Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Mengkritisi Proyek Ambisius Penerbitan NIK dan e-KTP

19 September 2011   07:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:50 483 0
Proyek e-KTP merupakan proyek penting karena berkaitan dengan tertib administrasi kependudukan yang hingga saat ini masih menjadi masalah krusial di Indonesia. Proyek e-KTP berbarengan dengan penerbitan Nomor Identitas Kependudukan (NIK) tunggal penduduk (Single Identitiy Number) yang nantinya terintegrasi dengan berbagai dokumen kependudukan lainnya. Argumentasi pemerintah untuk mengimplementasikan penerbitan NIK dan e-KTP juga tepat karena bertujuan untuk menata informasi kependudukan secara akurat dan mengurangi dampak negatif akibat dari kesemrawutan data penduduk seperti mudahnya manipulasi identitas dan mudahnya seseorang memiliki KTP ganda. Berbagai program pemerintah juga dapat diefektifkan karena dengan data penduduk yang valid dapat menentukan sasaran secara lebih akurat, dan sebagainya. Artinya kebijakan penerbitan NIK dan e-KTP juga dibutuhkan untuk segera dilaksanakan. Permasalahannya, mekanisme pelaksanaan proyek yang berbiaya Rp 6,3 trilyun ini dan diselenggarakan secara nasional perlu dicermati secara lebih mendalam. Persoalan tender pengadaan barang dan jasa yang dinilai tidak transparan karena pemenang tender justru vendor yang mengajukan penawaran yang lebih tinggi, kapasitas pelaksana kebijakan yaitu Ditjen Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri yang belum pernah dibuktikan dengan mega proyek semacam ini, dan terpenting adalah keamanan data penduduk yang telah dikonsolidasikan. *** Bagaimana nasib proyek e-KTP selanjutnya? Apakah proyek senilai Rp 5,8 trilyun ini akan dihentikan menyusul mencuatnya dugaan korupsi? Proyek e-KTP tengah mendapat sorotan. Misalnya karena lelang tender e-KTP di Kemendagri bertentangan dengan Perpres tentang Pengadaan Barang dan Jasa, penggelembungan nilai proyek hingga menjerat 4 orang sebagai tersangka, dan pesimisme proyek ini mencapai target di waktu yang ditentukan. Mendagri Gamawan Fauzi mempersilakan proses hukum terus berjalan kendati dia menyebut uang puluhan juta rupiah yang diterima panitia pengadaan barang dan jasa telah sesuai dengan Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Bagaimana nasib proyek e-KTP selanjutnya? Apakah proyek senilai Rp 5,8 trilyun ini akan dihentikan menyusul mencuatnya dugaan korupsi? Government Watch (GOWA), melaporkan dugaan korupsi proyek e-KTP yang diperkirakan mencapai angka sebesar Rp 1 triliun. Hasil audit forensik GOWA tersebut menemukan tak kurang dari 11 penyimpangan, pelanggaran, dan kejanggalan yang kasat mata dalam proses pengadaan lelang tersebut. GOWA mengklasifikasi fakta penyimpangan selama proses pelaksanaan pengadaan e-KTP dalam tiga tahapan lelang. Tahapan tersebut meliputi sebelum, penyelenggaraan lelang dan pelaksanaan pekerjaan yang dilelangkan. Sementara itu, Pimpinan DPR sudah menyetujui rencana pembentukan Panitia Kerja e-KTP tersebut. Menurut Ketua DPR RI Marzuki Alie, pembentukan panja itu adalah bentuk kekuatiran dari anggota DPR RI. Menurut Marzuki, rencana pembentukan Panja e-KTP oleh Komisi II DPR RI adalah bentuk keresahan dari anggota Dewan melihat proses tender e-KTP yang dinilainya bermasalah. Anggota FPKB Komisi II DPR Abdul Malik Haramain mendorong DPR membentuk Panitia Khusus e-KTP. Lebih dari Panja, Pansus diharapkan akan lebih kuat untuk membongkar korupsi E-KTP. “Dasarnya adalah, Pansus lebih kuat dibanding Panja. Lagi pula, pembentukan Pansus didasari oleh adanya rekomendasi dari KPK terkait e-KTP,” kata Malik. KPK sendiri saat ini tengah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan e-KTP. Apalagi, KPK pernah diminta masukan dan memberikan rekomendasi atas kajian program e-KTP yang diberikan ke Kemendagri. KPK juga tengah melakukan identifikasi dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek itu seperti dituduhkan LSM Gowa itu. "Kita sambil mengidentifikasi ada atau tidaknya kemungkinan adanya penyimpangan yang berindikasi korupsi," kata Wakil Ketua KPK M Jasin ketika dihubungi detik.com *** Data penduduk menjadi poin penting karena memuat data vital dan detail masing-masing penduduk. Data penduduk yang ada saat ini saja seringkali bocor ke pihak lain padahal kita tidak pernah memberitahu kepada pihak lain, seperti misalnya tiba-tiba kita menerima penawaran suatu produk melalui telepon pribadi, atau promosi ke alamat rumah. Persoalan seperti ini masih belum menjadi kesadaran bersama tentang pentingnya pengamanan data pribadi. Padahal, tindak kejahatan dan manipulasi sering berawal dari kecerobohan dalam menjaga identitas pribadi. Untuk kepentingan penerbitan NIK dan e-KTP, semua data penduduk harus direkam dalam sebuah chip dan diintegrasikan ke dalam server induk. Dalam formulir F-1.01 terdapat lebih dari 50 item data penduduk yang akan direkam bersamaan dengan kesepuluh sidik jari dan iris mata. Dapat dibayangkan bagaimana rincinya data penduduk yang dihimpun. Pertanyaan penting dari pengelolaan data penduduk yang dihimpun: sanggupkan pemerintah mengelola bahwa data valid ini tidak akan bocor ke pihak manapun? Sebab data penduduk, melalui NIK akan terkonsolidasikan ke berbagai dokumen; paspor, rekening bank, akta, dan sebagainya. Informasi masing-masing penduduk akan semakin transparan dan detail, tapi justru disinilah potensi bahayanya, terutama menyangkut penduduk berstatus VIP akan semakin mudah terpetakan; pengambil kebijakan di posisi kunci dan strategis di lingkungan pemerintah, pengusaha, politisi, diplomat dan sebagainya.  NIK dan e-KTP berbasis teknologi terintegrasi justru dapat menjadi ancaman bagi penduduk jika data ini bocor. Percayalah, yang berkepentingan dengan data penduduk sangat banyak, tidak hanya di lingkup domestik. Oleh karena itu, pertanyaannya besarnya, dapatkah pemerintah menjamin keamanan data penduduk dan memastikan data tersebut tidak jatuh ke pihak lain diluar pemilik otoritas? Institusi manakah yang akan memegang otoritas atas data penduduk tersebut? Siapa saja yang dapat mengakses? Bagaimana payung hukum untuk melindungi data tersebut? Apakah pelaksana pemutakhiran data saat ini betul-betul ditangani oleh pihak yang berkompeten baik dari segi metodologi dan keamanan terhadap data yang telah dihimpun? Sepertinya kita perlu menyikapi persoalan ini secara lebih komprehensif karena tanggung jawab negara menjadi lebih besar; menjamin keamanan setiap penduduk justru karena semakin lengkapnya informasi.  Mungkin banyak yang menganggap persoalan ini hanya gambaran dari sikap paranoid yang sangat subjektif, tapi bagi siapa saja yang terbiasa bekerja dengan data, pasti akan menyadari nilai strategis dari data penduduk, terlebih data penduduk yang rinci dan terkonsolidasi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun