Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerita Pemilih

Dico dan Ingatan Sejarah Pilwakot Semarang 2015

10 Agustus 2024   16:48 Diperbarui: 10 Agustus 2024   17:22 64 0
DE JAVU, mungkin itulah yang saya rasakan ketika berbicara peta politik di Pilwakot Semarang 2024. Dejavu adalah kondisi ketika seseorang merasa sudah pernah mengalami sesuatu padahal belum pernah atau baru mengalaminya saat itu. Mungkin pula bukan de javu, namun hanya terulangnya memori tentang peta politik di 2015 saja.

Kemunculan (ujug-ujug) Dico M Ganinduto yang dengan modal kapital besar, dan berambisi bersaing di Pilwakot Semarang menurut saya sangat identik dengan kemunculan Sigit Ibnugroho di Pilwakot Semarang 2015 lalu.

Kala itu, entah muncul dari mana dan konon juga membawa modal kapital besar, Sigit Ibnugroho yang kemudian berpasangan dengan Agus Sutyoso lalu disebut pasangan Sibagus (diusung Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Golkar) menciptakan poros ketiga di tengah dominasi dua simpul besar kala itu, Soemarmo HS-Zuber Syafawi (koalisi PKB dan PKS) dan Hendi-Ita (PDI Perjuangan, Nasdem, dan Demokrat).

Saat itu pasangan Hendrar Prihadi-Hevearita Gunaryanti Rahayu (Hendi-Ita) yang akhirnya memenangkap Pilwakot Semarang 2015 dengan perolehan 320.237 suara.

Sementara Marmo-Zubair mendapatkan 220.745 suara, disusul pasangan SiBagus dengan perolehan sebanyak 149.712 suara.

Akumulasi perolehan suara ketiga pasangan calon sebanyak 690.694 suara, sementara suara yang tidak sah tercatat sebanyak 40.713 suara sehingga total partisipasi masyarakat sebanyak 731.407 pemilih.

Kemunculan Sibagus ini ternyata menjadi "senjata mematikan" bagi calon yang diusung PDIP untuk memecah suara Marmo-Zubair yang sebelum pelaksanaan pemilihan memiliki hasil survei yang tinggi. Jika terjadi pertarungan head to head antara Marmo-Zubair vs Hendi-Ita saja, Pilwakot Semarang 2015 diprediksi akan berlangsung seru, karena dua kandidat itu, sosok Hendrar Prihadi dan Soemarmo HS, sama-sama pernah memimpin Kota Semarang dan memiliki loyalis cukup besar.

Kemunculan SiBagus ternyata sangat sukses memecah suara bagi Marmo-Zubair, karena memiliki ceruk massa yang hampir sama, dan akhirnya mengantarkan pasangan calon yang diusung PDI Perjuangan bersama Nasdem, dan Demokrat, Hendrar Prihadi-Hevearita G Rahayu menjadi pemenang dalam kontestasi politik kala itu.

Ya, kemunculan Dico M Ganduto jelang Pilkada 2024 ini, saya lihat identik dengan kemunculan sosok Sigit Ibnugroho di tahun 2015. Dico juga berpotensi muncul sebagai poros ketiga, sebagai pemecah suara calon dari Demokrat, Yoyok Sukawi yang juga mendominasi survei, di tengah situasi akan berhadapan dengan calon yang akan diusung oleh partai penguasa di Kota Semarang, PDIP.

Sejarah munculnya Sigit Ibnugroho ini menjadi catatan penting dalam politik Semarang, dan kemunculan Dico M Ganinduto bisa menjadi titik balik dalam dinamika politik kota ini.

Meskipun tidak berhasil memenangkan pemilihan, kemunculan Sigit Ibnugroho berhasil memecah suara di antara calon-calon lain, yang pada akhirnya memberi keuntungan bagi Hendi-Ita yang diusung oleh PDIP.

Dico M Ganinduto muncul di tengah situasi politik yang serupa. Dalam konteks saat ini, di mana PDIP masih memiliki basis suara yang solid, kehadiran Dico sebagai calon dari luar partai besar memberikan peluang untuk memecah suara di antara calon-calon yang ada. Dengan PDIP yang telah menguasai 14 kursi di DPRD Kota Semarang pada Pemilu 2024, tantangan bagi calon-calon dari luar PDIP semakin besar.

PDIP, dengan struktur organisasi yang kuat dan jaringan relawan yang luas, berpotensi akan terus menjadi kekuatan dominan. Calon dari luar PDIP harus mampu berstrategi dengan baik untuk menarik dukungan dari pemilih yang selama ini loyal kepada partai tersebut.

Jika kontestasi terbagi menjadi tiga atau lebih poros, ada kemungkinan besar bahwa suara akan terpecah, dan hal ini bisa menguntungkan PDIP yang memiliki basis suara yang solid. Oleh karena itu, penting bagi Dico maupun Yoyok Sukawi untuk menjalin aliansi strategis dengan calon lain atau partai politik yang memiliki visi dan misi sejalan, demi memperkuat posisi dan daya saingnya.

Dengan mengingat sejarah Sigit Ibnugroho di tahun 2015, kita dapat melihat bahwa kehadiran calon baru dapat memicu perubahan dalam peta politik. Pilwakot Semarang 2024 akan menjadi ajang yang menarik untuk disaksikan, dan hasilnya akan sangat bergantung pada bagaimana calon-calon tersebut beradaptasi dengan situasi yang ada serta mampu meramu strategi yang ciamik.

Namun menurut hemat saya sebagai orang awam yang berusaha melek politik, untuk bisa mengalahkan dominasi PDIP di Kota Semarang, munculnya tiga poros koalisi bukanlah suatu keuntungan bagi parpol lain. Head to head atau hanya menyisakan dua poros koalisi saja, mungkin akan jadi jurus jitu untuk merebut status "Kandang Banteng" di Kota Semarang.

Tapi akan beda cerita, jika ternyata munculnya Dico adalah bagian dari strategi partai penguasa di Kota Semarang untuk tetap menancapkan dominasinya.(*)

Semarang, 10 Agustus 2024.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun