Saya hanya memanfaatkan undang undang yang ada tentang kebebasan berpendapat di muka umum (119_UU No 9 Th 1998). Haha.
Berasal dari bumi Sulawesi, lahir dari daerahnya, dan pernah mengayomi beberapa tahun hidup untuk bersekolah di Makassar membuat saya cinta akan tempat ini. Tidak hanya tempat-tempat dan keindahan alamnya, namun seni budaya yang dimilikinya. Saya sangat berharap citra daerah ini baik dimata orang banyak. Maka dari itu saat mempunyai kesempatan melangkahkan kaki untuk kuliah ke daerah lain, saya sangat senang. Di kampus, saya mengikuti unit kesenian sulawesi untuk memperkenalkan kebaikan daerah kami kepada orang lain.
Sesungguhnya saya bangga dengan kota ini, Makassar, sejak dulu. Namun yang membuat saya sedih adalah kaum inteleknya. Apakah sudah kebiasaan, atau tak tahu apa namanya, mahasiswanya selalu saja demo. Mulai sejak saya SMA disana. Kebetulan sekolah saya dekat dengan salah satu kampus yang terkenal sering demo di pettarani,haha. Sering sekali saya dapati saat pulang sekolah atau istirahat siang, jalanan macet karena banyak yang membakar ban mobil. Dan yang saya bingung , mungkin karena saya belum mengerti dan tidak mengerti hingga saat ini, saya tidak bisa banyak mengambil kebaikan dari tindakan mereka.
Untuk demo yang memang jelas fungsinya dan memang sangat harus dilakukan, saya akan dukung. Tapi melihat demo teman2 mahasiswa yang sangat anarkis dan bahkan hanya membawa kerugian bagi mereka dan masyarakat sekitar. Saya benar-benar tidak tahan melihat aksi demo yang membuat macet, merusak kendaraan, bahkan merusak gedung-gedung penting. Mohon maaf bila pendapat saya kurang bisa diterima bagi teman-teman mahasiswa (yang suka demo). Tapi yang saya pikirkan adalah sebagai mahasiswa yang notabene adalah 'kaum intelek, penentu masa depan bangsa' seharusnya bertindak yang benar-benar intelek. Mungkin karena watak orang sana yang harga dirinya tinggi dan pa'bambangang (cepat panas) maka mereka sangat mudah untuk diprovokasi :pendapat saja:, dan mungkin hal ini yang menyebabkan mereka mudah untuk demo dan berbuat anarkis (saya hargai bila demonya tidak merusak dan tidak menimbulkan kerugian bagi yang lain).
Mungkin demo disana sudah biasa, sudah umum. Dan sudah diketahui oleh banyak pihak. Bahkan hingga saya pergi kemanapun dan bertemu siapapun, maka yang terucap dari bibir mereka saat mengetahui saya dari Makassar adalah "Oh Makassar, setiap hari demo ya kalian". Saya pun berpikir demikian Pak/Bu, dan saya tidak ingin demikian sebenarnya. Tapi apa daya. Walaupun saya sedikit bersyukur bisa kuliah di daerah lain yang memang pendidikannya terasa tinggi sekali.
Selalu saya berpikir, daripada demo mending belajar yang baik. Atau tidak, melakukan sesuatu yang lebih bermakna seperti membantu pembersihan sampah agar Pettarani tidak banjir, melakukan riset di bidang ilmu pengetahuan, mengembangkan seni budaya, atau membudidayakan sumber alam seperti yang dilakukan mahasiswa yang lain :yang tidak ikut demo:. Bukankah hal itu akan sangat bermanfaat daripada membakar ban, merusak bangunan dan kendaraan, dan sebagainya? :'(
Sangat sedih melihat berita demo, apalagi demo baru-baru ini tentang peringatan hari korupsi yang dilakukan pada hari jumat dimana kebanyakan pendemo tidak shalat, bahkan menyebabkan kemacetan bagi orang-orang yang ingin ke tempat ibadah jumatan. Pilu sekali...
Maaf bila curhatan ini sedikit mengganggu teman2 mahasiswa Makassar. Ini hanya harapan saya demi kemajuan Makassar , karena saya ingin Makassar dan SulSel menjadi jauh lebih baik lagi, walaupun yang saya lakukan baru hal yang sangat kecil sekali, memberdayakan seni budayanya.
Sukses Selalu. Â :)