Hal ini membuat aktivitas belajar dari rumah secara daring bagi seluruh siswa di Indonesia semakin lama.
Pun demikian dengan saya sebagai tenaga pengajar, mengajar secara daring dari rumah bakal lebih lama saya lakukan.
Bagi saya pribadi, terkait kebutuhan akses internet tidak menjadi masalah, karena saya kebetulan membuka usaha penjualan akses internet wifi dengan sistem voucher.
Sehingga akses internet bagi saya pribadi tidak menjadi kendala.
Bagi guru lain yang harus membeli kuota internet setiap bulannya, apalagi bagi guru honorer dan guru-guru swasta, saya kira ini menjadi masalah dan kendala.
Masalah tidak hanya dari sisi tenaga pengajar, tetapi juga dari siswa, bagi siswa yang tinggal di desa dan golongan keluarga miskin, banyak diantara mereka tidak memiliki perangkat untuk mengikuti pelajaran secara daring.
Banyak siswa di desa yang tidak memiliki laptop atau smartphone karena orangtunya merupakan golongan keluarga miskin.
Kalaupun memiliki perangkat tersebut, ternyata banyak di antara mereka yang tidak memiliki kuota internet.
Sehingga dengan sangat terpaksa tidak bisa mengikuti pelajaran secara daring yang disampaikan oleh gurunya.
Pengalaman saya pribadi mengajar secara daring beberapa minggu ini, dari total 36 jumlah siswa, yang bisa mengikuti pelajaran hanya 8 orang, paling banyak 10 orang.
Setelah saya mencoba menelusuri, ternyata yang tidak bisa mengikuti pelajaran sebagian karena tidak memiliki perangkatnya dan sebagian lagi tidak memiliki kuota internet.
Saya mencoba menanyakan ke salah satu siswa yang kebetulan satu desa dengan siswa yang tidak bisa ikut pelajaran secara daring.
Jawabannya memprihatinkan, jangankan orangtua nya membelikan kuota internet, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sangat kesulitan.
Kondisi ini cukup memprihatinkan, dengan kondisi berbulan-bulan tanpa belajar akan membuat mereka ketinggalan pelajaran dan sangat mungkin kedepan siswa menjadi malas belajar.