Kebiasaan MCK (mandi, cuci, kakus) di Hulu Sungai adalah hal biasa. Hampir semua warga yang tinggal di pinggir sungai, MCK di lanting (bambu yang disusun rapat terdiri dari 40 - 50 batang bambu sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti perahu. Di bagian atasnya diberi rumah-rumahan ada yang pakai atap ada yang tidak).
Tak sedikit dari mereka yang mandi dan mencuci di sungai digigit buntal. Kadang ketika kaki yang sambil mencuci sambil berendam tiba-tiba saja berdarah dan berlobang. Berarti digigt buntal.
Memang gigitan buntal tak menyebabkan sakit. Gigi yang berbentuk melengkung atas dan bawahnya lebih tajam dari pisau silet. Tak berasa sama sekali. Saya pernah mengalami. Makanya tahu persis rasanya.
Kebiasaan anak mandi nyebur ketika musim kemarau itulah saat yang rawan "Burungnya" digigit buntal. Ada orang tua malah yang sambil berseloroh, bersyukurlah jika "burung" digigit buntal. Tinggal selamatan aja lagi. Tak perlu dokter.
Pun begitu, ketika ada temannya yang digigt buntal anak-anak yang mandi di sungai itu tak kaget. Mereka tetap saja mandi seperti biasa. Jadi tak mengherankan ketika ada yang tangannya, kakinya, dan anggota tubuh lainnya digigt buntal.
Selain tidak ada rasa sakit, gigitan buntal juga tak berbisa. Belas gigitannya persis seperti luka kena pisau. Setelah diperban dan diberi obat luka tak berapa lama akan sembuh seperti biasa.
Soal berapa orang yang pernah digigit "burungnya" meskipun tak banyak banget, namun nama-nama mereka sangat fenomenal. Ada paman "Anu" kepalanya sisa sedikit. Julak (panggilan untuk orang yang lebih tua dari ayah kita) hanya kulitnya saja. Ada yang hanya separo tinggal dipotong sedikit langaung sunat. Dan lain-lain. Cerita lucu menang kalau di daerah Hulu Sungai.
Tapi itu cerita dahulu, karena dahulu anak-anak mandi nyebur ke sungai itu sambil telanjang. Sekarang mereka meskipun masih kecil tak ada lagi yang mandi sambil telanjang. Jadi bagian "burung" aman tak akan termakan buntal.
Pun begitu masih saja sampai saat ini masih saja terdengar ada anak-anak yang bagian tubuhnya digigit buntal. Hal yang biasa bagi warga Hulu Sungai.
Berbeda halnya dengan buntal laut, buntal sungai ukurannya lebih kecil. Kalau buntal laut bisa seekor sampai saru kilo lebih, sementara buntal sungai paling besar sebesar biji sawo. Itu pun ketika buntal mengembang.
Karena saya sering mancing ke laut, sering juga menemukan ikan buntal memakan pancing saya. Saking takutnya jadi jadi korban gigitan buntal kadang memegang pun merasa ngeri. Apalagi tubuh buntal laut bergerigi. Geli bercampur ngeri saja saat memegangnya. Jadi begitu dapat langsung putuskan senarnya dengan gunting. Dan buntal mencebur ke laut kembali.
Biasanya buntal sungai jadi mainan anak-anak yang suka mancing di sungai. Setelah dapat buntal tersebut digiling-giling dengan kayu. Setelah membesar langsung dipukul. Dan bunyi seperti ledakan itulah yang membuat mereka senang.
Buntal memang membuat para pemancing kesal. Kadang tanpa terasa senar pancing hilang bandul dan pancingnya. Senarnya digigt di tengah-tengah. Haris ganti bandul dan kail lagi.
Di Hulu Sungai tak ada yang makan buntal. Semua orang tahu buntal beracun. Kalau kemudian ada yang makan buntal malah jadi hal aneh bagi mereka.
Menurut sesepuh yang ada di Hulu Sungai empedu buntal itulah yang beracun. Makanya dahulu, kata sesepuh di Hulu Sungai pada saat perang melawan Belanda banyak yang mencari buntal untuk meracun Belanda. Benar atau tidaknya entahlah.
Tapi begitulah cerita turun menurun masyarakat Hulu Sungai Kalimantan Selatan, buntal mematikan. Tak ada yang berani memakan daging buntal.
Padahal, di Jepang ikan buntal/fugu kerap kali disajikan sebagai sashimi dan lumrah dihidangkan oleh chef khusus bersertifikat.
Sementara di Korea disebut hadon atau blowfish , sajian ikan buntal dihidangkan pada musim semi dan diolah menjadi sup yang dimasak dengan dropwort (Oenanthe Javanica).
Karena tak mengetahui kalau buntal beracun maka ketika dimasak dan dimakan mampu meracuni hingga membuat meninggal.
Seperti dirilis Kompas.com Ikan buntal hasil pancingan MH (65), warga Desa Alasbuluh, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, mengandung racun hingga menyebabkan tiga orang tewas. M bersama istrinya, DA(50), dan mertuanya, SH(80), dua kali memakan ikan buntal itu, yakni pada Senin (9/3/2020) dan keesokan harinya, Selasa (10/3/2020).
Oleh karena itu pengetahuan akan berbagai jenis hewan yang bisa dimakan dan tidak sangat penting untuk diketahui. Jangan sampai karena ketidaktahuan malah menyebabkan kematian karena memakannya.