Rahwana alias dasamuka alias dasanana alias dasagriwa alias dasakanta bin Wisrawa bin Pulastya adalah raja kerajaan Alengka setelah merebutnya atau mengkudetanya dari kakak tirinya yang bernama Kubera. Rahwana terkenal sakti mandraguna karena memiliki banyak sekali aji-aji kesaktian yang luarbiasa dan diantaranya adalah ajian Pancasona dan ajian Rawarontek. Berkat kesaktian yang dimilikinya maka Rahwana mampu menguasai dan menaklukan tiga dunia sekaligus yakni dunia manusia dunia jin dan dunia roh halus sehingga dia dijuluki sebagai sang Maha Raja (King of Kings). Konon menurut cerita ia dipandang sebagai raja yang sukses dan murah hati dalam memimpin kerajaannya. Negara Alengka berkembang dengan sangat pesat di bawah pemerintahannya. Bahkan rumah yang paling miskin sekalipun memiliki kendaraan dari emas dan tidak ada kelaparan di kerajaan tersebut.
Moammar Abu Minyar Khadafy alias Qaddafi alias Qazzafi alias Qadhdhafi alias Qaththafi alias Gadhdhafi al Libyani adalah penguasa otokratis de facto Libya dari 1969 sampai 2011. Dia merebut kekuasaan dari penguasa sebelumnya yaitu Raja Idris dalam sebuah kudeta militer yang disebutnya sebagai Revolusi Al Fatah. Setelah berkuasa, Khadafi yang telah berpangkat kolonel melancarkan revolusi budaya yang mengandung inti penyingkiran semua ideologi dan pengaruh yang berbau asing, seperti kapitalisme dan komunisme. Ia kemudian mengembangkan masyarakat baru berdasarkan prinsip-prinsip sosialisme Libya dengan semboyan "sosialisme, persatuan, dan kebebasan". Kekuasaan yang hampir 42 tahun telah menempatkannya menjadi penguasa terlama sebagai pemimpin non-kerajaan keempat sejak tahun 1900 dan terlama sebagai pemimpin penguasa Arab. Dia menyebut dirinya sebagai 'the Brother Leader', 'Guide of the Revolution', dan 'King of Kings (Raja segala raja).
Dalam beberapa versi cerita Rahwana dianggap sebagai tokoh yang angkara murka, jahat dan bengis, salah satu jenis kejahatannya yang sangat terkenal adalah penculikan terhadap Dewi Sinta yang merupakan isteri dari Raja Rama Wijaya. Karena kasus penculikan inilah kemudian timbul perang besar antara dua Raja tersebut yang akhirnya berakhir dengan kematian Rahwana. Padahal dari versi cerita yang lain diketahui bahwa hal ihwal dan sebab musabab mengapa Rahwana menculik Dewi Sinta adalah karena Raja Rama dan adiknya yang bernama Laksamana telah menyerang dan merusak pos perbatasan Negara Alengka yakni Pos Yanasthana. Hal inilah yang kemudian memicu kemarahan Rahwana, sampai akhirnya dia menculik Dewi Sinta.
Dalam pemberitaan versi Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, Moammar Khadafy selalu identik sebagai tokoh yang tiran, dictator dan kejam. Bahkan seringkali Moammar Khadafy dituduh berada dibelakang aksi-aksi terorisme dunia. Dia juga dicurigai melakukan aksi-aksi penculikan dan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh oposisi di Libya. Atas dasar inilah kemudian Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya yang bergabung dalam pasukan NATO melakukan agresi militer ke Libya dengan membonceng pasukan Dewan Transisi Nasional Libya (NTC).
Jiwa patriotisme dan nasionalisme Rahwana yang membara akibat pelanggaran pasukan Rama Wijaya terhadap batas kedaulatan negaranya telah melahirkan perang besar dan pertumpahan darah. Pasukan Rama Wijaya dan sekutu-sekutunya yang berasal dari bangsa kera dengan rajanya bernama Sugriwa serta panglima perangnya bernama Hanoman, menyerang secara membabi buta kerajaan Alengka. Dengan dalih bahwa Rahwana telah melakukan kejahatan kemanusiaan karena menculik Dewi Sinta, maka pembumi hangusan terhadap Negara Alengka menjadi sebuah keharusan. Satu persatu pahlawan Negara Alengka jatuh berguguran, mulai Indrajit, Aksayakumara serta Kumbakarna menjadi martir bagi bangsanya. Dan puncaknya adalah matinya sang Rahwana oleh pusaka Raja Rama Wijaya yang dinamakan panah Kyai Dangu. Matinya sang Rahwana ini tergolong sangat keji, karena sebelum mati Rahwana mengalami penyiksaan yang sangat luar biasa, pusaka panah Kyai Dangu secara perlahan-lahan menyayat inci demi inci kulitnya. Karena saking sakitnya Rahwanapun lari dan bersembunyi di antara dua gunung kembar yakni Gunung Sondara dan Gunung Sondari. Namun tatkala ia bersembunyi, perlahan-lahan kedua gunung itu menghimpit badan Rahwana sehingga raja Alengka itu tidak berkutik dan mati mengenaskan.
Moamar Khadafy dengan gagah berani tak gentar menghadapi ancaman pasukan NATO bahkan dalam sebuah pernyataanya ia berkata :"Kami tidak akan menyerah. Kami bukan perempuan. Kami akan terus melawan,". Perlawanan gigih Moamar Khadafy terhadap agresi militer pasukan NATO yang membonceng pada pasukan pemberontak Libya, NTC, menjadikan Khadafy dan pasukan loyalisnya dibombardir dengan ganas. Serangan roket-roket yang ditembakan dari pesawat-pesawat tempur NATO memporak-porandakan basis pertahanan Khadafy di Tripoli mengakibatkan pasukan Khadafy terdesak dan mundur hingga ke daerah Sirte. Namun dengan tak memberi ampun pasukan NATO dan NTC terus menggencet dan meluluh lantakan Sirte. Serangan itu mengakibatkan satu persatu pendukungnya tewas sebagai martir, termasuk anaknya sendiri yakni Muttasim Khadafy. Dan pada akhirnya sang Kolonel yang dijuluki si Pemberang dari Libya itupun tertangkap didalam sebuah parit selokan. Para musuhnya tanpa berperi kemanusiaan menyiksanya sebelum akhirnya membunuhnya secara keji. Jenazahnya dinaikan diatas kap mobil dan diarak laksana bangkai binatang. Seorang pemberani sejati, seorang eksentrik yang gagah berani melawan campur tangan Negara-negara asing yang tergabung dalam NATO (sekumpulan penjajah berkedok pahlawan), akhirnya harus mati sebagai Martir bagi negaranya, sebagai awal dari sebuah era baru bagi negaranya yang disebut dan didengung-dengungkan oleh para Kapitalis sebagai DEMOKRASI.
Jakarta, 03 November 2011.