Ahamdulilah
Kompas, Jumat, 8 Mei 2009 memberitakan Pemerintah memutuskan harga jual minyak goreng merek Minyakkita naik menjadi Rp 7.000 per liter. Langkah ini diambil karena harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) naik dari 350 dollar AS menjadi 700 dollar AS per ton. Ahamdulilah, ucapan ini pasti akan berkumandang di para pemangku kepentingan persawitan Indonesia. Puji syukur karena masih teringat di benak kita, beberapa waktu lalu para petani sawit mengeluh karena harga sawit anjlog .
Saat itu Tandan Buah Segar (TBS) amat murah sehingga para petani sawit memilih tidak memanen karena biaya panen tidak impas. Idem dito para pengusaha sawit, meski mereka tergolong konglomerat tapi juga berkeluh-kesah tak henti-henti. Mereka mengeluh karena biaya produksi naik, misal pupuk. Padahal pasar dunia menuntut harga CPO turun karena dunia mengalami resesi. Dampaknya pengusaha sawit terpaksa melakukan "gerakan penghematan", bahkan merumahkan sejumlah besar karyawan. Kini habis gelap terbitlah setitik terang. Semoga titik terang ini makin membesar, meski booming harga sawit di tahun 2007 tidak mungkin tercapai.
Dampak negatif
Namun apakah kenaikan harga CPO tidak akan berdampak negatif pada bidang lain? Di saat harga TBS rendah, kita masih melihat dan mendengar bahwa pemerintah melakukan operasi pasar minyak goreng. Bagaimana bila harga CPO makin melonjak? Data selalu menunjukkan bahwa di saat harga CPO membumbung, para pengusaha CPO akan berlomba ekspor. Pertanyaan lain, bagaimana pengaruh kenaikan CPO ini terhadap program biofuel Indonesia ?