Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Jokowi-Prabowo, Ibarat Kurawa dan Pandawa

18 Maret 2014   22:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:47 87 0
Dalam kisah epik Mahabharata, perang kurusetra digambarkan dengan begitu detail dan panjang. Perang yang terjadi antara Pandawa serta Kurawa itu telah menjadi tempat kedua belah pihak saling membunuh dan menemui ajal di medan perang tersebut.

Bhisma, salah satu tokoh yang dikagumi kedua belah pihak (pandawa dan kurawa) tewas dalam perang yang memakan ratusan ribu prajurit kedua belah pihak.

Yang menarik dari kisah Perang Kurusetra tentu saja makna perang tersebut. Setelah Pandawa diusir dari kerajaan akibat kalah "main dadu" dengan Kurawa, Pandawa dihukum dengan cara diusir dari kerajaan selama 12 tahun dan 1 tahun sisanya menjalani penyamaran tanpa diketahui masyarakat.

Pandawa, yang terdiri dari Arjuna, Bima, yudhistira, Nakula dan Sadewa-- merasa terhina dengan pengusiran tersebut. Namun, karena jiwa ksatria yang dimiliki pandawa, mereka rela dibuang jauh ke hutan oleh Kurawa.

Setelah 13 tahun berlalu, Pandawa merasa ada yang kurang. Selama 12 tahun menjalani pembuangan, Pandawa bertekad mengambil alih kekuasaan yang merupakan haknya sebagai keturunan Bharata. Kurawa, yang saat itu sedang berkuasa, merasa iri dengan kelebihan yang dimiliki Pandawa. Karena itu, Kurawa sekuat tenaga menyingkirkan Pandawa karena tahu jika dibiarkan Pandawa bergerak leluasa, kekuasaan yang saat ini dimiliki oleh Ayahnya (Dursasetra)-- raja Buta yang tidak bijaksana-- akan segera diambil alih para Pandawa.

Disusunlah rencana untuk menyingkirkan Pandawa dari kekuasaan. Kurawa dibantu Sengkuni, berhasil membuat sebuah permainan. Mereka tahu salah satu Pandawa gemar bermain dadu. Namun, keahlian dadu yang dimilikinya, tidak begitu baik. Sengkuni, orang yang menelurkan ide itu lalu menantang Pandawa. Sengkuni berdiri di pihak Kurawa (Duryudana). Setelah permainan itu berjalan, semua harta, tahta dan istri Pandawa dijadikan pertaruhan yang diadu dimeja permainan itu.

Pertarungan dadu itu disaksikan kedua belah pihak. Keluarga kerajaan dan masyarakat. Namun, nasib sial selalu berpihak pada Pandawa. Setelah harta yang dimiliki  habis dipertaruhkan, Sengkuni, yang pandai bermain dadu meminta mereka (pandawa) mempertaruhkan harta yang tak terhingga, yaitu Drupadi.

Sebagai seorang ksatria tentu tidak menolak tantangan itu. Namun, lagi-lagi keberuntungan tidak memihak. Pandawa dikalahkan Sengkuni. itu Berarti Drupadi jatuh ketangan Kurawa. Tidak terima dengan kenyataan itu. Pandawa menantang lagi Sengkuni. Kali ini, Pandawa mempertaruhkan kekuasaan yang dimilikinya. Sengkuni yang mewakili Kurawa tidak gentar. Ia merasa yakin dengan mudah kalahkan Pandawa.

Permainan pun digelar kembali. Sengkuni masih beruntung. Pandawa kalah. Akhirnya, mereka tidak memiliki harta apapun, termasuk Drupadi, istri Pandawa yang telah dipertaruhkan di meja perjudiaan. Tak hanya itu, Pandawa harus menjalani tapa di hutan selama 12 tahun serta 1 tahun untuk melakukan penyamaran. Pasca kekalahan Pandawa, mereka diperlakukan sebagai budak oleh Kurawa. Perbuatan ini membuat mereka dendam, hingga kemudian Bima, salah satu Pandawa, bersumpah kelak membunuh Dursasana dan meminum darah dari tubuhnya.

Cuplikan sejarah dari sepenggal kisah Mahabharata tentu relevan dengan kondisi perpolitikan nasional Indonesia menjelang Pileg April nanti. Bagaimana tidak, masing-masing partai dan tokohnya saling berebut simpatik dan suara masyarakat.

Tidak terkecuali Jokowi, Capres yang telah diberikan mandat oleh Partainya, PDIP, jumat, minggu lalu, maju sebagai Capres dari PDIP. Jokowi resmi menjadi Capres dari partai pimpinan Megawati. Sayangnya, pencapresan Jokowi menuai berbagai kritikan, terutama dari Partai Gerindra, partai yang pernah menjadi "partner" politik dari PDIP pada Pilpres 2009 lalu.

Gerindra geram dengan PDIP yang mencalonkan Jokowi. Padahal, menurut perjanjian "Batu Tulis" yang diklaim pihak Gerindra sebagai perjanjian yang "masih" berlaku terhadap Ketua dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto, untuk maju menjadi Capres dan didukung PDIP pada Pilpres tahun 2014--menjadikan kedua partai ini saling serang.

Prabowo merasa PDIP tidak komit dengan isi perjanjian Batu tulis. Sedangkan kubu PDIP merasa bahwa Perjanjian itu tidak berlaku lagi. Perang pun dimulai.

Dua kekuatan yang sama-sama kuat ini tinggal menunggu kapan perang Bharatayudha itu digelar. Masing-masing kubu ibarat Pandawa dan Kurawa. Saling mengklaim dirinya "orang suci" yang berhak mewariskan tahta kerajaan dari pendahulunya.

Tinggal bagaimana kita lihat strategi apa yang digunakan Jokowi melalui PDIP dan Prabowo dengan Partai Gerindra-nya. Akankah perang ini berakhir dengan kemenangan Jokowi atau justru sebaliknya, Prabowo lah yang kemudian keluar dari medan Kurusetra dan berhasil merebut kerajaan tersebut.

Yang perlu dicatat, setelah 10 tahun PDIP "Puasa kekuasaan legislatif", semangat membara yang dimiliki untuk merebut kekuasaan yang sudah lama dinantikan akan menjadi bara api yang menyala bagi para prajurit/ simpatisan PDIP untuk memenangkan pertarungan Bharatayudha pada pemilu ini. Sama halnya dengan pasukan Pandawa dan ksatria yang rindu kepada kerajaanya. Karena itu, bersiaplah menyaksikan perang yang amat dahsyat di bulan April dan jelang Pilpres nanti. Selamat menyimak...

Salam Pandawa

@Rudygani

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun