipraktikkan para penguasa dan elit politik. Karena itu, dengan bersandarkan pada independensi organisatoris HMI independen dan bukan milik kandidat tertentu dalam setiap momentum Pilkada maupun pemilu kelak.

Dilihat dari latar sosiologis tersebut konsekwensi sebagai aktivis organisasi yang dilahirkan pada 5 Februari di Yogyakarta ini adalah tetap menjunjung tinggi independensi organisasi dan etis. Namun, secara individu HMI tidak melarang anggotanya mendukung kandidat tertentu. Sebab, HMI mengakui hak politik setiap warga negara Indonesia untuk memilih dan dipilih dalam setiap pemilu yang dilaksanakan.

Artinya, walaupun secara organisasi HMI jelas dan tegas Independen, namun HMI secara organisasi tidak melarang, menghentikan atau mempersulit para individu-individu untuk bergerak meramaikan Pilkada itu sendiri. Disinilah komitmen independensi HMI diuji dan dibuktikan. Walaupun secara individu aktivis HMI (mungkin) menjadi bagian dari tim salah seorang kandidat, ketika kepentingan HMI bertabrakan dengan kepentingan politik praktis atau kekuasaan maka siapapun itu harus mengutamakan kepentingan HMI dengan menjadikan independensi sebagai panglima dalam pengambilan keputusan organisasi.

Disinilah pengutamaan obyektivitas HMI bermain. Gambaran ideal ini masih dimiliki HMI walaupun dalam tataran realitas konteks independen dalam bidang politik terutama bagi HMI sendiri terkadang berat dan terjal, namun cahaya tersebut tetap ada karena organisasi yang didirikan oleh Lafran Pane ini mesti dijaga dari kepentingan sempit dan instan utamanya dalam kompetisi perebutan kekuasaan dimananpun itu.

Menjawab pertanyaan yang muncul akhir-akhir ini, maka dengan ini dapatlah ditarik dua kesimpulan yang setidaknya memberikan gambaran kepada masyarakat posisi HMI dalam konstestasi Pilkada DKI Jakarta yaitu, pertama, HMI secara organisasi merupakan organisasi independen yang tidak dan tak akan pernah membebek dan mampu diintervensi oleh siapapun kandidat, pihak maupun kelompok eksternal dalam kontestasi pilkada dan pemilu.

Karena HMI merupakan organisasi non partisan, non kelompok dan aliran tertentu. Beberapa poin itulah yang menjadi sumbu perekat persatuan HMI dari Sabang hingga Merauke. Kedua, secara individu, HMI tidak melarang dan membatasi peran dari kader HMI itu sendiri. Walaupun secara organisasi HMI dengan tegas independen, tapi dalam konteks pilihan individu, organisasi ini memberikan keleluasaan bagi kader-kadernya untuk meramaikan konstestasi pilkada dengan mengisi bagian yang memang dikuasai. Artinya, kader dan para aktivis HMI dipersilahkan sebagai warga negara berpartisipasi dalam pilkada namun tidak melupakan tugas dan amanah yang diembannya sebagai kader dan aktivis untuk menjaga nama baik HMI.

Bagaimana mereka berperan pada pilkada DKI Jakarta nantinya, tentu saja mereka semua memiliki potensi, jaringan alumni dan keahlian masing-masing yang umumnya laku dijual untuk membantu proses pemenangan kandidat tertentu. Karena itu tidak heran jika kader HMI berperan besar dalam setiap pilkada dan terkadang memiliki posisi strategis dalam tim pemenangan walaupun mereka masih berstatus mahasiswa. Yakin Usaha Sampai

Penulis adalah Ketua Umum Badko HMI Jabotabeka-Banten 2010-2012

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun